Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlukah Bayi Disunat?

Kompas.com - 21/05/2010, 11:15 WIB

KOMPAS.com — "Bayi saya baru berumur 10 bulan. Beberapa hari yang lalu dia panas tinggi. Sudah sempat cek darah, tapi tidak ditemukan hal-hal yang mengkhawatirkan. Ketika dibawa ke dokter, dokter bertanya soal kebiasaan pipis anak saya. Saya bilang pipisnya normal. Setelah diperiksa, ternyata kulit yang menutup penisnya tidak bisa dibuka secara sempurna. Beliau menyarankan agar bayi saya disunat. Sebenarnya, di usia berapakah sebaiknya sunat itu dilakukan?" (Surat dari Kinar, Kampung Ambon)

Sebelum membahas soal sunat, mungkin sebaiknya dibahas dulu mengenai demam yang membuat Anda harus membawa si kecil ke dokter. Sayang tidak disebut berapa lama demam terjadi, dan kapan pemeriksaan darah dilakukan. Menurut dr Fransisca Handy, SpA, dokter anak dan konsultan laktasi, demam—seperti halnya batuk dan pilek—adalah penyakit yang sehari-hari terjadi pada anak, terutama balita. Penyakit-penyakit ringan ini merupakan bagian dari tumbuh kembang anak. Inilah "ajang pelatihan" bagi daya tahan tubuh si anak sekaligus pertanda bahwa daya tahan tubuh anak sedang bekerja.

Penyakit-penyakit ringan ini sebagian besar disebabkan oleh virus yang bersifat sel limiting disease (sembuh sendiri). Demam yang tinggi tidak menggambarkan bahwa penyakitnya lebih berat daripada demam yang rendah karena demam akibat virus umumnya justru tinggi. Pemeriksaan penunjang (laboratorium) biasanya dilakukan bila demam telah berlangsung lebih dari tiga hari.

Bila dari pemeriksaan fisik dan hasil lab darah tidak ditemukan kelainan, pada anak di bawah 2 tahun infeksi saluran kemih (ISK) memang perlu dicurigai. Selanjutnya kecurigaan ini tentu perlu dibuktikan terlebih dahulu sebelum menentukan pengobatannya. ISK dibuktikan dengan melakukan pembiakan (kultur) terhadap air seni yang biasanya memerlukan waktu antara 3-7 hari. Bila dari hasil pembiakan terbukti bahwa didapat bakteri dengan jumlah koloni >100.000/ml, diagnosis ISK baru dapat ditegakkan.

Melekatnya kulit penutup penis dengan penis itu sendiri (dikenal dengan istilah fimosis) memang merupakan salah satu faktor risiko ISK. Membuang sebagian kulit penutup penis (yang dilakukan pada sunat) tentu menjadi salah satu cara mengurangi risiko ISK tersebut.

Tetapi, bayi laki-laki secara normal sebagian besar memang mengalami fimosis. Pada usia 2 tahun fimosis akan dengan sendirinya mulai berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya kulit penutup penis tersebut akan mudah disingsingkan dan dibersihkan.

Bila ISK memang terbukti, selain pengobatan antibiotik, pencegahan amat perlu. Pencegahan utama adalah dengan melakukan toilet training, tidak menggunakan diaper atau popok, dan segera mengganti celana bayi bila basah. Bersihkanlah daerah anus dan alat kelamin dari arah depan ke belakang (dari alat kelamin ke anus) dengan air biasa (bukan dengan tisu basah karena mengandung pewangi atau alkohol). Bila ISK berulang perlu dipertimbangkan untuk menghilangkan pelekatan penis dengan kulit penutupnya. Tidak harus dengan sunat, bisa juga dengan tindakan melonggarkan pelekatan yang terjadi (oleh dokter).

Pada dasarnya sunat adalah keputusan pribadi masing-masing yang biasanya juga didasari alasan kepercayaan. Tidak ada pedoman batasan usia untuk melakukan sunat. Secara medis, sunat memang memberi beberapa keuntungan, seperti mengurangi risiko infeksi saluran kemih dan penyakit menular seksual lainnya. Namun, sunat bukan satu-satunya cara untuk mengurangi risiko-risiko tersebut dan dengan sunat tidak berarti pasti bebas dari risiko penyakit tersebut. Nah, sebelum Anda memutuskan sunat atau tidak, buktikan dulu adanya ISK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com