Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengintip Rahasia Nyonya Meneer

Kompas.com - 28/02/2011, 10:00 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com - Dalam sambutan pembukaan Taman Djamoe Indonesia, Senin, 28 Januari 2011 di Semarang, Dr Charles Saerang, Presiden Direktur PT Nyonya Meneer mengatakan, Indonesia mengenal jamu sejak lama, setidaknya di zaman Keraton Yogyakarta dan Surakarta sudah tercatat leluhur kita menggunakan tanaman herbal dan jamu sebagai minuman kesehatan dan kecantikan. Tak berlebihan bila disebut jamu merupakan warisan leluhur Indonesia. Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, negara kita memiliki setidaknya memiliki 30 ribu spesies tanaman obat-obatan dari 40 ribu tanaman yang ada di bumi, terbanyak di dunia setelah Brazil dan Zaire.

Memenuhi undangan dari PT Nyonya Meneer untuk pembukaan Taman Djamoe Indonesia yang terletak di Kecamatan Bergas, Semarang, Kompas Female sempat berkunjung ke Museum Nyonya Meneer yang berada di depan pabriknya di Jln Raya Kaligawe Km 4, Semarang. Di lantai 2, keluarga Nyonya Meneer, menyimpan memorabilia dan beberapa potret lama dari perjalanan perusahaan jamu yang sudah memulai usahanya sejak tahun 1919 ini.

Berbincang dengan salah seorang pengurus museum, Erni, mengatakan, "Sebenarnya apa yang ada di jamu kami, semuanya tertulis pada bungkus jamu sachet tersebut. Jadi, semua rahasianya ya ada di sana. Kami tidak boleh menggunakan pengawet atau zat kimia lain. Supaya lebih ringkas, campuran bahan-bahan alami dari tanaman obat-obatan dibuat bubuk lalu kemudian divakum. Karena alami, masa simpannya tidak terlalu lama."

Di dalam museum yang terletak di lantai 2 depan kantor tersebut, terdapat barang-barang dan sedikit cerita mengenai perjalanan dan cara Nyonya Meneer membuat jamunya, serta hanya terdapat beberapa contoh tanaman-tanaman yang biasa digunakan pada jamu dan obat-obatan tradisional. Untuk lebih lengkap menyingkap rahasia jamu yang mereka miliki, PT Nyonya Meneer kini memiliki Taman Djamoe Indonesia (TDI). Di sini, Anda bisa melihat tanaman obat dan herbal di Indonesia, baik yang sudah sering digunakan untuk jamu-jamuan, maupun yang masih dalam penelitian.

Terletak di jalan Raya Karangjati Km 28, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. TDI melindungi sekitar 600 spesies tanaman obat yang sering digunakan dalam industri jamu dari berbagai kategori genting, rawan, dan jarang. Dalam bincang-bincang, malam sebelum pembukaan TDI, Dr Charles Saerang sempat mengungkap dilema yang dihadapinya mengenai pembukaan TDI ini. "Lokasi ini luasnya sekitar 3 hektar, tanaman-tanaman yang ada di sini sudah dikumpulkan sejak tahun 1978, banyak pula tanaman-tanaman dari berbagai daerah di Indonesia. Ada yang dari Kalimantan, Makassar, dan lainnya. Upayanya pun tidak main-main, tetapi apa yang kami pelajari mengenai tumbuhan sangat berharga. Ini akan menjadi sebuah pengetahuan bagi masyarakat kita. Tetapi, ada juga yang dikhawatirkan, bila orang asing datang ke sini, mereka bisa mempelajari sangat banyak. Mereka tinggal pelajari tumbuhan-tumbuhan langka apa pun yang aslinya di Sabang, Sulawesi, dan lainnya."

Dr Charles juga mengungkap, kehadiran TDI sesungguhnya telah membuka tabir rahasia resep jamu PT Nyonya Meneer, yang pada pemikiran usaha seharusnya tidak dibuka secara umum. "Tetapi kami melihat, pengetahuan dan edukasi tentang jamu seharusnya tidak disimpan menjadi kekayaan kami sendiri. Sekaligus, kami ingin memberi tahu kepada masyarakat bahwa produk-produk Nyonya Meneer sangat alami dan aman, serta memakai bahan-bahan yang telah melalui proses penelitian."

Upaya pembangunan TDI tidak terjadi dengan instan dan mudah. "Tidak main-main apa yang kami lakukan di sini. Upayanya pun cukup besar. Tetapi, dari semua itu, kami banyak belajar mengenai tumbuhan-tumbuhan, termasuk yang langka. TDI ditujukan untuk menaikkan image jamu. Jamu sering dinilai sebagai bagian orang kecil, sayangnya pemerintah tidak memerhatikannya. Lalu, muncullah jamu-jamu kimiawi. Kalau bicara jamu, hampir 70 persen orang pernah menggunakan, tetapi tidak diperhatikan, dari hulu sampai hilir. Dari segi akademik dan bisnisnya tidak jalan. Pembangunan TDI ini seharusnya menjadi pukulan bagi pemerintah daerah Jawa Tengah. Karena ini harusnya milik Pemda, karena ratusan pabrik jamu ada di Jawa Tengah. Kenapa tidak mereka yang membuat? Mengapa harus saya yang buat? Tetapi saya melihat ini sebagai peluang, mengapa? Karena we care for our society," ungkap Dr Charles.

Harapan Dr Charles mengenai pengembangan TDI ini, "Saya berharap, dengan perjanjian bersama BPPT di hari pembukaan TDI, bisa langsung bergerak untuk perkembangan penelitian dan perlindungan untuk tanaman-tanaman ini."

Ke depannya, Dr Charles mengatakan bahwa visi untuk membuat jamu sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat, ia berencana mengembangkan pendidikan seputar jamu dan alam bagi masyarakat. "Umumnya pendidikan bagaimana membuat jamu yang enak, penelitian, dan gaya hidup sehat. Kalau dari (merek) yang lain kan bersifat kosmetik dan kecantikannya, tetapi saya ingin mengangkat kecantikan kesehatan dari dalam. Saya akan kembangkan ke sana, akan masuk pula latihan yoga, tai chi, dan lainnya. Di Amphitheatre kami, akan diputar film mengenai heritage of jamu, dalam bahasa-bahasa asing juga, supaya nanti, tempat ini bisa jadi destinasi pariwisata."

Tidak bergerak sendiri, Dr Charles juga mendapat dukungan dari keluarganya, termasuk sang putri, Vanessa K. Ong, B.B.A, yang sudah mulai meracik menu jamu dengan rasa baru tanpa menghilangkan khasiat yang terkandung. "Makanan dan minuman resep Vanessa akan dijual di Meneer Corner, perlahan, kami akan membuat franchise Meneer Cafe yang terus mengangkat makanan dan minuman jamu unik yang enak, supaya orang jadi makin mau minum jamu karena rasanya sudah enak dan modern," tutup Dr Charles.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com