Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemandirian Perempuan Bikin "Family Man" Makin Langka?

Kompas.com - 02/03/2011, 11:53 WIB

KOMPAS.com - Betapa pun mandirinya seorang perempuan, ia membutuhkan sosok kepala keluarga sebagai mitra dalam membangun hubungan dan menjalankan peran rumah tangga. Peran family man yang idealnya melekat pada laki-laki ini bagaimana pun didambakan perempuan, demikian menurut psikolog Tika Bisono. Bahkan Tika dengan lantang bilang, betapa pun gagahnya perempuan, sebagai istri ia membutuhkan suami untuk meminta arahan. Inilah gambaran sederhana karakter kepala keluarga dalam keluarga.

Meski didamba dan dibutuhkan, sosok pria yang peduli pada keluarga kian langka, bahkan menghilang. Tika menjabarkan sejumlah faktor yang memengaruhi hilangnya sosok family man.

Pasangan bekerja
Peran ganda mulai muncul sejak era 70-an, kata Tika. Perempuan tak lagi bersembunyi di ruang domestik. Kesempatan mengembangkan diri di ranah publik semakin terbuka bagi perempuan. Peran ganda ini sempat dianggap buruk di masa lalu, namun kini sudah semakin diterima dan menjadi kehormatan bagi perempuan.

Fenomena pasangan bekerja inilah yang kemudian menyembunyikan sosok family man. Sosok ini tetap ada, hanya saja semakin tenggelam karena pria tak lagi sebagai satu-satunya penyantun dalam keluarga. Ada istri yang juga berkontribusi terhadap keuangan keluarga. Namun, semestinya, perubahan ini tak dilihat mentah-mentah. Istri yang juga berperan sebagai penyantun semestinya dilihat secara positif. Di sisi lain, istri yang kini setara dengan suami dalam menyumbangkan pundi uang keluarga tetap melihat sosok pasangannya sebagai family man.

"Meski istri berpenghasilan lebih besar, memiliki karier lebih tinggi, ia tetap harus meminta dinafkahi suami. Dengan begitu suami akan merasa diakui keberadaannya. Jangan melihat jumlah uang yang diberikan suami, namun lebih melihat bahwa suami masih menjalankan perannya sebagai penyantun dalam keluarga. Dengan begitu, laki-laki merasa bangga menjadi suami yang menafkahi, berapapun angkanya. Laki-laki akan dengan bangga mengatakan bahwa istri dan keluarganya menerima dengan senang hati berapa pun nafkah yang diberikannya kepada keluarga," jelas Tika kepada Kompas Female.

Lantas bagaimana jika suami tak memberikan nafkah karena merasa istri sudah mandiri? Tika menegaskan, istri tetap perlu meminta nafkah dari suami, berapapun angkanya. Perempuan juga perlu membela kehormatan suami dengan mengakui keberadaannya, termasuk dalam menjalani peran kepala keluarga sebagai penyantun. Justru, jika perempuan mandiri tidak meminta nafkah rutin dari suaminya, ia tengah membiarkan kondisi tidak menghormati suami sebagai kepala keluarga.

"Kembalikan kehormatan suami sebagai family man dengan memberikannya kesempatan menjalani semua peran yang melekat pada laki-laki," tegas Tika.

Faktor kesetaraan gender
Kesetaraan gender semestinya dilihat lebih positif, dengan semakin terbukanya kesempatan bagi perempuan mengembangkan potensi diri. Pasangan juga bisa saling menyelaraskan peran dalam rumah tangga, dengan adanya kesetaraan peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Namun, meski kondisi ini diterima secara terbuka oleh banyak laki-laki, jauh di lubuk hatinya pria merasa tersinggung dengan kemajuan perempuan, jelas Tika.

"Jauh di dalam lubuk hatinya, pria Indonesia masih tradisional. Namun bukan berarti mereka tak senang perempuan berkembang. Hanya saja, jangan menciderai harga diri laki-laki dengan semakin majunya perempuan. Harga diri bagi pria adalah segalanya. Betapa pun tidak kompetennya pria, perempuan perlu menghargai kehormatan diri laki-laki. Bahwa meski perempuan lebih maju, suami juga masih mendapat tempat dengan menunjukkan perannya menafkahi istri. Bahwa meski kondisi sekarang suami cacat atau sakit, ia tetap butuh dihargai atas usahanya menafkahi keluarga saat masih sehat," Tika menjelaskan dengan gamblang.

Laki-laki, kata Tika, lebih senang dinilai dari kearifannya daripada kompetensi teknis. Artinya, suami Anda akan lebih merasa dihargai atau diakui ketika masih dimintai pendapat oleh Anda, meski ia tak lagi kompeten melakukan berbagai hal karena sakit, cacat, atau kondisi lainnya. Memelihara peran family man ini menjadi tanggungjawab bersama, baik istri maupun suami. Dengan begitu hubungan pasangan menikah akan seimbang.

"Kalau ada laki-laki yang tidak bisa dihormati, ini karena perempuan di sekitarnya. Jika ada laki-laki yang dihormati, juga karena perempuan di baliknya. Begitu pun kalau ada perempuan yang dihormati di lingkungan, pasti ada laki-laki di baliknya yang memberikan arahan dan dimintai pendapat oleh perempuannya," tutur Tika, menggambarkan peran yang seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam menciptakan sosok family man.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com