Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbanyak Perempuan PSK: Cerai Muda

Kompas.com - 06/03/2011, 09:05 WIB

Meskipun data ditulis berdasarkan riset tahun 1995, tak berarti angka-angka itu begitu saja menjadi basi. Bahkan, untuk hari-hari kiwari, masa kini, isi buku ini bukan saja masih dan tetap relevan, bahkan kian relevan. Maksudnya, saat riset dilakukan, isu HIV/AIDS sedang menjadi perbincangan, sementara para PSK dianggap sebagai biang penularnya.

Dalam penelitian, para PSK lebih mengenal sifilis, gonore, dan klamidia ketimbang HIV/AIDS. Enny—juga jurnalis Irwan Julianto dan aktivis Baby Jim Aditya yang menuliskan semacam pengantar—hendak menegaskan bahwa para PSK tak selalu menjadi penular awal.

Tak terselesaikan

Buku ini bukanlah terjemahan dari disertasi bertajuk ”Determinants of STD/AIDS-related Behaviors of Female Commercial Sex Workers in Kramat Tunggak, Jakarta, Indonesia”—yang membuahkan gelar doktor pertama bagi Enny untuk Public Health Indonesia di Harvard School of Public Health, Boston, AS.

Kecuali bahasa, gaya penulisannya juga lain: disertasi berbahasa ilmiah, PPKT menggunakan pola ”saya” yang bercerita laiknya catatan sebuah memo sehingga komunikasi dengan pembacanya memunculkan empati.

Juga jika dibandingkan buku yang sama terbitan tahun 1999, dalam PPKT mutakhir begitu banyak tambahan yang kian melengkapi: foto-foto, beberapa tulisan boks yang penuh sentuhan kemanusiaan—misalnya tentang para pacar seorang PSK, PSK yang bercita-cita menjadi germo, dan PSK kesurupan. Tambahan lainnya: catatan epilog saat penulisnya melakukan kunjungan diam-diam atau incognito sebagai Menteri Kesehatan yang dilakukan Juli 2010, belasan tahun setelah penelitian itu.

Dalam epilog, Enny hendak menyatakan bahwa bangunan lama, Kramat Tunggak, boleh dirobohkan (tahun 1999) dan dikubur oleh bangunan baru sereligius apa pun, toh para penghuninya tetap mencari kolateral atau pembuluh nadi baru. Tergambarkan, dalam jarak lima menitan berkendara motor dari Islamic Center terdapat kompleks transaksi seksual yang terhitung liar, yang justru sulit dideteksi keberadaan penyakit IMS untuk dicegah atau disembuhkan.

Dalam selipan boks tersendiri yang ditulis jurnalis Isye Soentoro, epilog Ketua Puskesmas Waipare, Kewapante, Nusa Tenggara Timur (1980-1983), ini mendapat penegasan: Pela Pela, Rawa Malang, dan Koljem Marunda, kompleks-kompleks yang lebih tua usianya dibandingkan Kramat Tunggak, kini menjadi limpahan penghuni dari Kramat Tunggak—yang semuanya liar.

Tanpa berniat melebih-lebihkan, disertasi ataupun buku PPKT benar-benar bisa dianggap sempurna sebagai sebuah karya yang mengandung pemikiran dan intelektualitas yang teruji. Apalagi, tiga bab dari disertasinya sudah pula dimuat dalam jurnal ilmiah internasional, yang memang disyaratkan kelulusan doktor di Harvard University. Karena itu, jelas sudah, PPKT bukan buku yang ditulis oleh seorang menteri atau pejabat, melainkan digarap seorang cendekia yang di kemudian hari ditugasi menjadi menteri.

Veven Sp Wardhana, Senior Advisor di The Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, Strengthening Women’s Rights (SWR)

 

Data buku:

  • Judul      : Perempuan-perempuan Kramat Tunggak
  • Penulis   : Endang R Sedyaningsih
  • Penerbit : Kepustakan Populer Gramedia
  • Edisi       : Desember 2010
  • Tebal      : 250 + Liv halaman
  • ISBN      : 978-979-91-0293-5

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com