Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Batik Tak Bisa Menuntut Hak Cipta?

Kompas.com - 21/01/2011, 17:22 WIB

KOMPAS.com - Batik memang sudah dikukuhkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya tak benda sejak 2009 lalu. Namun dalam kenyataannya, motif batik masih rentan ditiru atau diakui oleh pihak lain. Tak usah menyebut negara lain, sesama pengusaha batik pun bisa saja meniru atau mengambil inspirasi dari batik buatan pengusaha lain.

Kalau sudah begini, mengapa para pembatik tidak mendaftarkan batiknya untuk mendapatkan hak atas kekayaan intelektual (HaKI)? Salah satu contoh, dari 53 macam motif batik asli Bantul atau Bantulan, belum satu pun yang mengantongi sertifikat HaKI (baca artikel ini). Staf Ahli Bupati Bantul Bidang Perekonomian, Yahya, usai membuka temu usaha batik di Rumah Budaya Tembi, akhir November lalu, mengatakan bahwa mereka memang belum fokus ke HaKI.

"Fokus kami masih pada mengatasi kendala pemasaran batik. Batik Bantul harus bersaing dengan batik dari luar daerah seperti Pekalongan, Kulon Progo, Solo, dan Sleman. Belum lagi masuknya batik murah produksi China dan Malaysia,” katanya, seperti dikutip harian KOMPAS.

Meski belum memiliki HaKI, ujar Yahya, Bantul tidak khawatir motifnya dijiplak daerah lain atau perajin lain. Baginya, motif batik adalah seni yang sulit ditiru.

Namun Nur Cahyo, pemilik Batik Cahyo di Pekalongan, punya pendapat lain.

"Kalau motif batik itu tidak bisa didaftarkan, karena orang biasanya hanya menjiplak alurnya. Kalau bentuknya sudah dibelokkan sedikit, tidak bisa dibilang menjiplak," tuturnya pada Kompas Female, saat kunjungan ke balai kerjanya Desember lalu. Desainer Edward Hutabarat, yang bekerjasama dengan PT Kao Indonesia untuk mengampanyekan "Cintaku Pada Batik Takkan Pernah Pudar", mengiyakan ucapan Cahyo tersebut.

Meskipun begitu, pendaftaran batik tetap dilakukan oleh pengusaha batik. Hanya saja, yang didaftarkan adalah merek, bukan motif. Seperti merek Batik Cahyo, misalnya, yang sudah lima tahun terdaftar.

"Saling intip-mengintip (motif) itu biasa, kok. Toh, setiap orang punya ciri khas. Dari segi pewarnaan saja, tidak mungkin bisa sama," tukasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com