Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendongeng Itu Enggak Asyik!

Kompas.com - 07/11/2010, 04:16 WIB

DUHHH… hati Febe kebat-kebit menghadapi tugas pertamanya. Malam ini Mama meminta mendongeng bagi Oldrin.

Biasanya Mama yang mendongeng untuk adik. Tetapi berhubung Mama sedang dirawat di rumah sakit dan Papa menunggui Mama, Febe diminta mendongeng untuk Oldrin, adik laki-laki yang berumur tujuh tahun.

Febe akhirnya bersedia menggantikan tugas Mama. Febe sibuk mencari cerita yang mau dia dongengkan.

Dongeng apa ya, Putri Salju, Putri Cinderella, Bawang Merah dan Bawang Putih? Dongeng yang diingat semua tentang putri, tentu tidak cocok untuk Oldrin.

”Ayo, Kak,” Oldrin merengek tak sabaran.

”Ya, sekarang Oldrin dengar ya, Kak Febe mau mulai nih,” katanya buru-buru. ”Pada zaman dulu...”

”Zaman dulu itu kapan, Kak? Waktu Oldrin belum lahir ya?” sela Oldrin. Kepala Febe terangguk membenarkan.

”Pada zaman dulu hidup seorang pangeran yang gagah perkasa dan wajahnya tampan sekali,” Febe membuka dongengnya sambil membayangkan wajah tampan si Pangeran.

Namun mendadak bayangan itu buyar ketika Oldrin bertanya, ”Bu Guru di sekolah mengajarkan kepada Oldrin, sebelum Oldrin lahir itu zaman penjajahan, bukan zaman kerajaan yang ada pangeran tampannya!”

 

SESAAT Febe tercengang. Untunglah dia bisa menjawab protes adiknya. ”Ooh... yang Kak Febe ceritakan adalah zaman dulu sekali, sebelum zaman penjajahan.”

”Jadi sudah lama sekali ya Kak?”

”Tentu saja, Drin. Sudah lamaaa… banget.”

”Kalau begitu Pangeran itu jadul banget!”

Febe mesem. Lantas ia meneruskan ceritanya, ”Suatu hari Pangeran dipanggil Raja...”

”Tunggu, Kak. Nama Pangeran siapa?”

”Ooh, namanya... Pangeran Fajar.”

”Wah, pasti si pangeran lahir waktu fajar ya?”

Kali ini Febe nyengir. Dilanjutkan kembali dongengnya. Tetapi baru dua kalimat, lagi-lagi disela pertanyaan Oldrin.

Iih, Febe mulai terganggu, tetapi dia berusaha menjawab dengan kesabaran.

 

DONGENGNYA jadi lambat sekali. Setiap dua sampai tiga kalimat, adiknya selalu bertanya atau memberi komentar. Kadang komentarnya lucu dan asal.

Setelah cukup lama mendongeng, Febe melihat mata adiknya mulai mengantuk.

Horeee! Febe bersorak dalam hati ketika akhirnya kedua kelopak mata Oldrin terkatup rapat dan dari hidungnya berembus napas teratur.

Dengan hati-hati Febe menurunkan kedua kaki dari atas ranjang adiknya, lantas keluar dari kamar. Pembantu rumahnya, Mbok Riyah, baru selesai mencuci piring dan membenahi dapur.

”Oldrin sudah tidur, Non?” tanyanya.

Febe mengiyakan. ”Mbok, Febe tidur sekarang ya? Pagar digembok, pintu dan jendela jangan lupa dikunci,” katanya mengingatkan pesan ayahnya.

 

”AAHHH…, mendongeng buat Oldrin itu enggak asyik!” Inilah keluhan pertama Febe kepada Mama ketika menengok ke rumah sakit sepulang sekolah.

”Enggak asyik bagaimana Feb?” tanya Mama.

Febe pun menjelaskan pengalaman pertamanya.

”Ah, Mama lupa ingetin kamu soal Oldrin yang kritis. Ia selalu bertanya atau memberi komentar kalau didongengkan.

Beda dengan kamu. Kamu mendengarkan dengan tekun dan perasaan terhanyutkan. Kamu enggak boleh kapok, justru di situ tantangannya. Karena Oldrin banyak bertanya, kamu jadi ikutan kritis.”

”Nggg... kapan sih Mama boleh pulang?”

”Mama belum tahu. Mama masih lemah, satu atau dua hari lagi pasti Mama belum boleh pulang.”

”Yaaah... lama banget?”

”Ya, sudah kalau kamu tak mau mendongeng buat Oldrin, biar nanti Mama suruh Bik Riyah yang mendongeng,” sahut Mama.

”Memang Bik Riyah bisa mendongeng? Trus gimana kalau Oldrin tanya macam-macam? Gimana kalau Bik Riyah kelabakan lantas minta Febe yang terusin dongengnya?” tanyanya bertubi-tubi.

   ”Makanya, kamu saja yang mendongeng. Nanti, kalau Mama pulang, kamu enggak usah lagi mendongeng.”

 

   YAAAH…, terpaksa Febe mendongeng lagi buat adiknya sampai Mama sembuh. Febe terpaksa berpikir kritis dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan Oldrin bila sedang mendongeng.

Memang menjengkelkan, tetapi Febe mulai terbiasa menjawab berbagai pertanyaan adiknya.

Seperti malam ini dia mendongeng tentang kehidupan dewa-dewi Yunani. Oldrin bertanya terus sampai Febe harus mengerahkan kemampuan berpikirnya untuk menjelaskan isi dongengnya.

Malam ini Oldrin mendengarkan dongengnya sampai tamat. Besok malamnya dia mendongeng seorang petani miskin yang rajin. Tidak disangka paginya, Oldrin bisa bangun pagi.

Wah, Febe menjadi bersemangat dan bergairah. Dia mulai mencari dongeng-dongeng yang bisa menjadi contoh bagi Oldrin.

Pada malam kesekian, Febe mampu mengarang sebuah dongeng. Yang terasa menakjubkan, Oldrin begitu terkesan mendengarnya.

”Jadi Kak, kalau anak yang rajin itu hidupnya takkan sengsara? Jadi ada gunanya kalau kita mau membanting tulang seperti yang gembala lakukan?”

”Pasti, Drin!” jawab Febe meyakinkan. Ditangkapnya binar mata Oldrin yang menyiratkan kepuasan hati.

 

HARI INI adalah hari yang melegakan buat Febe karena Mama boleh pulang. Bersama Papa dan Oldrin, ia menjemput Mama di rumah sakit.

”Wah, Febe pasti senang Mama pulang ya?” tanya Papa sambil melirik Mama. Pasti Mama sudah menceritakan protes Febe dalam menjalankan tugas mendongeng kepada Papa.

”Iya Feb, tugas mendongeng sudah berakhir,” cetus Mama.

”Lho, memangnya Kak Febe enggak akan mendongeng lagi buat Oldrin?” Pertanyaan Oldrin mengagetkan semua, Mama, Papa, dan Febe.

”Kak Febe kan hanya sementara selama Mama di rumah sakit. Nanti Mama dan Papa balik lagi dongengin kamu,” kata Mama.

”Tetapi... Oldrin suka didongengin Kak Febe. Jangan berhenti mendongeng buat Oldrin ya Kak Febe,” keluh Oldrin.

Mama melempar pandangan penuh arti kepada Febe. Febe tersenyum lebar, Papa mengacak rambut Oldrin dan melirik Febe.

Febe bangga karena Oldrin menyenangi dongengnya dan membutuhkannya. Febe merasa berarti dan sekarang dia merasa mendongeng itu... sungguh mengasyikkan!

 

So Liok Sian

Penulis Cerita Anak,

Tinggal di Bogor

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com