Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkomunikasi dengan Anak, Sulitkah?

Kompas.com - 02/03/2008, 01:52 WIB

Sawitri Supardi Sadarjoen 
psikolog

Kebanyakan orangtua berpendapat, kalau anaknya pendiam atau sibuk bermain sendiri, berarti anaknya manis, penurut, mandiri, dan tidak perlu mendapat perhatian khusus.

Sementara kebanyakan orangtua yang disibukkan oleh anak yang sangat rewel, sering memberi sebutan anak itu nakal, banyak maunya, dan tidak menurut.

Terhadap anak yang pendiam, mandiri, dan selalu menyiapkan keperluan sekolah sendiri, orangtua merasa segala hal sudah tercukupkan karena anak tersebut memang pada dasarnya anak manis yang penurut dan tahu akan kewajibannya.

Namun, dapat terjadi orangtua dikejutkan perilaku anak yang semula manis, penurut, dan tahu kewajiban tersebut tiba-tiba mogok sekolah, tidak kooperatif, serta menunjukkan sikap melawan orangtua. Apa pun yang disarankan orangtua seolah mental dan tidak berpengaruh. Anak jadi mengurung diri dan baru keluar kamar bila lapar atau perlu ke kamar mandi.

Orangtua menjadi bingung. Anak dimarahi dan dibentak dengan ungkapan, ”Ngomong dong, ada apa, kenapa enggak mau sekolah!” Bahkan dipukul sekalipun anak bergeming, malahan bisa mengatakan, ”Bunuh saja saya sekalian.” Walaupun, setelah beberapa saat anak akhirnya mau membuka mulut, menceritakan sepintas kenapa dia mogok sekolah.

Ternyata anak mendapat pelecehan dari teman-teman di kelas, dimusuhi sebagian besar teman kelasnya, bahkan dikata-katai. Tekanan emosional yang dialami anak sudah sedemikian besar dan tidak tertanggulangi lagi sehingga anak memutuskan mogok sekolah. Apa pun upaya orangtua dan guru untuk menarik kembali anak ke sekolah tidak berhasil. Anak tetap mengurung diri dengan konsekuensi tidak naik kelas. Sementara untuk pindah sekolah dan tidak naik kelas menuntut upaya khusus bagi anak dalam beradaptasi. Masalah semakin kompleks bagi anak di kemudian hari, apalagi bila kemudian ia juga mengalami kesulitan adaptasi dengan lingkungan baru.

Menyimak kasus anak mogok sekolah tersebut, kita dapat menyimpulkan, di balik perilaku mogok sekolah yang dilakukan anak tersebut, tersirat masalah yang lebih serius, yaitu kenyataan selama ini anak mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orangtua.

Andaikan anak terbiasa terbuka kepada orangtua dan mampu dengan lancar mengutarakan perasaan dan pengalaman di sekolah, maka sebelum masalah yang dialami menjadi separah itu, orangtua dengan cepat bisa meminta guru membantu anak mengatasi masalah pelecehan yang dilakukan teman sekelas terhadap anak tersebut sehingga terhindar dari kemungkinan ekses dari pelecehan tersebut terhadap kelanjutan studi anak.

Yang terpenting, anak merasa didengar dan didukung orangtua manakala ia membutuhkan. Perasaan ini merupakan esensi dari rasa aman anak yang dibutuhkan bagi tumbuh kembang kepribadian anak di kemudian hari.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com