Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masalah Anak Perempuan Lebih Kompleks dari Wanita Dewasa

Kompas.com - 17/02/2011, 11:56 WIB

KOMPAS.com - Anak perempuan mengalami hambatan yang lebih besar dibandingkan perempuan dewasa dalam kehidupannya. Diskriminasi terhadap anak perempuan terjadi dua kali lipat, karena faktor usianya yang masih anak-anak, dan posisinya sebagai anak perempuan. Sebagai anak, mereka tak memiliki kuasa untuk menyuarakan pendapatnya, sekaligus akses untuk membela dirinya, karena masih dalam pengawasan orang dewasa atau orangtua. Sebagai perempuan, anak-anak ini juga memiliki masalah seperti menjadi korban kekerasan atau perlakuan diskriminatif yang lebih sering dialami kaum hawa.

Isu inilah yang akan dibawa dua remaja putri, Intan Putriani (16) dari Dompu, Nusa Tenggara Barat, dan Trifi Susanti (19) dari Surabaya, ke sidang Komisi Status Perempuan PBB (UN Commission on Status of Women /CSW) di markas PBB, New York. Intan dan Fifi yang difasilitasi oleh LSM Plan Indonesia meninggalkan Indonesia Kamis (18/2/2011) malam nanti, dan akan mengikuti forum tingkat dunia tersebut mulai 20-25 Februari 2011.

"CSW sendiri akan berlangsung hingga 4 Maret 2011, namun kami, mewakili anak perempuan di Asia akan mengikuti forum pada minggu pertama," jelas Sri Marpinjun, pendamping dari Plan Indonesia yang akan menemani Intan dan Fifi selama di New York.

Intan dan Fifi terpilih sebagai perwakilan anak perempuan dari Asia, melalui Plan Indonesia sebagai fasilitatornya. Kedua remaja putri ini akan berbagi pengalaman berkaitan dengan perlindungan anak, serta berbagai upaya yang sudah mereka lakukan di Indonesia untuk membantu dan memberdayakan anak perempuan maupun remaja putri untuk mendapatkan hak dan perlakuan yang lebih adil.

Intan dan Fifi telah melakukan berbagai kegiatan yang tak banyak dipikirkan oleh remaja seusianya. Kedua perempuan belia ini menunjukkan bahwa anak perempuan juga bisa melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Mereka menikmati waktu remajanya untuk memperjuangkan hak anak di daerah masing-masing. Fifi, misalnya, berpengalaman mendampingi anak korban kekerasan di Surabaya.

Kedua remaja ini berpengalaman dalam mencegah terjadinya kekerasan di sekolah dan kekerasan yang terjadi pada perempuan. Selain itu juga mendorong anak untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan memperjuangkan anak mendapatkan hak sipil di Dompu dan kawasan Wonokromo, Surabaya.

Pengalaman di lingkungan serta dalam kehidupan pribadi di keluarga menjadi bekal kedua remaja ini berbicara di forum dunia. Dengan harapan, para pembuat kebijakan di seluruh dunia bisa mendengar kisah nyata dan perjuangan anak perempuan dan remaja dalam memperoleh haknya. Seperti Intan yang mengalami diskriminasi di keluarga.

"Adik laki-laki saya lebih diberi kesempatan, tidak seperti saya sebagai kakak perempuan. Saya ingin menunjukkan bahwa perempuan juga berhak dihargai," aku Intan, yang menyatakan tekad dan motivasinya untuk aktif menyuarakan isu anak dan perempuan melalui organisasi yang diikutinya, Dewan Anak Dompu.

Lain lagi dengan Fifi yang tumbuh sebagai anak korban perceraian. "Saya anak dari keluarga broken home. Saat melihat kekerasan terhadap anak, seperti anak dipukul, saya ingin melakukan sesuatu. Hanya saja saya takut memberitahu orang dewasa karena saya hanya anak-anak. Karenanya saya punya mitra, seorang ibu yang bisa membantu saya memberitahu orangtua pelaku kekerasan," jelas Fifi, yang mengaku perceraian orangtua berpengaruh secara psikis terhadap dirinya.

Menurut Bekti D Andari, Gender Specialist Plan Indonesia, kedua remaja putri ini akan hadir sebagai speaker, bukan hanya sebagai peserta. Peran anak sebagai pembicara menjadi penting untuk memengaruhi kebijakan, karena langsung berasal dari aspirasi mereka.

"Anak perempuan lebih banyak mengalami hambatan dari perempuan dewasa karena anak tak punya banyak pilihan. Masalah yang dihadapi anak-anak memang masalah personal, namun isu personal ini harus menjadi isu sosial. Kegiatan ini ingin menunjukkan ke banyak orang mengenai pentingnya anak perempuan jika mereka diperhatikan. Tujuan lainnya, Plan mengadvokasi international girl day. Plan melihat perlu ada hari anak perempuan sedunia, tak hanya hari perempuan atau hari ibu saja," jelas Bekti kepada Kompas Female, usai pembekalan bersama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Rabu (16/2/2011) lalu.

CSW sendiri, sebagai komisi fungsional dari PBB Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC), didedikasikan khusus untuk kesetaraan gender dan kemajuan perempuan, selain sebagai badan pembuat kebijakan pokok global. Setiap tahun, wakil dari negara anggota CSW berkumpul untuk mengevaluasi kemajuan kesetaraan gender, mengidentifikasi tantangan dan standar global yang ditetapkan, dan dirumuskan menjadi kebijakan konkret untuk mempromosikan kesetaraan gender dan kemajuan di seluruh dunia.

Pada sidang CSW ke-55 ini, Intan dan Fifi, melalui Plan Indonesia, akan menyuarakan tantangan dan masalah anak perempuan di Indonesia. Dua remaja putri inilah yang berani maju menyuarakan hak anak dan perempuan di tingkat dunia. Beberapa hari ke depan, mereka akan pulang membawa lebih banyak pesan yang bisa dibagikan kepada remaja seusianya.

Rasanya, keberangkatan dua remaja putri dari daerah ini ke forum PBB di New York membuktikan bahwa anak perempuan juga bisa membanggakan dirinya, keluarga, dan lingkungannya. Anak perempuan juga punya hak dan kesempatan yang sama untuk berkembang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com