Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Susu Berbakteri Sakazakii, Menkes Tolak Buka-bukaan

Kompas.com - 23/08/2008, 07:51 WIB

JAKARTA, SABTU — Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari tetap bertahan untuk tidak membuka nama-nama produk susu formula yang disinyalir tercemar bakteri enterobacter sakazakii meski Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan David ML Tobing agar susu formula mengandung bakteri Enterobacter sakazakii diumumkan kepada masyarakat luas.

"Kita ini enggak punya itu. Yang punya IPB, jadi itu aneh," kata Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari seusai mengikuti sidang paripurna DPD di gedung parlemen, Jakarta, Jumat (22/8).

Menurut Menkes, pemerintah sendiri saat ini tidak diharuskan untuk mempunyai produk susu formula yang mengandung bakteri yang secara klinis menimbulkan diare, dehidrasi, hingga berakibat fatal pada kesehatan bayi dan anak balita. "Tidak ada UU yang mengharuskan saya, pemerintah, untuk mempunyai daftar kandungan bakteri itu," ujarnya.

Untuk diketahui, atas putusan PN Jakarta Pusat yang memenangi gugatan David ML Tobing ini, IPB, Badan POM, dan Menteri Kesehatan yang masing-masing selaku tergugat I, II, dan III mau tak mau secara bersama-sama memublikasikan hasil penelitian yang dilakukan oleh tergugat 1 (IPB) perihal susu formula yang mengandung bakteri Enterobacter sakazakii.

Kemenangan gugatan ini berdasarkan dalil yang terangkum pada Pasal 1365 KUHP tentang perbuatan melawan hukum. Mereka bertiga didaulat majelis hakim telah menutup-nutupi informasi yang justru merupakan perbuatan melawan hukum. Menyangkut hal ini, Menkes justru tak kalah garang. Pihaknya berniat melakukan banding atas putusan PN Jakarta Pusat.

"Kita akan baca dulu. Kalau ada kemungkinan banding ya naik banding," katanya seraya menjelaskan, pihaknya belum menerima salinan putusan PN Jakarta Pusat terkait gugatan publikasi bakteri sakazakii. "Kami belum terima salinan putusan, tapi saya suruh kepala biro hukum untuk mengurus dan mencoba dibaca yang cermat apa saja yang dituntut," sergahnya.

Enterobacter sakazakii adalah bakteri gram negatif yang tahan panas dan tidak membentuk spora. Secara klinis, cemaran Enterobacter sakazakii menimbulkan diare yang bila tidak diobati dapat menimbulkan dehidrasi dan dapat berakibat fatal pada kesehatan bayi dan anak balita.

Pada tahun 2005, World Health Assembly (WHA) menginformasikan kepada negara-negara anggota mengenai kemungkinan cemaran mikroba Enterobacter sakazakii pada susu formula. WHA lalu mengeluarkan resolusi agar Badan Kesehatan Dunia (WHO) serta Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) menyiapkan pedoman, pesan, dan pelabelan produk tentang penyiapan penyimpanan dan penanganan susu formula.

Belakangan ini ramai diberitakan hasil riset dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut PertanianBogor (IPB) yang dimuat dalam situs IPB bahwa 22,73 persen susu formula (dari 22 sampel), 40 persen makanan bayi (dari 15 sampel) yang dipasarkan April-Juni 2006 telah terkontaminasi Enterobacter sakazakii. Sampel makanan dan susu formula yang diteliti berasal dari produk lokal. Sejumlah staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang bergabung dalam penelitian ini antara lain Dr Sri Estuningsih, Drh Hernomoadi Huminto MVS, Dr  I Wayan T Wibawan, dan Dr Rochman Naim.

Penelitian ini menyimpulkan, di Indonesia ada susu formula dan makanan bayi terkontaminasi E sakazakii yang menghasilkan enterotoksin tahan panas dan menyebabkan enteritis, sepsis, dan meningitis pada bayi mencit. hasil pengamatan histopatologis yang diperoleh masih dibutuhkan penelitian senada yang lebih mendalam untuk mendukung hasil penelitian itu. Sangat penting dipahami susu formula bayi bukan produk steril sehingga penggunaan serta penyimpanannya perlu perhatian khusus untuk menghindari kejadian infeksi karena mengonsumsi produk itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com