Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penggugat Susu Berbakteri Upayakan Sita Paksa

Kompas.com - 26/04/2011, 17:53 WIB

JAKARTA, KOMPAS. com -- Penggugat susu formula berbakteri David M.L Tobing menyatakan siap mengupayakan sita paksa hasil penelitian bila Menteri Kesehatan, Institut Pertanian Bogor dan Badan POM tidak juga melaksanakan putusan MA dalam kurun waktu delapan hari ke depan setelah dilakukannya panggilan peringatan oleh pengadilan.

Kemenkes, BPOM maupun IPB Selasa (26/4/2011)  ini telah memenuhi panggilan peringatan melaksanakan putusan (Aanmaning) oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.  Ketiga pihak tersebut datang ke PN Jakarta Pusat diwakili oleh para kuasa hukumnya. Pihak Menteri Kesehatan dan Badan POM yang diwakilkan oleh tim Jaksa Pengacara Negara Cahyaning SH. Sedangkan IPB, menunjuk Edward Arfa SH sebagai pengacara. 

Menurut David, berdasarkan hukum acara, bila ketiga pihak tergugat tidak melaksanakan putusan, maka pihak penggugat dapat mengajukan eksekusi paksa, di mana mekanismenya ditentukan pengadilan. Tujuan eksekusi paksa ini tak lain agar putusan MA dapat dijalankan, yakni membuka nama-nama susu formula terkontaminasi.

"Delapan hari sejak hari ini, itu kesempatan yang diberikan pengadilan. Saya mohon disita hasil penelitiannya, supaya nama-nama susunya terungkap," ungkap David di kantor saat menghadiri  Aanmaning  di PN Jakarta Pusat.

David juga mempertanyakan tidak kunjung dipublikasikannya nama-nama produk susu yang terkontaminasi. Padahal, kata David, baik Menkes dan Badan POM sudah menerima data-data produk susu yang terkontaminasi dari IPB.

"Sesuai dengan prosedur hukum acara yang berlaku, pengadilan memperingatkan mereka. Jadi tidak ada mediasi, tidak ada lagi gugatan baru. Coba bayangkan, orang kalau sudah diperingatkan pengadilan, tapi belum mau menjalankan, tandanya mereka melawan perintah hukum," paparnya.

Hormati kode etik

Edward Arfa, selaku kuasa hukum IPB, kembali menegaskan sikap lembaga perguruan tinggi itu untuk menolak menjalankan perintah pengadilan.  Ia beralasan, keputusan itu sudah sesuai dengan kode etik yang berpedoman pada jurnal internasional, bahwa dalam sifat penelitian isolasi tidak dibenarkan untuk mempublikasikan merek, jenis dan nama susu yang di teliti. 

"Dalam kasus ini, penelitian bukan pada seluruh sampel susu formula dan bukan untuk pelayanan publik, melainkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan teknologi," ungkap Edward Arfa.

Sementara itu Cahyaning  mengatakan pihaknya tidak bisa membuka nama-nama produk susu formula yang dimaksud. Pasalnya, mereka tidak bisa memaksa IPB dalam hal ini yang melakukan penelitian untuk memberikan data-data produk susu yang terkontaminasi.

"Kami tidak bisa memaksa IPB untuk mempublikasikan hasil penelitian, karena berbeda tugas dan wewenang, tegas Cahyaning.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com