JEO - Peristiwa

Jangan Tambah Sakiti Pasien Kanker
dengan Kalimat Kepo Salah Alamat

Selasa, 4 Februari 2020 | 19:59 WIB

Berempati boleh saja, bahkan mungkin harus. Namun, jangan sampai salah diksi dan atau ekspresi yang malah menyakiti. Ini ungkapan para survivor kanker.

PERASAAN sedih, marah, bingung, dan putus asa, datang "satu paket" dengan diagnosis kanker yang disampaikan dokter.

Untuk seseorang yang didiagnosis kanker, akan sangat membantu jika teman atau keluarga bisa memberikan kenyamanan dan dukungan.

Caranya, hadirlah untuk mereka. Bagaimana pula itu?

Bagi kita secara umum, memang terkadang sulit atau bingung untuk memulai percakapan dengan seseorang yang menderita kanker. Kendati begitu, hadir untuk mereka tetap lebih baik ketimbang menjauh. 

Meski begitu, banyak pula dari kita yang sadar atau enggak sadar malah mengucapkan kalimat-kalimat tak tepat saat bertemu dengan pejuang kanker ini.

Dari sisi para pasien dan pejuang kanker, apa kalimat dan gestur yang mereka harapkan dari siapa pun yang ada dan datang kepada mereka?

Pasien kanker payudara Radian Suksmasari atau akrab disapa Dian, mengakui banyak orang yang belum tahu bagaimana cara yang tepat untuk berbicara dengan pasien kanker.

Alih-alih memberi semangat, banyak orang yang justru menyampaikan hal-hal yang membuatnya kesal.

"Menurutku, kalimat 'Sabar ya' itu tidak usah. Ketika kita divonis kanker, kita saja sudah cukup sabar menerima kenyataan," kata Dian.

Sebagian besar kanker memang belum diketahui penyebabnya.

Wanita yang sedang menjalani pengobatan untuk kanker yang menyebar ke otak dan tulang belakangnya ini menambahkan, terkadang awam juga sering memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat memojokkan pasien kanker.

"Biasanya pada nanya, 'Emang kamu dulunya kayak gimana, kok bisa kena kanker?' Kesannya kok malah menyalahkan. Kita pun enggak punya jawabannya," ujar wanita yang bekerja sebagai jurnalis di salah satu media online ini.

Sebagian besar kanker memang belum diketahui penyebabnya. Pencegahan utama kanker adalah gaya hidup sehat, olahraga rutin, dan mengonsumsi makanan sehat.

Kendati begitu, kanker bisa menyerang siapa saja tanpa pandang bulu. Orang yang selama ini merasa gaya hidupnya sehat pun bisa saja terkena kanker.

Pasien kanker memang kerap mendapat pertanyaan dari orang-orang yang menjenguknya. Tentu mereka lelah menjawab pertanyaan sama yang berulang-ulang didengarnya dan jawabannya pun tidak ia ketahui dengan pasti.

Yang dibutuhkan pasien kanker adalah dukungan semangat.

Dian mengatakan, yang dibutuhkan pasien kanker adalah dukungan semangat agar tidak putus asa menjalani pengobatan dalam upaya menjinakkan kanker.

"(Kepada kami) sebagai survivor, cukup sampaikan, 'Semangat ya, semoga pengobatannya berjalan lancar, semoga selalu mendapatkan yang terbaik. Itu saja sudah cukup," kata dia, Jumat (31/1/2020).

Kata-kata yang memberikan afirmasi positif dan menenangkan, bagi Dian akan memberikan suntikan semangat dalam menjalani rangkaian pengobatan termasuk efek kemoterapi yang tidak menyenangkan.

Dian mengaku beruntung karena keluarga dan teman-teman dekatnya selama ini selalu ada untuk mendukungnya.

"Terkadang juga yang kami butuhkan adalah pemakluman. Tolong dimaklumi kalau sehabis kemoterapi dan berbagai treatment jadi teler, tidak bisa ngapa-ngapain," katanya.


Pahami betapa beratnya pengalaman hidup dengan kanker bagi seseorang. Karena itu kita harus berhati-hati memilih kata agar bisa menunjukkan dukungan tanpa bersikap mengabaikan atau menghindari topik.

Ikuti informasi seputar kanker dalam Liputan Khusus Asa Penderita Kanker di Kompas.com melalui link ini.

Jika tidak tahu harus berkata apa, jadilah pendengar aktif. Ini adalah cara yang tepat untuk menunjukkan kita memahami perasaan dan kata-kata yang disampaikan. 

Untuk menjadi pendengar aktif, kita perlu memberikan seluruh perhatian, hindari memikirkan respons apa yang akan disampaikan setelahnya, atau mendesak orang tersebut cepat-cepat menyelesaikan ucapannya untuk kita langsung menyimpulkan.

Di antara sejumlah kalimat yang bisa disampaikan untuk memberikan dukungan kepada penderita kanker:

Sebaliknya, kalimat yang tidak membantu:

Pengalaman tidak menyenangkan berhadapan dengan kalimat-kalimat yang terlontar dari penjenguk juga dihadapi Yeti Trisnawati.

Pejuang kanker rahim stadium IIIB ini mengaku kerap ditanya beragam pertanyaan seperti:

"Saat menulis ini saya terus terang geli sendiri," ujar dia dalam salah satu unggahan status di linimasa media sosial miliknya.

Menurut Yeti, pertanyaan pertama hingga kedelapan semestinya ditanyakan kepada dokter daripada kepada penderita kanker.

Baca juga di Kompas.id: Pola Hidup Masih Tinggi Risiko Kanker

Jangankan menjawab, pertanyaan di kepala pasien kanker bisa jadi lebih banyak lagi mengapa dirinya sampai terkena kanker.

"(Kami) tahunya sakit, stadium berapa, harus operasi, terus kemo, radiasi, bayar," ujar dia.

Dalam perbincangan dengan Kompas.com, Yeti bahkan mengaku salah satu harapan terbesarnya ketika bertemu dokter adalah mendapatkan penjelasan rinci seputar penyakitnya.

Adapun dua pertanyaan terakhir, ujar Yeti, sebaik apa pun maksud pertanyaan itu tetapi jika ditelisik lebih lanjut justru makin menambah beban pasien kanker.

"Tahu apa kita soal hubungan orang lain dengan Tuhannya, juga tentang kadar keimanannya?" kecam dia. 

Padahal, tutur dia, pasien kanker apalagi stadium lanjut sudah setiap waktu harus berhadapan dengan nyeri, ngilu, dan perubahan ekstrem kondisi tubuh.

Karenanya, ungkap Yeti, kepedulian harus ditunjukkan dengan lebih bijak.

"Cukup tunjukkan dengan kasih sayang, penerimaan, dan empati. Ciptakan suasana penuh cinta, ceria, dan sentuhlah pejuang kanker dengan lembut," sebut dia.

Di tengah deraan kanker rahim yang sekitar setahun lalu masih berstadium IIA, Yeti menyebut ada tantangan edukasi yang jadi persoalan kita bersama.

Dia pun berpendapat, banyak kalimat bermaksud baik tetapi bisa ditangkap sebaliknya itu dapat saja sebenarnya adalah cara orang ingin tahu alias kepo.

Ikuti informasi seputar kanker dalam Liputan Khusus Asa Penderita Kanker di Kompas.com melalui link ini.


Kanker, kata dia, bukan lagi masalah degeneratif. Ada banyak faktor yang dapat memicu kanker. 

"Keseharian kita sangat dekat dengan kanker. Siapa pun bisa mengalaminya," tegas dia.

Hanya segelintir pasien yang dapat memperoleh layanan kesehatan maksimal saat terdiagnosis kanker.

Sayangnya, ujar dia yang berlatar belakang dunia pendidikan dan parenting, edukasi dan layanan kesehatan masih gagap menghadapi makin banyaknya kasus kanker di masyarakat.

Belum lagi, perawatan kanker juga cenderung butuh biaya banyak. Hanya segelintir pasien yang dapat memperoleh layanan kesehatan maksimal saat terdiagnosis kanker. Selebihnya pasrah atau menjajal beragam pengobatan alternatif yang sejauh ini tak ada uji empirisnya.

"Ada banyak orang di luar sana yang tak dapat bersuara, di tengah himpitan biaya dan kesakitan," ujar dia.

Seperti banyak hal di masyarakat dengan budaya tutur seperti kita, terlalu banyak hal terkait kanker yang dianggap tabu. Yeti berpendapat, kanker seharusnya makin sering dibahas agar setiap orang lebih mawas mencegah dan melakukan pencegahan dini kanker.

"Makin kita sering bicara dan berbagi informasi, makin terang pula tabir yang menyelimuti kanker," harap dia.

Selama banyak hal belum terungkap atau mendapatkan solusi, Yeti berharap ekspresi penuh empati baik dalam diksi maupun gestur bisa lebih menjadi pilihan masyarakat ketika bertemu para pejuang kanker.

"Tidak ada yang mau secara sadar menjalani ujian ini. Jadi, bagi Anda yang diuji dengan kesehatan dan vitalitas sempurna, tetaplah menjaga dan merawat diri," pesan Yeti.

4 Februari adalah Hari Kanker Dunia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menggaungkan kampanye menggunakan slogan "I am and I will" untuk menggugah empati dan kepedulian publik terhadap para penderita kanker.

Beragam kalangan turut serta menggaungkan kampanye ini, termasuk para artis top dunia dalam video berikut ini:

Bertepatan pula dengan Hari Kanker Dunia tersebut, Harian Kompas, Kompas.com, Kompas TV, dan Kontan, menggulirkan peliputan bersama dengan tema "Asa Penderita Kanker".

Ikuti informasi seputar kanker dalam Liputan Khusus Asa Penderita Kanker di Kompas.com melalui link ini.

Adapun Kompas TV menyajikannya melalui program Berkas Kompas yang tayang pada 4 Februari 2020 pukul 22.00 WIB.