Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitos Seputar Terapi Alternatif untuk Kanker

Kompas.com - 25/01/2008, 22:06 WIB

JAKARTA, JUMAT - Berbagai mitos seputar terapi alternatif dan komplementer untuk mengatasi penyakit kanker bisa menyesatkan. Mitos-mitos ini populer di kalangan masyarakat dan banyak diyakini dapat menggantikan terapi medis. Padahal, khasiat terapi alternatif seperti diet, nutrisi dan suplemen masih belum dapat dibuktikan secara ilmiah.

Ahli bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais, Walta Gautama, dalam diskusi yang dihadiri para pasien dan keluarga penderita kanker, Jumat (25/1) petang, di auditorium RS Mitra Kelapa Gading, Jakarta, menyatakan, terapi yang aman adalah terapi yang memiliki dasar ilmiah dan dapat dibuktikan melalui uji klinis pada manusia.

Selama ini beredar mitos seputar diet, nutrisi atau suplemen sebagai terapi alternatif dan komplementer untuk kanker. Vitamin A, misalnya sering dianggap dapat meningkatkan daya tahan tubuh pasien kanker. Faktanya, penelitian membuktikan pemberian vitamin A dosis tinggi dan berkepanjangan meningkatkan perkembangan kanker prostat dan angka kejadian kanker paru pada kelompok risiko tinggi.

Sementara vitamin C dianggap antioksidan yang dapat mencegah kanker, dan perlu diminum per oral dosis tinggi agar lebih banyak diserap tubuh. Kenyataannya, vitamin C per oral gagal memperbaiki secara klinis gejala kanker,  tidak ada hasil penelitian yang membuktikan vitamin itu dapat menyembuhkan kanker. Vitamin itu justru dapat mengganggu efek radiasi dan kemoterapi terhadap sel kanker.

Makrobiotik atau diet hampir vegetarian juga dianggap dapat mencegah kanker. Diet ini dilakukan dengan memperbanyak konsumsi sayuran dan biji-bijian, menghindari daging, telur dan susu. Penelitian menunjukkan hubungan antara diet makrobiotik dengan penurunan risiko kanker, tetapi peran makrobiotik untuk pengobatan kanker belum cukup diteliti.

Diet itu juga dapat menurunkan kadar hormon estrogen dalam sirkulasi darah perempuan sehingga menurunkan risiko kanker yang tergantung hormon. ”Beberapa komponen makrobiotik dapat mengubah metabolisme beberapa obat. Bawang putih, misalnya, mengganggu metabolisme obat kemoterapi, anti jamur, anti darah tinggi. Sedangkan ginkgo biloba: mengganggu metabolisme obat kemoterapi, obat diabetes,” kata Walta.

Ia menambahkan, mitos seputar tanaman herbal yang populer di Indonesia seperti mahkota dewa, buah merah, buah mengkudu, dan tapak dara untuk terapi alternatif dan komplementer bagi pasien kanker juga sering menyesatkan. Dalam jurnal internasional onkologi bahkan disebutkan, efek antioksidan buah mahkota dewa itu dapat mengganggu efek kemoterapi dan radiasi.

Sementara diet tinggi serat dapat mencegah kanker saluran cerna misalnya kanker lambung, kanker usus besar, dan kanker yang tergantung hormon seperti kanker payudara dan kanker prostat. Hasil penelitian tentang efek protektif buah dan sayuran terhadap kanker masih simpang siur. ”Diet yang terlalu ekstrim justru memperburuk survival pasien kanker,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com