Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sembilan Dokter Dijatuhi Sanksi

Kompas.com - 25/10/2010, 03:04 WIB

SURABAYA, KOMPAS — Sepanjang 2006 sampai Oktober 2010, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia menerima 122 pengaduan masyarakat. Namun, baru sembilan dokter yang diberi sanksi berdasarkan tingkat kesalahannya.

Sanksi tersebut, antara lain, berupa peringatan tertulis, kewajiban mengikuti pelatihan/pendidikan (reschooling), dan rekomendasi pencabutan sementara surat tanda registrasi (STR).

Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) dr Merdias Almatsier, SpS(K), Jumat (22/10) malam di Surabaya, menyebutkan, sejak didirikan pada 2006, sudah mulai banyak pengaduan masyarakat atas dugaan pelanggaran yang dilakukan dokter ataupun dokter gigi.

”Namun, MKDKI hanya menangani kesalahan penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi,” tutur Merdias dalam lokakarya ”Peran Pedoman Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien bagi Media Massa”.

Pelanggaran etika, menurut Ketua Divisi Pembinaan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dr Moh Toyibi, SpJP, diproses Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG). Adapun pelanggaran terhadap aturan hukum akan ditangani aparat penegak hukum.

Pada 2006 dan 2007, masing-masing terdapat sembilan dan 11 pengaduan. Pada 2008 sebanyak 20 pengaduan, sedangkan tahun berikutnya 36 pengaduan. Pada 2010, sampai Oktober, sudah diterima 46 pengaduan. Berdasarkan catatan MKDKI, dokter spesialis bedah paling banyak diadukan dan di urutan selanjutnya dokter spesialis obstetri ginekologi, anak, mata, penyakit dalam, dokter gigi, jantung, forensik, dan dokter umum.

Kebanyakan pengaduan terkait hubungan dokter-pasien, bukan terkait penerapan disiplin kedokteran. Karena itu, ada sejumlah pengaduan yang tidak diproses MKDKI. Namun, Merdias tidak bisa merinci jumlahnya.

Pengaduan terkait pelanggaran disiplin yang sudah diproses dan diberi sanksi sebanyak sembilan kasus. Sebanyak empat kasus mendapatkan peringatan tertulis dan pencabutan sementara STR, sedangkan empat dokter lainnya diharuskan re-schooling dengan mengikuti pelatihan atau pendidikan di bidang yang dianggap kurang kompetensinya. Satu orang lainnya diberi sanksi hanya dengan peringatan tertulis. Selain itu, menurut Merdias, masih ada kasus yang masih diproses, terutama pengaduan yang masuk pada 2009-2010.

Pencabutan sementara STR menyebabkan seorang dokter untuk sementara tidak dapat berpraktik. Sebab, STR melegalkan seorang dokter untuk melakukan tindakan kedokteran. STR ini pula yang menjadi syarat pengajuan surat izin praktik (SIP) ke dinas kesehatan kabupaten/kota.

STR yang berlaku selama lima tahun ini diterbitkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Tanpa STR, dokter yang berpraktik dapat dikenai hukuman pidana denda Rp 100 juta. Direktur rumah sakit yang mempekerjakan dokter tanpa STR terancam kurungan maksimal 10 tahun dan denda Rp 300 juta. (INA)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com