MENGUAK MIMPI, 1
engkau datang serupa bayang
mengeram dalam tilam kelam
kelambu tidur-jagaku
lalu angin nyeret rahasia-mu
engkaulah bayang itu
mengusik tidur-jagaku
tiap waktu luput mengusap wajah-mu
dalam bayang rindu
kuseru cuaca berdebu
engkaulah bayang itu
mengetuk-ngetuk rasa kantuk
lalu dentam rebana bertalu-talu
di hatiku yang merindu
Kota Beradat, 930923
MENGUAK MIMPI, 2
selamat pagi—kata sekeping hati
pagi, ratap nurani. sendiri
aku berselimut kabut. lalu
ada suara—entah dari belahan jiwa mana
berdegup di dada luka:
dimas, berkeramaslah
bergegas menggelar sajadah
pasrah; ikuti geletar darah
takuti petaka berdarah
cabuti jiwa rekah
arika, keranda tersedia
untuk kaubawa berkendara
tertawalah memapah resah-resah
tertawalah selebar sajadah
kau mesti hijrah. hijrah
mihardja, kau dekap kamboja
aromanya menghias makam-makam
keramat. bersiapkanjadi mempelai
merambah kehidupan abadi
sebab mimpi telah dilunaskan
janji telah dikatamkan
dan puisi telah dimakamkan
Sungaiputri, 930923
CATATAN MUSIM LUKA
Di lemari besi kusimpan kata
Sebab kata kata berdarah
Tumbuh sepanjang lembah
Kusimpan kata kata luka
Dalam dada dalam peta dalam tahta
Dalam kedalaman rasa
1993
GOLGOTA
kaupalungkan luka
menganga di dada
di kepala mahkota duri
memberi arti cinta
kasih seputih melati
1992/1993
DZIKIR
kueja makna kata-nya
penuh damba
siasia sembunyikan
airmata
duka di hadapan-nya
mahasempurna
1993
QASIDAH CINTA SEMATA
kulidahkan bahasa sajadah
bagi sang guru batinku
aku datang mendekap mesjid
menguntai wirid
sajadah basah
airmata semata
kupadamkan api benci di hati
kupadamkan
kupahamkan api sufi di hati
kupahamkan
kusahamkan iman di hati
kusahamkan
kumakamkan dendam di hati
kumakamkan
rebana bertalu-talu menghalau risau
rebana berdentam-dentam menikam dendam
engkau sungguh maha pualam
tak pernah diam
Sungaiputri, 1993
SKETSA SENJA, 1
pada figura berdinding kaca
cakrawala langit mencumbu laut biru
debar-debar waktu
langkah satu-satu:
menuju pangkuan-mu
haluan hidup mana belum kukecup?
padang perburuan mana belum kusinggahi?
kuselami kuala hatiku sendiri
dan terasa pedang aliflammim
mengiris-iris gelisah rasa
Telanaipura, 1993
LEBARAN
rendang dihidang
hati dicincang
airmata berlinang
1993/1913 H
USAI DIALOG MALAM
SAAT NAFIRI DITIUPKAN
usai dialog malam
saat nafiri ditiupkan
masih kubaca kerling resah-resahku
kening pun pecah di luas sajadah
siapakah mampu membebat resah
resah ngalir?
siapakah mampu ngusap darah
ngalir menyungai?
melaut tanyaku tak berjawab
resah ini makin melindap
aku bayangkan:
aku rebah tanpa desah di bawah terompah-mu
yang maha indah
Sungaiputri, 1993
BERITA DUKA
innalilahi wa ina ilaihi roji’un
telah kembali ke hadirat ilahi:
puisiwati binti nurani
cerpenita binti rohani
novelia binti hakasasi
semoga drama tragedi yang terjadi
tak terulang lagi
turut berduka:
imajinasi
intuisi
kreasi
diksi
harga diri
1993
PERJALANAN, 4
buat Afrizal Malna
dalam sepatu kita isi rindurindu
sokrates netes: mencairkan luka
chairil menggigil saat kaupanggil
dan tardji di manamana menagih janji
puisi jadi basi, tanpa kita sadari
puisi jadi saksi, tanpa kita pahami
puisi jadi melati, tanpa mewangi
puisi jadi belati, menusuk relung hati
satu lagi: kita berpusarpusar di tengah pasar melelang sesuatu
yang telah hilang: kesederhanaan
0, dimana filsafat kausimpan di mana
makrifat kaupahat di mana
“abad yang berlari” di mana
kausembunyikan suarasuara-maknamakna-lukaluka
mikrofon?
o, abad yang berlari
melesat tinggalkan kita
sendiri
Jambi, 1993
KADO ULANG TAHUN
-buat Korrie Layun Rampan-
(17 agustus ialah hari kelahiran
hari kemerdekaan menghirup kehidupan)
padang perburuan, padang perbukuan
ladang pengabdian, pandang menjanjikan
semua tumbuh subur di lahan-lahan garapan
di lahan-lahan harapan, kusimpan puisi kehidupan
kupersembahkan kepada Pujangga Sejati—Allah
ke nama pun kaki melangkah semua mengarah
ke mana pun doa melesat semua jadi berkah
ke manapun mengalir, satu muaranya: cinta
korrie berkayuh di atas perahu kayu
mengalir dari tepian mahakam menuju jakarta
korrie bersimpuh di muka makam menjelang senja
menjelang senja kuuntai doa
semoga bahagia dan sejahtera
Jambi, 1994
MASJID AGUNG AL-FALLAH
sebuah rumah putih tak letih menunggumu
menumpahkan rindu. masihkah engkau berlalu
ketika azan memanggilmu? cucilah dirimu dari kurap waktu
kenapa engkau termangu memandangku?
cuci tangan dan kakimu
masuklah ke serambi hatiku
beribu hari aku berdiri di sini
tetapi kenapa engkau kalap menangkap isyarat?
aku lebih besar dari meja bilyar
tetapi engkau lebih memilih berjudi dengan nasib
berpusar-pusar di tengah pasar
tak letih menawar agar-agar
aku menjulang melebihi gunung kerinci
tetapi engkau masih juga bingung menghitung makna rezeki
aku megah di atas sepucuk jambi sembilan lurah
tetapi engkau masih juga gelisah
pulanglah ke rumah: tumpahkan segala desah
masuklah ke dalam hatimu sendiri
di sana tegak mimbar kayu jati:
agama ageming ati
Islamic Centre, 1994
CANDI MUARO JAMBI
aku dengar keluh batubatu runtuh
berpeluh. tak ada arca atau stupa
hanya ilalang bergoyang terpanggang matahari
sebuah situs tak terurus menggerus hati
pejalan sunyi, sendiri memikul luka diri
mengaca pada bayang batanghari
yang tiada henti merangkum tragedi
aku sendiri membangun candi
dalam mimpi yang sulit diurai
di kedalaman hati: kau tegar
abadi.
Jambi, 1994
RIAK DAN OMBAK BATANGHARI
ada masanya engkau bicara kecipak riak
atau teriak ombak dalam sajak
semuanya saling desak
jika ingin bicaralah tentng angin
cuaca dingin atau soal lain:
satwa, aneka derita
doa-doa purba
bersilancar bersama debar
atau menggulung layar
di bidang dadaku tumbuh menyemak pusaran waktu
tetapi selalu lupa kaucumbu
sampan dan perahu melaju di hatiku
sejuta kata mengarus dan berpusar
di pasar: orang-orang saling menawar harga diri
gengsi atau menjajakan mimpi
di urat nadiku budak-budak jambi lasak
mengejar matahari—membakar sesaji
menebar jala—merenda makna
sementara irama gerakku—riak dan ombak itu
terus menderu menghanyutkan mimpimu
Pasar Angso Duo, 1994
UPACARA GERIMIS
pasukan hujan berbaris
pandang matanya mengiris nurani
mikrofon tegak di atas kehampaan
menyimpan aneka suara aneka irama
basah disiram resah
komandan upacara—ibu pertiwi
sedang bersedih hati
upacara kenduri tak usai
tak sampai tak terpahami
o, air mataku berlinang
nyanyikan bendera setengah tiang!
1993
CATATAN PERJALANAN, 5
(di bawah bayang bulan merah darah
dibawa daulat rakyat yang meluapluap
anakanak sejarah berderap
membuka sekatsekat birokrat yang mampat
kota telah berubah belantara
orangorang jadi binatang berbisa
ada juga sejenis trenggiling
yang suka menyelamatkan diri dengan cara tak terpuji)
“pak, bagaimana cara membaca cuaca?”
bertanya seorang anak
suaranya bagai mesiu meledak
sang bapak cepat bisa menebak:
di balik semak katakata tergambar peta
tahta
dan mahkota
maka kata tanya membentur meja para pemuja
bendabenda
nguap dalam sajak yang sesak
oleh segala isak
SAJAK SEDERHANA UNTUKMU
kutulis sajak sederhana untukmu
dan untuk-Mu. Sebuah sajak
mengelopak dalam dada
kupersembahkan untuk-Mu
inilah sajakku. Suara sukma
yang melagukan nama nama
mesra menyentuh kalbu
kuhidangkan lanskap batin diperjamuan
pesta anggur: Santaplah penuh gairah
sebab di sana ada desah sederhana
buat keselamatan perhelatan
makanlah sajakku—anggurnya
mewangi. Santaplah buah yang terhidang
penuh kecintaan, sebab segalanya tersurat
segalanya menggeliat segalanya
untukmu
jika dada rasa sesak
tuak menggelegak
jangan campakkan sajak
sajak-Nya.
Sungaiputri, 1993
PERJALANAN, 2
: Piek Ardijanto Supriadi
lama kita untai wirid di ujung senja
sementara mega berarak melintas barak
persinggahan kita
jejak siapakah membiak sepanjang pantai
wahai, sejenak kita terhenyak
mendekap debardebar di dada
luka
ayo, dentingkan lagi petikan gitas tuamu
sama kita lagukan irama qasidah cinta
perjalanan kita lah sampai
di tapal batas arasy menghitung puisi
tiada sangsi menyanyikan irama wangi melati
menapaki jalan sunyi
menggenggam pelita Nur Ilahi Robbi
Sungaiputri, 1993
PADA TIRAI YANG MELAMBAI
pada tirai yang melambai
terasa ada badai. lalu mayatmayat terkulai
pucatpasi. tiada suara
tawa atau canda. di sini semua fana semata
hanya seremoni belaka: doadoa sederhana
mengangkasa
pada tirai yang melambai
ada yang tergadai, seperti pantai landai
tempat riak dan ombak berontak
atau saling bantai, tak hentihenti mencumbui
karang, teripang, juga segala bayang
pada tirai yang melambai
kuuntai tragedi—demi—tragedi
yang tak kunjung usai
AKU SENANTIASA MENYERU
aku senantiasa menyeru tanpa jemu ketika sawahsawah
rekah dan bumi tengadah memeram wajahwajah
gelisah petani yang menggigil. aku
senantiasa tiada lelah memapah jiwa-jiwa resah
menuju lembahlembah yang dibanjiri darah. aku
terus melangkah mengucurkan darah ketika penyair
kehilangan katakata karena bahasa telah pecah
berdarahdarah
maka aku senantiasa menyeru jiwajiwa batu
agar selalu ingat keringat rakyat yang dengan
tangantangan penuh lumpur mengadukaduk nasib
mengolah masa depan yang suram
aku senantiasa menyeru kamu yang dengan kejam
memakan insaninsan malang
aku senantiasa menyeru kamu yang tanpa ragu
memangsa sesama yang begitu menderita
senantiasa menyeru kamu yang tanpaa perasaan
memakan masa depan demi memuaskan
nafsunafsu menggebu
Malang, 1996
SILATURAHMI
sekian kali kukunjungi
makam-makam peradaban di altar persembahan
kita sama merasa asing oleh derapwaktu
dan tahu jalan yang dituju taktentu
beraparibu kita bercumbu
mengurai missteri jarak pendakian
tapi tak satu jua arti bisa dipahami
di atas geriap sayapsayap keasingan
kembali kueja makna pertemuan ini
hingga waktu enggan berbagi
Merenungi Obituari Rembulan
:kado ulang tahun dalam almanak yang pecah
arus sungai mengusung keranda rembulan ke huluan
puntungpuntung kata dan frasa berserak di atas tongkang
yang diayun gelombang. bidukbiduk sayak
bersajak tentang tempoyak, riak dan ombak batanghari
di lapaklapak pasar lopak yang sesak:
rembulan itu hanyut ke seberang lalu tersangkut
di jaringjaring nelayan
rembulan nyaris purnama
sungai memanen riakriak isak sajak
di rerimbun semak seluwang, patin jambal
baung dan arwana merenangi arah arus batanghari
menembus cermin langit dengan kompas di siripsiripnya
sawit pun taklelah melepaskan cangkangcangkangnya:
dan terasa ada yang luruh menjelang subuh
bayang rembulan menyusut saat mentari bangun pagi
balam, murai batu, dan pipit berkompangan
menyanyikan tradisi di dahan pohonpohon tembesi
nelayan menjaring gerhana
dan menyelam di palung paling dalam:
rembulan dan matahari adalah bolabola bilyar
disodok lalu saling berbenturan
satudemisatu bola itu masuk lubang di akhir permainan
di ujung senja angsoangso kecilmu berenang di kedalaman airmata
sebelum pada akhirnya meregang di huluan
pedagang lemang di simpang mayang gamang
memandang gerhana tanpa bintangbintang
tempoyak dan cempedak berteriak serak:
beri aku sajak yang paling tuak!
bengkel puisi swaddaya mandiri jambi, 2007-01-25
Membangun Pelabuhan
: ary mhs ce’gu
setelah ayat 73 menghukummu
baik kita pugar pasar angso duo dan lapaklapak lopak
memasang sayap anakanak balam di pedalaman semak
atau menjual tempoyak dan lemang di simpang mayang
di simpang rimbo (dalam bayangbayang ruko terminal alam barajo)
anakanak kubu mengepit buku berburu waktu
dan aspal jalan yang kaupijak mulai mengelupas:
aku tandai batasbatas perjalanan di emperan matahari
pada bibir sungai batanghari
pada bibir sungai ini kita rajut batubatu
penyekat ruangwaktu penahan laju erosi puisi
nisannisan mengapung dari hilir ke huluan
melayarkan beribu rindu cericit burung
layarlayar pun berkibar ketika dengar guritmu
yang menjeritkan ayatayat:
siapa tersayatsayat?
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-01-28
Mengayuh Biduk
: cerita cinta sang bohemian yang kasmaran
biduk diatas air membawa ari melintasi pulau birahi
menuju pulau berhalo yang memisteri
menguak bianglala dan cakwawala
di dada nelly
nelly adalah sajak yang paling tuak
yang kautenggak di teras ketika menunggu kereta senja
gerak malam terasa berwarna
ketika kautanam sungai rembulan
di belakang taman makam pahlawan
di rindang reranting kamboja
telah kauziarahi kota mimpi
membakar matahari bersama nelly
menjelajahi kerinduan bintang yang menggelegar
meledakkan perkampungan mimpimimpi ani abunjani
merekontruksi requim kota kenangan
kemudian mengubur rumah bangkai
di dasar sungai batanghari pada dini hari
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-01-28
Mendulang Kerlip Bintang
: beri aku sajak yang paling tuak!
batanghari tak lelah mengarus
menimang tongkang dengan ayunan gelombang
bidukbiduk tersuruk pada tumpukan sajak yang sesak:
beri aku sajak paling tuak!
acep syahril nggigil mindah nasib sendiri
ketika indonesia berlari. ari setya menatah matahari
mewarnai pelangi di atas sungai rembulan
dimas dan thomas membalut perasan dan perasaan
cemas dengan selendang mak inang:
beri aku sajak yang paling tuak!
sungai memanen riak sajak
di antara semaksemak. ghazali burhan riodja
mendaki lereng kerinci memilih bertapa
dan memanen makna di bawah kamboja
dengan filosofi diam iif rentakersa
membangun oratorium puisi
budi telah jadi veteran
iriani duduk di tanggo rajo
menggambar zulkifli dan aurduri—pada rambutnya
terselip bunga tulip dan matanya kian sipit:
beri aku sajak yang paling tuak!
bebintang hanyut ke seberang lalu tersangkut
di jaringjaring nelayan. muhammad husya’iri
menyairkan ayatayat
sang yogiswara memuja padma di situs kemingking
mang alloy, nanang, kang didin menyanyikan seloko
diiring nyaring rampak gendang—perkusi—kecapi—seruling
yang melengkinglengking
di tengah pedalaman bukit duabelas
al-murtawy menyanyikan lagu bocah kubu
merindu bukubuku:
beri aku sajak yang paling tuak!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-01-28
Meminang Batu
: bersama diah hadaning
di tanah berbatu senja begitu renta
waktu belum mengenal pesan singkat
tapi kita begitu dekat. cuaca memang bening
di kerut kening:
bacakan sajak paling enak, dimas
aku pun menuju dan meninju podium batu
gelegar, petir menyambar mimbar
serpihan batu mengotori gaun hitam. selendangmu
berkibar:
lihat segitiga sama sisi, dimas
langit: segalanya tampak wingit
bumi: sejuta gelisah yang membuncah
laut: riak dan ombak berontak.
di kedalaman sajak:
bercak dan isak!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-22
Pesan Singkat
(1)
lihat pohonpohon hayat
relief ayatayat terpahat
embun basuh daun
tapi, poripori dahan dan rantingmu penuh daki:
bersuci!
(2)
baca gericik air kolam jiwa
di kedalamannya ikanikan berenang
melahap setumpuk hasrat
yang terlipat pada setiap geriap waktu
tapi, ganggang dan lumut jua kausebut:
sujud!
(3)
rasakan sahara dan savana dalam dada
ada dengus nafas perjalanan
tikungantikungan dan terminal
tapi, lidah juga yang kaujajakan:
insyaf!
(4)
tsunami dalam diri
tiap detik berdetak
jam mengeram dan pendulum berayun:
tapi, kau hanya diam!
(5)
gempa dalam dada
berguncangguncang
genderang perang
berdentang lantang:
tapi, kau tinggalkan gelanggang!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-22
Semiotika Rumah dan Ranah
: membaca silsilah
rumah kehilangan kunci
sebab ayah telah pergi dan tak kembali
simbok teronggok di pojok seperti mbako susur
aku pun berlari menyusur batanghari:
tanah pilih
mas yat pensiun
kembali pulang menjelang petang
di teras, mbak nduk sesak nafas
di rumah dan sawah, mbak tik terengah
kurindu rose dan nur:
bercanda dekat sumur
surat, surat
kirimkan ke penjuru alamat:
ayatayat
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31
Di Matahari Senja
: ayat 48, sebelum kalender tanggal
taman mulai temaram
adakah yang kutunggu di bangku kayu jati?
warna kupukupu, angin lalu:
ngilu!
gelap merayap
adakah yang berlagu di ujung jalan itu?
bunga kertas, hujan deras:
lemas!
di bawah matahari merendah
sajadah menghitam basah
adakah yang lebih indah diantara puisi yang kaugubah?
dzikir!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-23
Kuda Sumba
: umbu, sindu, dinullah rayes
dengus nafasmu umbu
menghembus misteri puisi
kudakuda berlari
menyusur pelangi
katakatamu, sindu, adalah anak panah
melesat ke penjuru
menancap di ulu hati
puisi
di ulu sungai, dinullah rayes
membasuh wajah embun
pada lembarlembar daun
gerak pendulum
lalu melayarkan kepingkeping rindu
mencandu!
kudakuda sumbawa
ke mana perginya?
perigi juga alamat pergi
dan kembali!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-23
Jln. Senggama 48
: malam ke sekian
sejumlah alamat telah kucatat
sajadah menghampar basah
geliat warna sofa merah berbunga indah
geriap senyap merayap antara sendi dan sprei
saling melumat rekaat: berbagi desah
menjelang tamat
kupacu malamku menuju sebuah subuh
yang melenguh. kubawa berita basah: peta,
pena, paket parfum
rasa
bunga
pada malam ke sekian
tiktok jam
pendingin ruang
saling tikam. ada yang tergantung
pada gerak pendulum:
embun netes basuh daun
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-30
Jogja, Kembali Pulang
: teringat sosok simbok
pulang kampung
orangorang berselimut sarung
langit mendung:
hatinya suwung
butirbutir pasir parang tritis
iklan baris yang meringis
lidah air parang kusumo
mantra mbah kromo
teriak becak di malioboro
sajak terkoyak
(kulonprogo seperti sawah musim ketigo
gerabah bantul pecah
sleman demam berat
gunung kidul tetap makan thiwul
kota jogja lukaluka)
jogja adalah simbok yang terkapar di lincak:
kepalanya puyeng dan dadanya sesak
jogja, Juli 2006
Silhuet
: lanskap senja
katakata mengarus dan berpusar
mengalirkan silhuet dan lanskap hidup
penuh warna:
mata berkacakaca
terasa ada yang lepas dari jemari
meluncur ke angkasa
dan hati tersileti:
nyeri
relief dan pahatan begitu tegas
kaligrafi dinding hari:
puisi
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-30
Dinding Waktu
: instalasi diri
dinding kolam taman bocor
airnya rembes ke manamana:
kutampung airmata
duka
dinding raga mengendor
tiangtiangnya gemeretak berderak:
kutampung gempa
dada
dinding jiwa kotor
air meruah sepanjang koridor:
kutabung dan kutampung dosa
semesta
dinding waktu longsor
geriapnya memeluk siapa saja:
tiktok-nya berdentang
di jiwa lengang
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31
Kamboja Merah
: kabar dari makam
kutanam kamboja merah di taman
pada sebuah vas terbuat dari tanah amanah
akar menyangga batang bergetah putih
setiap saat kurawat dan kupupuk:
angin singgah di pelupuk
kutanam kamboja merah di makam
batangnya ditumbuhi ranting
bercabang ke barat, kiblat
memanjang ke timur, umur
rantingnya kian mengering:
angin membentak nyaring
kutanam kamboja merah di ke dalaman dada
di ujung ranting, daundaun mengembun
lembar demi lembar menguning
tiap saat disunting matahari:
jasad mengering
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31
Tahajud Ilalang
: lanskap 99 nama
setiap pagi dan petang, ilalang bergoyang
inna shalati wa nusuki...
rakaat demi rekaat merayap
di dinding rumah:
alifku rebah
siang merajut sujud
malam merenda kalam
iqra bismirobikaladzi ...
setiap saat kubacabaca 99 nama:
jemariku letih
ilalang di belakang rumah
tak lelah
ibadah
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-03-31
Lanskap, Wajah Bening
: annisa, fitri, hudan nur
dalam lanskap di kaca bening
namamu berdering
renyah dan penuh gairah:
tapi bayangmu terasa asing
ahmad lahir di akhir nabinabi
memperkenalkan namanama kalian
lalu mengembunlah amanah ayatayat itu:
di daun hatiku
kaca bening itu mengembun
menimbun kerinduan, menabung kasih sayang
tapi kalian mengejang:
tinggal bayang
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-01
Buku Harian yang Koyak
: aceh, jogja, sidoarjo
di aceh, nuruddin ar raniri—hamzah fansuri berjalan menyisir pantai
mengusung kerandakeranda tsunami
melipat buku harian duka
yang terombangambing ditampar ombak
digelandangkan gelombang
bergelantungan di pucukpucuk buih:
lukanya perih
di jogja, 100 penyair mencatat 5.9 skala richter
di kedalaman puisi. tapi sepi tetap merayap ke puncak merapi
yang membara. nyi roro kidul saat itu menggelar pesta
berselancar dalam debar. rambutnya yang tergerai
menyapu bibirbibir pantai. di mana sultan? di mana mbah maridjan?
jogja bau kemenyan!
mampirlah di sidoarjo, singgah di tanggul angin
mau beli sepatu atau tas baru? kenapa waktu memburu?
uap gas makin mengeras di keluasan lumpurlumpur panas
rumah, sawah, sekolah, tempat ibadah:
musnah!
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-01
Restorasi Puisi
: goenawan, sapardi, subagio
asmaradana, kabarkan pada pariksit
senja bangkit dan menara adalah penjara
tapi engkau masih juga bicara tentang sepi
pada catatan pinggir yang menggigir:
malin kundang, kembali pulang!
dukamu abadi, begitu serumu
dalam bayangbayang semu
dalam isak sajak yang sesak
tapi terasa enak:
sonet, biarkan bunga kembang!
adam di firdaus bicara orangorang hitam
seperti filsafat yang gelap
tapi sajak tetaplah simponi
yang melupa pada tali:
bunuh diri
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-01
Ayat 125—127, Para Penyair
: kalender pecah
gemuruh kota melupa alamat Kata
padahal Langit jua asal curah hujan
airmata. katakan katamu
dengan deru haru matahati
sebab sekepal daging dalam dirimu
selalu saja berseteru:
Malaikat dan Syetan
genapkan sayap malaikat
yang tumbuh pada Katakata
sebab sepotong ayat telah melengkapi
perjalanan musyafir di padang kembara
seperti oase, ekstaselah hanya pada Kata Pertama:
Sabda
selebihnya, biarlah kalender pecah
di luas sajadahNya
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-02
Ballada Musyafir Gila
: arsyad indradi
ada musafir gila
berjalan sepanjang lorong kumuh
memimpikan denyut kehidupan:
puisi penuh keindahan
lihatlah, mantelnya kuyup oleh keringat semangat
padahal mentari di langit begitu menyengat
ia rebah di sofa merah
angin bangkit dan mengusik dengan kerisiknya
ia menyusun lembarlembar hatinya yang remuk
dan menatap tumpahan tinta hitam di lantai rumah
ia terbatuk dan terantuk
tapi gelegaknya berkata serak:
beri aku tuak sajak
hari ini kubuka paket berisi 142 penyair menuju bulan
jaketmu berlumuran darah kata
nafasmu tersengal, tapi kulihat tangan terkepal:
ajal, aku tak mau melayat langit
bengkel puisi swadaya mandiri, 2007-04-02
SILSILAH TANAH MERAH
(situs candi muaro jambi)
kususun batubatu merah: darah
ya, darah melayu kuno
netes seluas situs candi muaro jambi
kususu dan kuserap relief tapak kaki: garis keturunan
ya, garis keturunan pradnyaparamitha
hingga batari durga
tersususunlah silsilah : darah
ya, darah melayu netes ke dalam sajak
membiak sepanjang jejak
peradaban
sebab melayu takkan hilang di bumi
takkan lenyap di sepanjang abad
bengkel puisi swadaya mandiri, 2008
TANAH PILIH PSEKO BERTUAH
telah kupilih sebidang lahan garapan
tanah pilih pseko bertuah
tempat tumbuh segala harapan
ruang anakanak belajar mengaji—mengkaji ilmu sejati
memahami prasasti
memaknai alam tradisi:
adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah
kupilih sebidang lahan harapan
tanah pilih pseko bertuah
tempat ilalang tumbuh
bergoyang pagi hingga petang
tempat tanah tumpah gairah
kupilih sebidang lahan harapan
tanah pilih pseko bertuah
tempat puisi tumbuh di tengah polusi
tempat nyaman bagi kuburan masa depan
bengkel puisi swadaya mandiri, 2008
NARASI SELUWANG
aku hanyalah seluwang
menyisir alir batanghari yang mengarus
di riak dan ombak tak lelah kueja kail dan jejaring nelayan
yang setiap saat mengancam ketenangan
hei, siapa mendengar keluhku?
di sepanjang alir batanghari
hidup dan kehidupan seperti rumah terapung
meninggi kala dari ilir mengalir hujan kiriman
kandas di dasar ketika ada pendangkalan alam pikir
aku terus menyisir di antara arus, riak, dan ombak
aku adalah seluwang
merangkai tembang di alir yang tenang
hei siapa mendengar kidungku?
aku, seluwang merindu nelayan pulang
bengkel puisi swadaya mandiri, 2008
SKETSA CINTA
anakanakku, putraputri pertiwi
menari dan menyanyi—mengaji makna sejati
menggali makna hidup ini
“pa, beri aku satu kata, cinta!”
maka rumah, tanah, segala amanah
tumpah. bungabunga merekah indah
dan masa depan begitu cerah
“ma, ajar aku satu makna, setia”
maka segala tirai, arloji, segenap janji
mekar di sini. semua menyanyi dan menari
segala menyala dan mear di hati
SKETSA RUMAH TUA
: hazim amir
Sebuah rumah tua
Tak lelah meriwayatkan diri
Angin senja hinggap di daun jendela
Dan segala rahasia mengendap di dada
Duduk di ruang tamu
Aku berguru pada topengtopeng kayu berdebu
: inilah aku, masa lalu yng membiru
Segala lagu bernyanyi di situ
Segala haru mengendap di liang waktu
Pada keramik tanah
Sejarah tak lelah mendesah
: seperti air, aku ngalir menuju laut lepas
Mengibaskan batubatu cadas
Melecut segala kemelut hidup
Sebelum pada akhirnya larut ditelan kabut
BERINGIN PUTIH
: diah hadaning
di tanah pilih ini tumbuhlah beringin putih
sulursulurnya menjulur sebatas bahu
berdahan tangan kasih sayang
akar tunjangnya berserabut
rindang dedaunan berdesah lembut
: aku lindungi kolam dan ikanikan!
aku pun tumbuh
diasuh angin gunung merapi
dibasuh rindu dalam gelinjang waktu
dalam tubuhku mengalir sungaisungai
sangsai
aku suka menggambar segitiga samasisi:
kaki langit, segalanya tampak wingit
ibu bumi, sejuta gelisah yang membuncah
laut, riak dan ombak salingdesak
di kedalaman sajak
: gerak dan isak!
bengkel puisi swadaya mandiri, jambi 2007
PENJOR DEPAN KANTOR GUBERNUR
: mengukur jalan bersama d zawawi imron
inilah pameran instalasi abad ini, bisikku padamu
tibatiba di udara sama kita baca:
50 TAHUN INDONESIA CEMAS
disangga pohonpohon hayat meranggas pucat
berjuta cahaya mengisyaratkan tandatanda bahaya
ya, Allah aku memahami benderang lampu ini
juga bebintang di langit wingit
sejarah bergulunggulung dalam relung empedu pahit
ada yang bercahaya dalam hatiku: Engkau
berenang dalam cahaya benderang
hingga gemerlap dunia
membuka rahasianya
dan ternyata sungguh tiada makna
ELEGI BATANGHARI
setelah berkalikali merpati ingkar janji
kembali kukaji notasi “Negeri Sepucuk Jambi
Sembilan Lurah”
anakanak negeri ini gemar benar bersenam pagi
melukis mimpimimpi
berlari di atas aurduri
aku berdiri merentang panjang jembatan ini
riak dan ombak berontak seperti kaligrafi
memusar dan melingkari adat-tradisi
derap sepatu politisi dan birokrasi
aku berlari seperti acep syahril yang nggigil
mindah nasib sendiri (ketika indonesia berlari)
aku berlari seperti ari meratapi dinasti abunjani
aku berlari membawabawa nyeri
dan batanghari masih enggan berbagi
=================
Dimas Arika Mihardja adalah pseudonim Sudaryono, lahir di Jogjakarta 3 Juli 1959. Tahun 1985 hijrah ke Jambi menjadi dosen di Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Jambi. Gelar Doktor diraihnya 2002 dengan disertasi “Pasemon dalam Wacana Puisi Indonesia” (telah dibukukan oleh Kelompok Studi Penulisan, 2003).
Sajak-sajaknya terangkum dalam antologi tunggal seperti Sang Guru Sejati (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Malin Kundang (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1993), Upacara Gerimis (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Potret Diri (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri,1997), dan Ketika Jarum Jam Leleh dan Lelah Berdetak (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri danTelanai Printing Graft, 2003). Sajak-sajaknya juga dipublikasikan oleh media massa lokal Sumatera: Jambi, Padang, Palembang, Lampung, Riau, dan Medan; media massa di Jawa: surabaya, Malang, Semarang, Jogja, Bandung, dan Jakarta.
Antologi puisi bersama antara lain Riak-riak Batanghari (Teater Bohemian, 1988), Nyanyian Kafilah (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1991), Prosesi (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1992), Percik Pesona 1 & 2 (Taman Budaya Jambi, 1992, 1993), Serambi 1,2,3 (Teater Bohemian, 1991, 1992, 1993), Rendezvous (Orbit Poros Lampung (1993), Jejak, Kumpulan Puisi Penyair Sumbagsel (BKKNI-Taman Budaya Jambi, 1993), Luka Liwa (Teater Potlot Palembang, 1993), Muaro (Taman Budaya jambi 1994), Pusaran Waktu (Bengkel Puisi Swadaya Mandiri, 1994), Negeri Bayang-bayang (Festival Seni Surabaya, 1996), Mimbar Penyair Abad 21 (DKJ-TIM Jakarta, 1996), Antologi Puisi Indonesia (Angkasa Bandung, 1997), Amsal Sebuah Patung: Antologi Borobudur Award (Yayasan Gunungan Magelang, 1997), Angkatan 2000 dalam Kesusastraan Indonesia (Gramedia, 2000), Kolaborasi Nusantara (KPKPK-Gama Media, 2006), Antologi Puisi Nusantara: 142 Penyair Menuju Bulan (Kelompok Studi Sastra Banjarbaru, 2007), Tanah Pilih (Disbudpar Provinsi Jambi, 2008), Jambi di Mata Sastrawan: bungarampai Puisi (Disbudpar Provinsi Jambi, 2009). Novelnya Catatan Harian Maya dimuat secara bersambung di Harian Jambi Independent (2002). Cerpen, esai, dan kritik sastra yang ia tulis tersebar di berbagai media massa koran dan jurnal-jurnal ilmiah. Alamat Rumah: Jln. Kapt. Pattimura No. 42 RT 34 Kenali Besar, Kotabaru, Jambi 36129. e-mail: dimasarikmihardja@yahoo.co.id. atau dimasmihardja@gmail.com,