JEO - Lifestyle

Bayi Tabung,
Upaya demi Menimang Buah Hati

Jumat, 5 Oktober 2018 | 13:43 WIB

BAGI banyak orang, anak adalah matahari dalam keluarga, penerus mimpi dan keturunan. Karena itu, kehadirannya sangat ditunggu, bahkan apa pun rela dilakukan demi bisa memiliki si buah hati.

Namun, tidak semua perempuan beruntung bisa hamil dengan mudah. Kehamilan yang sudah direncanakan dan dipersiapkan belum tentu berhasil.

Beragam upaya pun jamak dilakukan pasangan yang mendamba buah hati. Salah satunya, bayi tabung.

Ini kisah mereka yang berupaya mendapatkan anak dengan menempuh jalan panjang upaya bayi tabung. Di sini, dibahas pula tren, risiko, dan tahapan yang harus ditempuh pasangan dalam proses bayi tabung.

Dari Masalah Hormon sampai Kesuburan...

 

SEBELUM menikah, Priska Siagian sudah mengetahui dirinya menderita polycystic ovary syndrome (PCOS) gangguan hormonal. Karena itu, 6 bulan setelah menikah ia langsung memeriksakan diri ke dokter.

Namun, karena masih tergolong pengantin baru dokter hanya memberikan obat untuk gangguan PCOS yang memang bisa mengganggu proses pematangan sel telur.

Priska kemudian mengikuti suaminya, Daniel Hendrianto yang mendapat pekerjaan di Bangkok, Thailand. Setelah pulang ke Indonesia, usia pernikahannya sudah menginjak 5 tahun dan pasangan ini masih belum juga dikaruniai keturunan.

"Akhirnya kami makin serius berobat. Sempat menjalani terapi obat untuk memperbesar sel telur, tetapi tetap gagal dibuahi," tutur Priska.

Dokter kemudian memberi pilihan untuk melanjutkan dengan inseminasi (penyuntikan sel sperma melalui serviks ke rahim menggunakan kateter) atau program bayi tabung (in vitro fertilization/IVF).

Tampilan close-up pengamatan mikroskop dalam proses pembuahan bayi tabung.
THINKSTOCKS/MIDO SEMSEM
Tampilan close-up pengamatan mikroskop dalam proses pembuahan bayi tabung.

"Kami memilih bayi tabung karena tingkat keberhasilannya lebih tinggi, sampai 50 persen, sedangkan kalau inseminasi 20 persen," kata Priska.

Meski prosedur IVF tidak menyakitkan, menurut Priska proses perjalanannya sangat menguras emosi dan mental.

Meski prosedur IVF tidak menyakitkan, menurut Priska proses perjalanannya sangat menguras emosi dan mental.

"Setiap tahapannya kami seperti diingatkan bahwa kemungkinan gagal bisa ada. Harus sabar menjalani setiap prosedurnya, termasuk rajin suntik hormon dan bius saat mengambil sel telur," ujar dia.

Priska sempat mengalami kegagalan pada percobaan pertama. Ketika itu embrionya tidak bisa berkembang sehingga ia mengalami keguguran di usia kehamilan 7 minggu.

Dari sisa embrio yang masih ada, beberapa bulan kemudian pasangan ini lalu mencoba lagi melakukan program kedua dan berhasil. Proses kehamilan pun dijalani dengan lancar.

Kini, Priska dan Daniel menikmati peran barunya sebagai orangtua dari bayi perempuan bernama Mudita (3 bulan).

Pasangan Priska Siagian-Daniel Hendriyanto dan buah hatinya (Dok Pribadi)

 

 

LAIN lagi cerita Alsi Megha Marsha Tengker atau lebih dikenal dengan Caca Tengker. Dia juga memilih program bayi tabung tak lama setelah menikah dengan Barry Tamin pada 2017.

"Sejak awal menikah kami sudah mengecek kondisi kesehatan reproduksi dan ternyata sama-sama bermasalah," kata Caca yang ditemui di acara Fertility Science Week yang diadakan oleh klinik Morula IVF di Jakarta (6/9).

Setelah 7 bulan mencoba kehamilan secara alami dan tidak membuahkan hasil, akhirnya Caca dan suaminya memutuskan menjalani program bayi tabung karena ingin segera memiliki anak.

"Selama menjalani program ini secara emosional memang seperti roller coaster. Tapi dukungan suami dan keluarga sangat besar sehingga tetap semangat," katanya.

Caca dan Barry kini dikaruniani bayi perempuan yang diberi nama Ansara Maisadipta Tamin yang lahir pada akhir Agustus 2018 lalu.

 

Tren Bayi Tabung

 

KISAH Priska dan Caca merupakan sebagian dari cerita pasangan yang mengalami ketidaksuburan (infertil).

Infertilitas atau ketidaksuburan adalah sebuah permasalahan sistem reproduksi yang digambarkan dengan kegagalan memperoleh kehamilan setelah berhubungan seksual teratur selama minimal 12 bulan.

Proses sperma menuju sel telur dalam upaya pembuahan.
THIKSTOCKS/PHONLAMAIPHOTO
Proses sperma menuju sel telur dalam upaya pembuahan.

Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), diperkirakan ada 4 juta pasangan usia subur yang mengalami infertilitas.

Penyebab infertilitas yang paling sering antara lain, gangguan pada sperma, sumbatan saluran telur, endometriosis, gangguan perkembangan sel telur, dan sebab yang tak dapat dijelaskan.

Menurut dr Ivan R Sini, SpOG, ada beberapa teknologi reproduksi berbantu yang bisa digunakan untuk membantu proses pembuahan, mulai dari inseminasi, injeksi sperma, hingga IVF.

"Tidak semua pasien yang berkonsultasi ke klinik bayi tabung pasti akan menjalani proses bayi tabung. Itu salah. Perlu dianalisis lebih dulu masalahnya," ujar CEO Klinik Morula IVF ini.

Dr Ivan R Sini, SpOG - (DOK PRIBADI/IVAN R SINI)

Jika penanganan gangguan reproduksi tak berhasil, program bayi tabung menjadi harapan. Angka keberhasilannya juga lebih tinggi dibanding program kesuburan lain, sekitar 40-50 persen.

Bayi tabung pertama Indonesia lahir pada 2 Mei 1988.

Di Indonesia, teknik bayi tabung pertama kali diterapkan di Rumah Sakit Anak dan Bunda (RSAB) Harapan Kita, Jakarta, pada 1987. Bayi tabung pertama Indonesia lahir pada 2 Mei 1988.

Sejumlah rumah sakit lalu mengembangkan teknik tersebut, termasuk Klinik Fertilitas Morula di RS Ibu dan Anak Bunda Jakarta, yang saat ini bernama Morula IVF Jakarta.

Pada Juni 1998, klinik ini melahirkan bayi tabung pertamanya dan kini sudah 3000 bayi yang lahir lewat proses inseminasi dan IVF di klinik yang berlokasi di Menteng Jakarta Pusat ini.

Berdasarkan Laporan Tahunan Perkumpulan Fertilisasi In Vitro Indonesia (Perfitri), angka perkembangan siklus bayi tabung di Indonesia tahun 2009-2017 mengalami peningkatan 20 persen setiap tahun.

"Sudah ada 8 juta bayi di dunia yang lahir berkat IVF, tetapi masyarakat di Indonesia belum terlalu paham bahwa ini bisa jadi solusi," kata Ivan.

Menurut dia, ada beberapa mitos keliru yang masih berkembang di masyarakat seputar bayi tabung, sehingga membuat banyak pasangan enggan melakukan program ini.

Misalnya, mitos tahapan bayi tabung lama dan juga harga yang mahal.

Faktanya, dengan perkembangan teknologi pengobatan dan laboratorium, program bayi tabung tak lagi memakan waktu lama, hanya sekitar dua minggu.

Secara umum, biaya program bayi tabung di rumah sakit di sekitar Jakarta adalah Rp 70 juta-Rp 80 juta.

"Biaya juga relatif. Kalau usia ibu masih di bawah 38 tahun, tidak perlu banyak obat hormon untuk pembesaran sel telur. Yang mahal, kan obat hormonnya," ujar Ivan.

Secara umum, biaya program bayi tabung di rumah sakit di sekitar Jakarta adalah Rp 70 juta-Rp 80 juta. Biaya ini belum termasuk biaya persalinan.

Jika pasutri sudah memahami tentang bayi tabung dengan baik, menurut Ivan, mereka akan berobat lebih awal sehingga peluangnya untuk hamil lebih besar.

Bayi Tabung, Tak Selalu Senjata Terakhir

 

PROGRAM bayi tabung sering dianggap sebagai jurus terakhir untuk memperoleh keturunan, setelah berbagai upaya lain berakhir dengan kegagalan. Padahal, ada beberapa kondisi infertilitas yang memang hanya bisa dibantu dengan bayi tabung.

Misalnya, untuk kasus kedua saluran sel telur tersumbat sehingga tidak ada tempat untuk pembuahan. Juga, kondisi sel sperma yang sangat sedikit atau jumlah sel telur yang kurang sehingga membuat peluang kehamilan menjadi kecil.

Lewat program bayi tabung, pembuahan sel telur dilakukan di luar tubuh.

Kedua contoh itu akan sia-sia jika diatasi dengan inseminasi. Lewat program bayi tabung, pembuahan sel telur dilakukan di luar tubuh. Sel telur istri diambil dari indung telur dan dibuahi dengan sperma suami yang sudah disiapkan di laboratorium.

Embrio yang terbentuk lalu ditanamkan kembali ke rahim ibu, biasanya 2-3 embrio guna memperbesar peluang kehamilan. Embrio itu diharapkan tumbuh sebagaimana layaknya pembuahan alamiah. Jika berhasil, selanjutnya akan terjadi kehamilan sampai 9 bulan.

Bila semua embrio yang ditanam berkembang semua, bisa terjadi kehamilan kembar. Kemungkinannya mencapai 20 persen.


Makin muda

Berbeda dengan satu dekade lalu, saat ini usia pasangan suami istri yang mengikuti program bayi tabung semakin muda.

"Kalau dulu biasanya pasangan suami istri keliling dulu, mencoba cara ini itu dan baru mulai di usia akhir 30-an," kata Prof Soegiharto, SpOG.

Ia menambahkan, saat ini kesadaran banyak pasangan untuk memeriksakan diri sejak awal sudah semakin baik. Bahkan, tak sedikit pasangan yang baru menikah sudah memeriksakan kondisi organ reproduksinya.

Faktor usia wanita berperan penting dalam keberhasilan bayi tabung.

Jika program bayi tabung dilakukan sebelum usia 35 tahun, angka keberhasilan pun akan lebih tinggi. Adapun pada pasangan usia 40 tahun ke atas, angka keberhasilannya sekitar 20-25 persen.

"Penyebab infertilitas dari dulu dan sekarang sama saja. Namun kalau (program) dimulai lebih awal, keberhasilannya besar," kata pakar kesuburan ini.

Ivan menambahkan, faktor usia wanita memang berperan penting dalam keberhasilan bayi tabung. Jika dilakukan di bawah usia 35 tahun, kata dia, angka keberhasilannya mencapai 50 persen.

"Wanita yang lebih muda, kondisi sel telurnya masih bagus dan banyak, jadi angka keberhasilan pembuahan lebih besar," kata Ivan. 

Tes Kesuburan Reproduksi - (KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI)

Bayi Tabung,
Bukan Tanpa Risiko

 

BAYI yang lahir dari program bayi tabung (IVF) sama saja seperti bayi yang lahir dari proses pembuahan alami, bisa tumbuh sehat dan normal. Di lain pihak, kemungkinan bayi lahir dengan kondisi cacat pun tak bisa dihindari.

Menurut penjelasan dr Ivan R Sini, SpOG, faktor usia ibu memegang peran pada kesehatan bayi yang akan dilahirkan.

Ilustrasi bayi - (THINKSTOCKS/RONNI SUGIHARTO)

"Wanita yang hamil di atas usia 38 tahun memang kondisi sel telurnya sudah tidak bagus, sehingga meningkatkan risiko bayi memiliki cacat lahir," katanya.

Setiap siklus ovulasi akan menghasilkan kondisi sel telur yang bervariasi kualitasnya.

Walau begitu, menurut dia, setiap siklus ovulasi akan menghasilkan kondisi sel telur yang bervariasi kualitasnya.

"Makanya enggak bisa diprediksi bulan depan sel telurnya lebih bagus atau tidak. Tapi bisa dilihat sejak awal bulan untuk dilakukan screening oleh dokter," paparnya.

Ivan menekankan, kedokteran bayi tabung belum bisa menyeleksi embrio yang sehat atau tidak.

"Dokter hanya membantu proses pertemuan sel telur dan sel sperma. Lalu setelah dibuahi akan dipilih embrio yang bentuknya normal. Menurut penelitian, embrio yang bentuknya normal hanya 40-50 persen yang kromosomnya normal," ujarnya.

Kelainan kromosom ini juga dapat membuat embrio yang sudah ditanam ke rahim tidak dapat berkembang lagi sehingga akan mengalami keguguran.

"Awam menyebutnya dengan embrio tidak bisa menempel di rahim, padahal itu keliru. Yang benar embrionya tidak bisa berkembang lagi karena secara alami terseleksi," katanya.

Faktor kromosom pada embrio merupakan faktor utama kecacatan janin, walau banyak juga faktor lain yang masih jadi misteri.

Setiap kemungkinan dalam program bayi tabung, lanjut Ivan, akan disampaikan kepada pasangan yang akan menjalani program ini.

"Jangan sampai nanti pasiennya malah menuntut tim dokternya. Makanya kami menyediakan konseling sejak awal dimulainya program," katanya.

Tahapan Proses IVF

 

  1. Persiapan

    Pada tahap ini dokter akan melakukan pemeriksaan awal untuk mengetahui kadar hormon dan analisa sperma, serta ada atau tidaknya penyakit menular pada ibu seperti HIV atau hepatitis.

    Dokter juga akan memeriksa masa subur dengan pemeriksaan USG atau tes darah. Dokter akan memberi tahu kapan pasien mengalami ovulasi.

  2. Terapi supresi ovulasi

    Hari pertama tahap siklus adalah saat menstruasi. Pada hari ke 2-3 haid, dokter akan mengambil sampel darah untuk memeriksa hormon.

    Pemeriksaan USG juga diperlukan untuk melihat ukuran ovarium dan ada tidaknya kista ovarium. Jika ada, dokter akan memutuskan bagaimana membuang kistanya.

  3. Merangsang indung telur

    Bila tes darah dan USG menunjukkan normal, langsang selanjutnya adalah merangsang ovarium dengan obat penyubur yang umumnya obat suntik hormon.

    Suntikan diberikan 10-14 hari. Selama proses ini, dokter akan memantau pertumbuhan dan perkembangan folikel.

  4. Pematangan oocyte

    Langkah ini adalah memicu sel telur (oocyte) mencapai tahap kematangan akhir sebelum diambil. Pertumbuhan akhir ini dipicu dengan hormon.

  5. Mengambil telur

    Sekitar 36 jam setelah mendapat suntikan, sel telur (oocyte) akan diambil. Pasien akan dibius sedikit agar rileks selama menjalani prosedur ini. Bius yang digunakan tidak sama dengan bius operasi.

    Menggunakan jarum, dokter akan mengambil oocyte untuk dipindah ke laboratorium untuk dibuahi. Jumlah yang diambil bervariasi, sekitar 8-15 oocyte.

  6. Pembuahan

    Pembuahan oocyte harus terjadi dalam waktu 12-24 jam. Suami akan diminta menyiapkan sampel semen pada pagi yang sama dengan saat dilakukan pengambilan oocyte. Kemudian semen ini akan mengalami proses pencucian untuk memisahkan sperma dari bahan-bahan lain yang ada dalam semen.

    Ahli embriologi hanya akan mengambil sperma yang benar-benar bagus, meletakkan 100.000 sperma di setiap wadah bersama dengan oocyte. Wadah ini diletakkan dalam inkubator khusus dan setelah 24 jam akan diperiksa untuk melihat tanda-tanda terjadinya pembuahan.

  7. Memindahkan embrio

    Sekitar 3-5 hari setelah dibuahi, sel telur akan dipindahkan. Pasien tidak perlu dibius. Selama pemindahan embrio, sebuah tabung tipis atau kateter akan dimasukkan melalui serviks.

    Jumlah embrio yang dipindahkan tergantung pada kualitas embrio dan kesepakatan dengan dokter sebelumnya. Biasanya 2-3 embrio akan dimasukkan.

    Setelah pemindahan embrio, pasien akan diminta berbaring selama beberapa jam dan kemudian boleh pulang. Bila terdapat cukup banyak embrio berkualitas baik yang tersisa, akan disimpan dengan cara dibekukan untuk digunakan lagi jika siklus ini tidak berhasil.

  8. Pemberian progesteron

    Di samping pemberian progesteron, tidak ada lagi yang dilakukan selama dua pekan ke depan setelah pemindahan embrio. Selama periode menunggu kehamilan ini merupakan masa yang menegangkan bagi pasien dibanding masa dua pekan terapi.

    Selama menunggu terjadinya kehamilan, dianjurkan untuk mengurangi kegiatan fisik walau tidak perlu bedrest, serta berpikiran positif—yang lebih mudah dikatakan daripada dilakukan.

  9. Tes kehamilan

    Sekitar 9-12 hari setelah pemindahan embrio, akan dilakukan tes kehamilan. Bila hasilnya positif, pasien akan diberi suplementasi progesteron untuk beberpaa pekan. Dokter juga akan melakukan USG untuk melihat kondisi kehamilan.

Sumber: Buku "Bayi Tabung, Mempersiapkan Kehamilan", ditulis oleh Dr Ivan R Sini, SpOG