Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Klub Istri Taat Suami: Rancu dan Melemahkan Perempuan

Kompas.com - 08/06/2011, 08:59 WIB

KOMPAS.com - Gagasan pendirian Ikatan Istri Taat Suami (IITS) di Indonesia digulirkan Dr Gina Puspita, PhD. Seperti apa gagasan Dr Gina mengenai IITS? (Baca: Menyusul, Ikatan Istri Taat Suami Indonesia). Kepada Kompas Female, sejumlah pakar dan pengamat isu perempuan merespons inisiatif ini.

Husein Muhammad, Komisioner Komnas Perempuan 2007-2010 dan 2010-2014 yang juga penulis buku Islam Agama Ramah Perempuan mengatakan, gagasan Dr Gina semakin mengokohkan stereotip perempuan sebagai "pelayan". Perempuan difungsikan sebagai mahluk domestik. Gagasan tersebut meneguhkan kembali konsep domestikasi perempuan. Konsep ini berakar pada anggapan bahwa perempuan adalah mahluk Tuhan yang lemah dan rendah secara intelektual. Sementara laki-laki diposisikan sebagai mahluk publik, karena anggapan akal mereka lebih unggul.

"Dari namanya saja orang sudah dapat dan mudah merefleksikan bahwa perempuan merupakan entitas subordinat, mahluk kelas dua. Menurut saya gagasan Dr Gina bukan merupakan jalan yang baik, dan proses ke arah pemiskinan dan pelemahan perempuan. Ini pada gilirannya akan sangat berpotensi membuat kehidupan keluarga semakin terpuruk. Tujuan yang baik tidak serta-merta menghasilkan kebaikan, jika jalan yang dilaluinya keliru, salah dan menderitakan orang," jelas Husein, yang menjabat sebagai Ketua Dewan Kebijakan LSM Fahmina di Cirebon.

Husein yang juga pendiri perguruan tinggi Institute Studi Islam Fahmina menambahkan, pendirian IITS di Indonesia akan mengalami kegagalan yang sama dengan kasus Poligami Award. Ia hanya akan menarik bagi segelintir orang yang telah kehilangan cara mengatasi problem dirinya sendiri dan keluarga atau rumahtangganya.

"Indonesia telah memiliki Konstitusi 1945 yang memandatkan penghapusan segala bentuk diskriminasi, tak terkecuali diskriminasi berbasis gender. Negara ini juga sudah meratifikasi konvensi CEDAW yang mengamanatkan penghapusan berbagai diskriminasi terhadap perempuan," tegas Husein.

Rancu

Ir Dra Giwo Rubianto, MPd, pengamat dan pemerhati perempuan dan anak, mengatakan kehadiran IITS tidak diperlukan karena tidak ada urgensinya. Giwo menjelaskan, dari aspek nomenklatur saja tidak tepat. Kata “taat” memiliki “konteks” dan “makna” yang luas, dan tidak bisa dipersepsikan secara dangkal.

"Taat yang bagaimana? Tentu taat dalam koridor tepat. Karena tentu tidak mungkin seorang istri taat, terhadap semua perintah suami tanpa melihat apakah perintahnya itu positif atau negatif. Suami juga manusia, sehingga kehadiran istri adalah menjadi mitra yang saling melengkapi, saling memberi kontribusi dan menjadi teman sharing dalam keluarga," jelas Giwo, pendiri Gerakan Wanita Sejahtera.

Dr Gina menyebutkan, bahwa tujuan didirikannya IITS adalah juga sebagai lembaga konsultasi pernikahan. Niat baik ini patut diapresiasi. Karena di balik niatan Gina tersirat misi bahwa perempuan juga perlu dibekali edukasi seks agar rumah tangganya semakin harmonis. Namun, menurut Giwo, niat baik ini menjadi rancu dengan didirikannya IITS.

"Jika semangatnya untuk konseling, terutama terkait pencegahan kekerasan dalam rumah tangga, semangatnya layak diapresiasi. Namun jangan dirancukan dengan niat seolah-olah banyaknya perempuan bekerja di luar rumah sebagai bentuk ketidaktaatan terhadap suami. Ini salah besar. Namun jika ingin mencegah kekerasan patut diapresiasi, karena saat ini masih banyak kasus KDRT karena relasi yang timpang, terutama perempuan sering menjadi korban akibat bias gender yang melembaga di masyarakat," jelas Giwo.

Kehadiran IITS, lanjutnya, kontraproduktif dengan fakta yang ada. Bahwa secara umum, banyak kasus kekerasan dengan perempuan sebagai korban. Padahal jika melihat Pasal 31, UU Perkawinan “Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat," tandas Giwo.

Hingga berita ini diturunkan, Dr Gina Puspita belum membalas pesan dari Kompas Female.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com