Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ketonggeng, Sering Dikira Kalajengking tapi Tidak Berbahaya

KOMPAS.com - Saat melihat ketungging atau ketonggeng untuk pertama kali, mungkin kita akan menyebutnya sebagai kalajengking.

Melihat tampilan fisiknya, ketonggeng sedikit terlihat menakutkan seperti kalajengking, tapi hewan ini tidaklah sama karena punya ciri khas tersendiri.

Ketonggeng atau biasa disebut kalajengking cambuk masuk ke dalam kategori arakhnida.

Dalam istilah lain, mereka disebut sebagai whip scorpion atau Uropygi

Arakhnida adalah hewan invertebrata berkaki sendi dan tidak memiliki tulang belakang. Klasifikasi hewan yang mencakup laba-laba, tungau hingga kutu.

Mengenal ketonggeng, hewan yang sering disebut kalajengking

Ketonggeng adalah arakhnida yang termasuk dalam ordo Thelyphonida.

Orang-orang sering menyebutnya sebagai kalajengking cambuk, karena di bagian ekornya berukuran panjang dan ramping yang menyerupai gagang cambuk.

Meski disebut kalajengking cambuk, ketonggeng tidak memiliki penyengat berisi racun yang umum ditemukan pada kalajengking.

Mereka juga tidak memiliki gigitan berbisa seperti laba-laba. Makhluk yang satu ini seperti persilangan antara keduanya.

  • Tampilan fisik ketonggeng

Ketonggeng memiliki ukuran yang mirip seperti kalajengking, yaitu dengan panjang tubuh sekitar 5 cm.

Ukurannya bisa lebih dari itu ketika diukur bersama bersama dengan panjang dari ekor dan cambuknya.

Jenis hewan yang satu ini memiliki delapan mata, sepasang mata median di depan, tiga mata yang masing-masing ada di sisi kepalanya.

Namun para ahli memperkirakan mereka punya kemampuan melihat yang lemah.

Untuk bergerak misalnya, ketonggeng hanya bergantung pada sepasang kaki depan yang tipis dan panjang yang berfungsi sebagai antena.

Antena tersebut membantu ketonggeng untuk merasakan dan mengetahui kondisi di sekitarnya.

Ekor yang panjang itu juga berperan sebagai organ sensorik untuk membantunya bergerak.

  • Siklus hidup ketonggeng

Perkembangan ketonggeng terdiri dari tiga tahap yaitu terlahir sebagai telur, larva dan ketonggeng dewasa.

Mereka dapat mencapai kematangan seksual pada tiga hingga empat tahun. Rata-rata pejantan bisa hidup sampai 10 tahun dan betina 20 tahun.

Betina dapat bertelur antara 35-68 telur di setiap kantung dan setelah menetas, ketonggeng muda akan tinggal bersama induknya di liang atau sarang sampai berganti kulit untuk pertama kalinya.

Pergantian kulit itu pun bisa terjadi selama tiga kali dalam satu tahun hingga mereka mencapai usia dewasa.

  • Ketonggeng si pengontrol hama

Ketonggeng adalah sejenis hewan predator nokturnal yang cenderung aktif di malam hari.

Mangsa utamanya adalah serangga bertubuh lunak seperti rayap, kecoak hingga jangkrik.

Hewan ini memakan mangsanya menggunakan pedipalp (dua kaki tambahan di dekat mulut yang berfungsi untuk mengoyak mangsa).

Pedipalp ini memiliki gigi yang berbeda di setiap segmennya dan membantu ketonggeng untuk makan.

Meski terlihat mengerikan, tapi kehadiran ketonggeng di rumah atau pekarangan bisa bermanfaat bagi manusia.

Salah satunya sebagai pengusir hama karena mereka memangsa kebanyakan jenis serangga hama seperti kecoak, hingga rayap.

  • Tidak berbahaya bagi manusia

Hewan yang satu ini juga relatif tidak berbahaya bagi manusia karena tidak dilengkapi dengan racun atau bisa melalui gigitan atau cambuknya.

Tetapi ketika mereka merasa terancam, mekanisme pertahanannya bisa membuat ketonggeng menyemprotkan sejenis asam asetat yang pekat.

Asam ini dapat berpotensi mengiritasi mata dan kulit jika terkena, tetapi secara umum tidak berbahaya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/05/25/112128920/ketonggeng-sering-dikira-kalajengking-tapi-tidak-berbahaya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke