Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Obat Ancam Kesehatan

Kompas.com - 21/02/2011, 06:22 WIB

Direktur Eksekutif International Pharmaceutical Manufacturers Group Parulian Simanjuntak di Jakarta menyatakan, harga obat dipersoalkan karena 80-85 persen penduduk Indonesia membayar biaya kesehatan dari dana pribadi.

”Tersedianya jaminan sosial untuk biaya kesehatan amat mendesak. Selama jaminan itu tidak ada, obat akan menjadi kambing hitam,” katanya.

Di negara maju, seperti Amerika Serikat, biaya obat hanya 7-8 persen dari total biaya kesehatan. Komponen biaya terbesar justru pada penggunaan alat-alat modern untuk diagnosis penyakit serta biaya dokter.

Menurut Parulian, kenaikan harga obat setiap tahun dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tingkat inflasi. Hal senada dinyatakan Ketua Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Anthony Sunarjo.

Penyebab lain kenaikan harga obat, menurut Parulian, adalah tidak efisiennya pasar obat di Indonesia. Pangsa pasar obat Indonesia sangat kecil, tetapi jumlah industri dan distributor farmasi sangat besar.

Saat ini ada sekitar 200 perusahaan farmasi, baik perusahaan dalam negeri maupun asing. Pangsa pasar obat Indonesia pada 2010 hanya 4 miliar dollar AS atau 0,6 persen pangsa pasar obat dunia yang 700 miliar dollar AS. Padahal, porsi penduduk Indonesia 3,5 persen penduduk dunia. ”Walau potensi penduduk Indonesia besar, pangsa pasar obat Indonesia sangat kecil,” katanya.

Konsumsi obat Indonesia termasuk rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Konsumsi obat per kapita Indonesia tahun lalu hanya 17 dollar AS, jauh lebih rendah dibandingkan konsumsi obat per kapita Malaysia yang mencapai 3-4 kali lipatnya.

Kenaikan harga obat kali ini terkait rencana pemerintah menaikkan pajak bahan kimia obat. Hal itu mengingat hampir semua bahan kimia obat diimpor.

Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Ahmad Ramadhan Siregar mengatakan, tingginya harga obat disebabkan oleh kartel. Menurut Ramadhan, disparitas harga terjadi pada obat generik, obat generik bermerek, dan obat paten. Disparitas harga bisa mencapai 300 persen.

Dari perkara terkait farmasi yang ditangani KPPU, 50 persen biaya produksi obat adalah biaya promosi dan distribusi. ”Orang yang sedang sakit tidak bisa menolak apabila dokter merekomendasikan resep obat tertentu,” kata Ramadhan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com