Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Masa Reformasi Terdesentralisasi

Kompas.com - 07/06/2011, 02:53 WIB

Jakarta, Kompas - Korupsi pada masa reformasi jauh lebih menyebar, masif, dan kasusnya pun sangat banyak. Koruptor juga berupaya mendapatkan hasil sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat.

Hal ini terungkap dalam diskusi ”KKN dari Rezim ke Rezim” yang diselenggarakan Rumah Perubahan di Jakarta, Senin (6/6). Hadir sebagai narasumber Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida, dan aktivis Petisi 50 Christ Siner Key Timu.

Danang menjelaskan, korupsi zaman Orde Baru (Orba) lebih terkendali karena siapa pun boleh korupsi sepanjang jadi bagian dari korupsi Soeharto. Kendati tingkat korupsi tinggi, ekonomi masih tinggi dan kesejahteraan masih menetes ke masyarakat.

Sentralisasi ini bahkan memunculkan teori korupsi waralaba. Semua korupsi bisa dilakukan jika melalui jalur TNI, birokrasi, partai politik terutama Golkar, perusahaan kroni, dan anak Soeharto. ”Namun pada akhir masa jabatannya, Soeharto pun tidak mampu mengendalikan lagi. Bahkan, kelima jalur itu berkonflik,” tutur Danang.

Pada masa reformasi, korupsi semakin menyebar. Media massa lebih bebas memberitakan kasus korupsi tanpa khawatir diberedel. Di sisi lain, fragmentasi kekuasaan membuat semua orang memanfaatkan waktu dan jabatan untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Hal ini terjadi di tingkat pusat dan daerah serta di semua lembaga tinggi negara. ”SBY tidak mampu seperti Soeharto karena masa jabatannya dibatasi hanya dua periode. Koruptor mengeruk kekayaan negara sampai sedasar-dasarnya. Menjelang pilkada, illegal logging tinggi sebab perlu ongkos pilkada,” tutur Danang.

Rente juga semakin tinggi dalam siklus lima tahun. Karena itu, ketika mendapatkan konsesi, pengusaha akan menghabiskan sumber daya yang ada karena proses selanjutnya baru akan diupayakan lima tahun mendatang.

Christ Siner menambahkan, korupsi pada masa reformasi lebih canggih sebagai lanjutan masa Orba. Ini disebabkan tidak ada perubahan mendasar ketika orde reformasi menjabat, termasuk birokrasi dari masa Orba yang masih menjabat. Bedanya hanya Soeharto sudah tidak berkuasa sebagai presiden.

Danang melihat korupsi yang semakin masif ini akibat penegakan hukum yang lemah. Korupsi di lembaga peradilan dan lembaga penegak hukum dimulai ketika peradilan kehilangan independensi, bahkan sejak tahun 1950-an. Bahkan pada masa Orba, peradilan boleh menerima apa pun sepanjang mengikuti keinginan eksekutif.

Korupsi pun menjalar ke semua institusi penegak hukum. Masalahnya, KPK saat ini kesulitan menangani korupsi di kalangan penegak hukum. ”Secara umum, peluang koruptor tertangkap sangat kecil,” ujar Danang.

Untuk mengatasi korupsi ini, menurut Laode Ida, diperlukan figur yang bisa menjadi panutan. Tokoh ini harus mampu mengeksekusi praktik-praktik yang benar. Selain itu, perlu dibangun kesadaran publik secara massal dan masif sebelum pemerintahan yang korup diganti. (INA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com