JEO - Lifestyle


Pasang Kawat Gigi,
Jangan Cuma
Asal Mau Bikin Rapi

Kamis, 6 September 2018 | 18:01 WIB

Harga tidak dapat menjadi patokan untuk menentukan lokasi perawatan dan pemasangan kawat gigi. Apa saja yang perlu jadi perhatian sebelum dan selama menjalani perawatan dan pemasangan kawat gigi? 

 

DERETAN gigi yang tidak beraturan memang bisa menurunkan rasa percaya diri. Lebih dari itu, gigi geligi yang tidak rapi dapat mengganggu proses pengunyahan dan pembersihan gigi.

Untungnya, kemajuan teknologi telah mengembangkan prosedur merapikan posisi dan mempercantik tampilan gigi. Salah satunya, dengan pemasangan kawat gigi atau behel.

Pembenahan gigi dengan pemasangan kawat (ortodonti) bukan cuma baik dari kacamata estetika, melainkan berguna juga untuk memperbaiki fungsi gigi, pengunyahan, dan stabilisasi.

Mengunyah merupakan langkah pertama dari proses mencerna makanan. Kalau gigi berlekuk-lekuk, susah untuk mengunyah makanan dengan semestinya.  Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat mengakibatkan proses mencerna tidak beres.

Gigi yang tumbuh tak beraturan juga cenderung lebih sulit dibersihkan dibanding dengan gigi yang rapi. Dari segi ini saja,  kawat gigi memberi keuntungan dalam segi perawatan gigi, termasuk di dalamnya terhadap kemungkinan terjadinya lubang dan penyakit gusi.

Ilustrasi perawatan kawat gigi - (THINKSTOCKS/GEMALBARRA)

Menurut para ahli di AS, ortodonti dalam jangka panjang membantu pula mencegah infeksi mulut—salah satu penyebab penyakit jantung.

Namun, ada sejumlah hal yang perlu diketahui sebelum dan selama menjalani perawatan dan pemasangan kawat gigi. Sejumlah contoh kasus dapat juga menjadi pelajaran. Apa sajakah itu?

Untuk memudahkan navigasi, JEO ini dibagi dalam lima seksi, yaitu:

  JANGAN ASAL
 PILIH  

 

MEMASANG behel memang harus siap merogoh kocek mulai jutaan rupiah hingga belasan juta rupiah, belum termasuk biaya kontrol bulanan.

Untuk mengakalinya, banyak orang yang memakai behel karena kebutuhan atau sekadar ikut tren pergi ke tukang gigi atau sembarang dokter gigi dengan alasan biaya yang lebih murah.

Padahal, tidak semua dokter gigi—apalagi tukang gigi—bisa memasangkan behel dengan benar. Dokter khusus yang dapat melakukannya adalah dokter gigi spesialis ortodonti (Drg Sp Ort) atau ortodontis.

Jika tidak ditangani oleh profesional di bidangnya, pasang kawat gigi ini tak cuma hasilnya tetap tidak rapi tetapi yang terburuk juga bisa menyebabkan infeksi.

Ilustrasi hasil rontgen dan perkakas perawatan kawat gigi - (THINKSTOCKS/SERR NOVIK)

Warni (bukan nama sebenarnya), misalnya, punya cerita buruk soal ini. Sudah sekitar 1,5 tahun dia menjalani perawatan kawat gigi namun hasilnya tak sesuai harapan. Ia pun mengaku menyesal melakukan perawatan di dokter gigi yang bukan spesialis ortodonti.

Tak sedikit yang memasang kawat gigi bukan di dokter yang kompeten.  

Perkembangan perawatan pun dia nilai lamban. Padahal, secara umum pemasangan kawat gigi lebih dari setahun semestinya sudah mulai tampak hasilnya.

“Ada sih perubahan, tapi slow progress,” kata perempuan yang tinggal di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan itu.

Rekomendasi dokter gigi tersebut didapatkannya dari sepupu. Setelah bertanya-tanya, akhirnya ia memutuskan menjalani perawatan kawat gigi di sana.

Sempat terpikir untuk mencari klinik dokter spesialis ortodonti, pada akhirnya ia tetap berlabuh menjalani perawatan di tempat itu.

“Dia spesialis gigi anak, gitu, tapi kayak yang sudah biasa pasang behel (kawat gigi),” tuturnya.

Warni tidak sendirian. Faktanya, tak sedikit yang memasang kawat gigi bukan di dokter yang kompeten.  

Risna, salah satunya. Dia merawat giginya di sebuah klinik dekat rumahnya di Bogor. Dokter itu bukan spesialis ortodonti, melainkan masih bergelar drg alias lulusan pendidikan kedokteran gigi (S1).

Kejadian serupa terjadi pula pada Nisa yang melakukan perawatan kawat gigi di klinik dekat rumahnya di Bandung. Menurut dia,  dokter gigi yang merawatnya belum bergelar ortodontis saat ia memulai perawatan pada 2011.

“Sekarang sih sudah spesialis ortodontis, jadi harganya lebih mahal,” kata Nisa.

 

Kenapa harus ke ortodontis?

Berbeda dengan dokter gigi umum, ortodontis mempelajari pertumbuhan serta perkembangan tulang rahang dan wajah yang dapat memengaruhi posisi gigi.

Ketika seorang spesialis mengerjakan perawatan di luar spesialisasinya, sebetulnya ia tak memiliki kompetensi di bidang itu.

 “Sesuai dengan kompetensinya, perawatan ortho hanya boleh dilakukan ortodontis,” kata dokter spesialis ortodonti yang berpraktik di Kupang, Melissa Yolanda Komala, kepada Kompas Lifestyle.

Kedokteran gigi terbagi menjadi beberapa bagian. Konservasi gigi, misalnya, fokus menangani masalah penambalan gigi, perawatan saluran akar gigi, dan perawatan lainnya untuk mempertahankan gigi. Ada pula pedodonti, pendidikan untuk spesialis gigi anak.

Setiap bagian memiliki kompetensi masing-masing. Ketika seorang spesialis mengerjakan perawatan di luar spesialisasinya, sebetulnya ia tak memiliki kompetensi di bidang itu.

Melissa menjelaskan, perawatan oleh spesialis ortodonti dilakukan berdasarkan standar prosedur perawatan sehingga lebih tepat dan aman. Peralatan yang digunakan sepanjang perawatan pun berstandar ISO.

Menurut Melissa, masyarakat harus lebih kritis dalam menentukan tempat perawatan kawat gigi, tak sekadar asal pilih dan mengikuti rekomendasi orang terdekat.

“Masyarakat seharusnya lebih kritis sekarang, karena ortodontis telah mendalami ilmu perawatan ortho bertahun-tahun bukan hanya sertifikasi yang bisa didapatkan beberapa hari atau bulan,” ujarnya.

 

 RISIKO "NGASAL"
 PASANG
 KAWAT GIGI
 


DOKTER
spesialis ortodontik sekaligus dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Nada Ismah, menyebutkan,  jika pemasangan kawat gigi dikerjakan bukan oleh ortodontis maka bisa saja ada prosedur yang terlewat.

Contoh yang dapat terlewat, sebut dia, adalah prosedur foto ekstra dan intra oral atau rontgen sebelum perawatan. Atau, kasus lainnya ketika dokter tersebut melakukan prosedur rontgen lengkap namun tidak menjadikannya sebagai acuan perawatan kawat gigi.

Pemasangan kawat gigi membutuhkan keahlian khusus dan harus dilakukan oleh dokter spesialis ortodonti. Sebab, ada teknik dan prosedur yang harus dipenuhi dalam proses perawatan.

Pemasangan kawat gigi yang asal-asalan alih-alih membuat gigi menjadi rapi, malah bisa menyebabkan susunan gigi yang tidak karuan.

Nada memperlihatkan dua contoh pasiennya yang sempat menjalani perawatan kawat gigi oleh dokter yang bukan spesialis ortodonti.

    1. Adi (bukan nama sebenarnya) pernah memasang kawat gigi di tukang gigi.
      Kasus gigi Adi - (Dok Pribadi/NADA ISMAH)
    2. Kasus lainnya dialami Ayu (bukan nama sebenarnya), yang juga memasang kawat gigi di tukang gigi.
      Kasus gigi Ayu- (Dok Pribadi/NADA ISMAH)

Cuma lima kampus

Pendidikan untuk spesialis ortodontis saat ini baru tersedia di lima universitas negeri di Indonesia. 

Kelima kampus tesebut adalah Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Indonesia (UI), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Terlepas dari lima itu belum ada pendidikan spesialis (ortodontis),” kata Nada.

Menurut Nada, Universitas Trisakti sempat membuka pendidikan ortodontik, namun lulusannya bukan bergelar spesialis melainkan magister.

Pada jenjang S1, para mahasiswa kedokteran gigi memang mempelajari perawatan ortho, namun sifatnya masih di permukaan dan penggunaan alat terbatas pada alat lepas.

“Makanya, masyarakat jangan salah alamat untuk meminta permohonan perawatan (kawat gigi). Karena, banyak dokter gigi umum yang melakukan perawatan, bahkan mungkin dokter spesialis (bidang) lain,” ujarnya.

 JALAN PANJANG
 PERAWATAN
 KAWAT GIGI 


BUKAN
cuma mengeluarkan biaya yang tidak murah, merapikan gigi dengan kawat gigi juga dapat butuh proses yang panjang, tergantung pada masalah giginya.

Pada awal pemasangan behel, pasien mungkin akan mengalami rasa tidak nyaman, kaku, bahkan rasa nyeri saat mengunyah. Proses adaptasi ini bisa terjadi selama beberapa minggu dan setelahnya rasa nyeri akan hilang.

Perawatan kawat gigi setidaknya harus melalui prosedur perawatan sebagai berikut:

  1. Konsultasi

    Pada tahap ini, pasien membawa keluhannya ke dokter spesialis ortodonti dan menyampaikan ingin giginya dirapikan. Tahap ini memerlukan durasi kunjungan yang cukup panjang. Sebab, dokter akan menanyakan motivasi pasien melakukan perawatan, keluhan yang dirasakan, dan hal-hal lainnya yang diperlukan pada proses perawatan.

    Dokter juga akan menceritakan perawatan yang akan ditempuh, lama perawatan, hingga biaya yang harus dikeluarkan pasien. Penjelasan tentang prosedur dan biaya adalah yang terpenting. Tindakan juga tidak langsung dilakukan pada hari yang sama.

  2. Rontgen

    Pasien ortho harus melakukan dua kali rontgen, yakni rontgen panoramic dan rontgen kepala. Dalam tahapan ini, dokter akan mendalami apakah pasien hanya mengalami masalah di gigi geligi atau hingga permasalahan rahang. Sebab, perawatan ortodontik hanya untuk memperbaiki gigi geligi.

    Jika pasien mengalami masalah kesehatan gigi lainnya, dokter gigi akan menyarankan pasien untuk membereskan masalah tersebut di dokter gigi dengan latar belakang bidang yang sesuai terlebih dahulu.

    Untuk masalah rahang seperti gigi tonggos (kondisi rahang maju), misalnya, penanganan harus dikerjakan oleh dokter spesialis bedah mulut. Lalu, untuk masalah rahang akan dikerjakan oleh dokter spesialis prostodonti, dan lainnya.

  3. Pemasangan

    Pada tahap ini, pasien akan dipasangkan alat-alat persiapan, seperti cincin gigi, bracket, wire (kawat). Di sini, pasien juga akan mendapatkan pertimbangan apakah pemasangan bracket akan dilakukan bersamaan atas-bawah atau salah satunya didahulukan.

  4. Tahap perawatan

    Tahapan perawatan adalah yang paling lama dan berlangsung kurang lebih dua tahun. Namun, hal ini bergantung pada beberapa hal, misalnya tingkat kooperatif pasien atau hambatan lainnya. Selama perawatan, pasien diinstruksikan datang kontrol sekitar 3-4 minggu sekali.

  5. Pascaperawatan

    Setelah perawatan selesai, pasien tetap harus rajin menggunakan retainer. Ini adalah alat seperti plastik transparan yang berfungsi mempertahankan hasil perawatan setelah bracket dilepas.

    Pada kondisi tersebut, penulangan gigi belum sempurna, sehingga harus dipertahankan menggunakan retainer hingga kondisinya stabil. Retainer digunakan hingga kurang lebih dua tahun dengan durasi pemakaian minimal delapan jam secara kontinyu.
Ilustrasi Perawatan Kawat Gigi - (THINKSTOCKS/ZLIKOVEC)


Tipe Kawat Gigi

Ada beberapa jenis kawat gigi atau behel untuk memperbaiki kerapihan dan fungsi pengunyahan gigi. Yang paling sering ditemui di klinik dokter gigi adalah ketiga tipe ini.

  1. Kawat gigi tetap (fixed appliances)

    Tipe permanen ini adalah tipe yang paling populer. Gigi yang sudah dipasang braces hanya bisa dibuka oleh dokter selama masa perawatan.

    Kawat gigi permanen kini terbuat dari bermacam material, mulai dari metal atau stainless steel, ceramic, dan yang dipasang di antara gigi sehingga tidak terlihat. Namun, pada dasarnya fungsinya sama.

    Saat ini yang sedang populer adalah kawat gigi dengan warna transparan atau bening. Terbuat dari bahan kristal, kawat gigi jenis ini biasanya dipilih oleh mereka yang ingin tampilan giginya tetap terlihat natural selama masa perawatan ortodonti.
  1. Kawat gigi yang bisa dilepas

    Biasanya digunakan untuk memperbaiki kasus ortodonti ringan sampai sedang. Kawat gigi jenis ini hanya boleh digunakan setelah pemeriksaan komprehensif dari dokter gigi.

  2. Retainer

    Hampir semua pasien ortodonti membutuhkan retainer setelah kawat gigi dilepas. Tujuan penggunaannya, agar bentuk gigi yang sudah rapi tidak berubah lagi ke posisi semula (relapse). Ada dua jenis retainer, yaitu yang permanen atau yang bisa dilepas.

 DO AND DON'TS 

BERKOMITMEN menjalani perawatan ortodontik berarti juga harus siap repot. Mereka yang menggunakan kawat gigi tentunya perlu melakukan usaha ekstra untuk menjaga kebersihan giginya.

“Harus menjaga kebersihan mulut dengan baik selama menjalani perawatan,” kata Melissa.

Ilustrasi Perawatan Kawat Gigi - (THINKSTOCKS/LUCKY BUSINESS)

Tak hanya kebersihan gigi saat menjalani perawatan, tapi gigi juga harus ada dalam keadaan bersih dan sehat sejak sebelum perawatan dimulai.

Pasien ortho berkewajiban menambal semua gigi berlubangnya terlebih dahulu, mencabut gigi yang diperlukan, melepas gigi tiruan, serta scaling atau pembersihkan karang gigi jika diperlukan.

Gigi yang sedang dirawat ortho juga cenderung lebih mudah kotor karena sisa makanan rawan terselip, sehingga pasien harus lebih rajin menyikat gigi.

“Motivasi harus tinggi dan siap repot. Siap sakit kalau giginya ditarik-tarik (oleh kawat),” ucap Nada.

Di samping itu, pasien ortho juga diimbau untuk menghindari menggigit makanan keras secara langsung.

“Enggak bisa krauk apel, gigit tulang ayam. Jadi, (makanan itu) dipotong dulu baru dimakan. Makan jangan yang keras-keras, (makanan) jangan ditarik-tarik (pakai gigi),” tambahnya.

 

 HITUNGAN BIAYA 

 

NAH, ini hal yang paling harus diantisipasi oleh setiap orang yang berkeinginan melakukan perawatan kawat gigi, yaitu biaya.

Harga pemasangan dan perawatan kawat gigi memang beragam. Namun, perawatan kawat gigi juga bukan berarti pemasangan kawatnya saja, lho.

Perawatan kawat gigi juga bukan berarti  pemasangan kawatnya saja.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ada beberapa tahap yang harus dilalui seorang pasien ortho sebelum sampai ke tahap pemasangan kawat gigi.

Misalnya, tindakan penambalan gigi. Ketika dilakukan di klinik, penambalan gigi bisa berkisar ratusan ribu rupiah hingga jutaan rupiah, tergantung kasusnya.

Harga bisa lebih murah jika penambalan dilakukan di Puskesmas atau dilakukan oleh mahasiswa Kedokteran Gigi. Namun, terkadang waktu yang dialokasikan juga bakal lebih banyak.

Gigi harus benar-benar dalam kondisi bersih dan sehat pada saat pemasangan kawat dilakukan. Lubang gigi sekecil apa pun harus ditambal. Bayangkan, bisa berapa jumlah gigi yang perlu ditambal hingga bersih dan sehat?

Setelah tahap persiapan selesai, pasien akan masuk ke tahap pemasangan. Kawat gigi tidak begitu saja dipasangkan, tetapi harus ada alat yang dipasang terlebih dahulu seperti cincin gigi dan bracket.

Setiap alat memiliki harga yang variatif pula tergantung pilihan tempat perawatan dilakukan. 

Masuk ke pemasangan kawat gigi, mungkin inilah yang terberat. Kompas Lifestyle sempat mengumpulkan data tarif pemasangan kawat di sejumlah klinik di Pulau Jawa. Harganya sangat variatif dalam kisaran Rp 3 juta hingga Rp 15 juta. 

Ilustrasi biaya untuk perawatan kawat gigi - (THINKSTOCKS/MARGOTPICS)

Harga dipengaruhi beberapa faktor, mulai dari tingkat kerumitan kasus, lokasi klinik, hingga kompetensi dokter. Ingat, tak semua pasien ortho melakukan perawatan kawat gigi di klinik dokter spesialis ortodonti.

Harga dipengaruhi beberapa faktor, mulai dari tingkat kerumitan kasus, lokasi klinik, hingga kompetensi dokter.

Nada mengimbau masyarakat untuk tak tergiur dengan harga pemasangan kawat gigi yang murah. Harga, menurut dia tak bisa dijadikan patokan. Hal yang bisa dijadikan patokan, sebut dia, dokter yang menangani adalah dokter spesialis ortodonti atau bukan.

 “Ada juga yang harganya jauh di atas. Masyarakat Indonesia kan kadang (mendapati harga) semakin mahal, semakin percaya diri. Jadi harga bukan menjadi patokan,” tutur Nada. 

Jenis kawat pun bisa jadi menentukan harga pemasangan. Nada menjelaskan, dari segi material kawat gigi dibagi menjadi dua, yaitu translucent dan metal.

Dari sistem pergerakannya, kawat dibagi menjadi dua juga, yaitu self-ligating dan active-ligating. Adapun dari sisi letak, kawat gigi terbagi menjadi dua, yakni depan dan lingual braces.

Lingual braces bisa sampai Rp 40 juta untuk pemasangannya saja,” jelas Nada.

 

Mau agak lebih murah?

Jika ingin harga lebih ramah kantong, pemasangan gigi oleh residen (mahasiswa program studi pendidikan dokter spesialis) ortodontik bisa menjadi pilihan.

Sebagai gambaran, pemasangan kawat gigi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) Universitas Padjadjaran oleh dokter residen butuh biaya berkisar Rp 2,6 juga hingga Rp 3,6 juta.  

Lalu, tarif pemasangan di Klinik Paviliun Khusus RSGM FKG UI adalah Rp 12 juta jika dilakukan oleh dokter spesialis. Adapun pemasangan oleh residen di RSGM FKG UI bisa lebih murah.

“Kalau di klinik peserta spesialis, (biaya) bisa sekitar 50 persennya. Tapi jangan khawatir. Meski (dilakukan oleh) residen, (perawatan) tetap di bawah pengawasan dokter spesialis,” ucap Nada.

Pasien juga perlu sedikit bersabar ketika menjalani pemasangan kawat gigi oleh residen. Sebab, RSGM rata-rata hanya buka pada hari dan jam kerja. Selain itu, harganya yang miring membuat kita harus bersedia mengantre panjang.

“Kasus yang ada juga harus didiskusikan dulu, sedangkan diskusi kan butuh waktu dan ngantre antar-mahasiswa,” tuturnya.

Meski perawatannya mahal, tata letak gigi yang tidak rapi sebenarnya bisa berpengaruh pula pada masalah gigi lainnya. Gangguan sendi rahang (clicking), misalnya, bisa diatasi salah satunya dengan perawatan ortodonti.

Di balik harga yang mahal juga ada harga tanggung jawab. Perawatan kawat gigi bukanlah perawatan yang murah dan singkat. Diperlukan komitmen penuh, baik dari pasien maupun dokter, untuk menyelesaikannya.

“Kenapa mahal? Karena ada harga responsibility. Kalau nambal gigi kan pasien tidak harus balik. Sedangkan ini ada suatu keterikatan, bayar mahal jadi harus balik lagi supaya gigi rapi. Dokter pun akan bekerja semaksimal mungkin,” kata Nada.

Nah, ternyata perawatan kawat gigi bukan soal ingin bikin gigi rapi saja, bukan?