Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ernawati, Perajin Batik Mrico Bolong

Kompas.com - 23/03/2011, 12:34 WIB

”Kalau kemampuan membatik mereka sangat baik dan tidak malas-malasan, mereka bisa mendapatkan penghasilan Rp 650.000 per bulan,” katanya.

Ernawati mengeluhkan tingginya harga bahan baku kain batik saat ini. Padahal, katanya, harga kain batik sulit dinaikkan. Keadaan diperparah dengan banjir kain batik printing yang sangat murah.

”Harga bahan baku kain batik sangat mahal. Misalnya, kain primisima kualitas biasa Rp 585.000 per piece. Padahal, sebelumnya hanya Rp 350.000,” ujar Ernawati.

Banjir batik printing di pasaran memukul perajin dan usaha kecil batik sebagaimana yang dirasakan Ernawati. ”Harga kain batik printing yang hanya Rp 30.000 di pasaran menghancurkan usaha kecil batik tulis,” katanya.

Hasil usaha kecil batik Mrico Bolong khas Mojokerto kreasi dan inovasi Ernawati memenuhi order pedagang batik di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Probolinggo, Madura, Bekasi, hingga Kalimantan.

”Beberapa hari lalu saya dapat telepon orderan dari Yogyakarta. Karena belum saya kenal, tidak saya penuhi,” kata peraih penghargaan juara satu lomba desain batik atas karyanya, ”Ayam Bekisar”, tahun 2010 dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur ini.

Ernawati patut bangga dengan hasil kreatif-inovatifnya dalam mengembangkan batik Mrico Bolong di bumi Majapahit (Mojokerto). Pasalnya, sejak tahun 2002 desain batik Mrico Bolong karyanya telah menjadi seragam wajib pegawai instansi pemerintah dan kantor-kantor dinas di wilayah kota dan kabupaten Mojokerto. Kain batik ciptaan Ernawati menjadi bagian dari identitas masyarakat Mojokerto.

Sebagai perajin sekaligus kreator dan inovator desain dan motif batik Mrico Bolong khas tanah Majapahit, Ernawati menyimpan obsesi besar untuk memasyarakatkan kain batik Mrico Bolong sebagaimana kain batik asal Yogyakarta, Solo, dan Madura yang lebih dahulu dikenal luas oleh masyarakat.

Meski batik Mrico Bolong belum setenar batik dari daerah lainnya, Ernawati mengaku tidak patah arang. Dia terus berusaha menggapai obsesinya dengan mengikuti berbagai ajang pameran hasil kerajinan usaha kecil-menengah di Surabaya dan Jakarta.

”Kalau nanti keinginan saya punya show room batik Mrico Bolong di kota kelahiran saya sudah terwujud dan usaha ini berkembang pesat, baru saya berpikir untuk membuka cabang di kota-kota besar, seperti Surabaya dan Jakarta,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com