Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih Baik Sakit Gigi daripada Sakit Hati?

Kompas.com - 13/06/2011, 17:24 WIB

KOMPAS.com — "

aripada sakit hati

lebih baik sakit gigi ini

biar tak mengapa


http://musiklib.org/Meggy_Z-Lebih_Baik_Sakit_Gigi-Lirik_Lagu.htm

Daripada sakit hati/ lebih baik sakit gigi ini/ biar tak mengapa..." begitu rintih Meggy Z beberapa tahun lalu. Selama bertahun-tahun para penulis lagu telah berjuang untuk menggambarkan betapa sakitnya saat putus cinta. Dan, ungkapan Meggy Z kini diakui oleh para peneliti yang menyatakan bahwa cinta yang tak terbalas itu lebih dari sekadar respons emosional.

Dari eksperimen yang dilakukan para peneliti terlihat bahwa diputuskan oleh kekasih akan mengaktifkan bagian otak yang biasanya lebih terkait dengan proses sakit secara fisik, misalnya sensasi terbakar ketika tersulut api. Penemuan ini menjelaskan mengapa patah hati itu sangat menyakitkan dan berlangsung begitu lama.

Peneliti dari University of Michigan melakukan eksperimen terhadap 40 pria dan wanita yang hubungan cintanya kandas. Semua responden mengakui bahwa pengalaman itu membuat mereka sangat terluka.

Responden lalu diminta mengamati beragam gambar, sementara otak mereka di-scan oleh para peneliti. Ternyata, menatap foto mantan dan disentuh dengan benda panas lebih menyakitkan daripada memikirkan seorang teman atau disentuh dengan benda yang lebih dingin. Mereka juga mengatakan bahwa berpikir mengenai putusnya hubungan itu sama menyakitkannya dengan disenggol benda panas.

Sementara itu, analisa dari hasil scanning menunjukkan bahwa area otak yang sama "menyala" ketika memproses dua tipe rasa sakit tersebut.
 
"Hasil penemuan ini memberikan makna baru mengenai ide bahwa penolakan secara sosial itu menyakitkan," papar peneliti Ethan Kross.

Sepintas, ketika tanpa sengaja kita menumpahkan kopi yang panas ke tubuh kita, atau berpikir bagaimana rasanya ditolak (diputuskan) sambil menatap foto si mantan, Anda memperkirakan akan mendapatkan tipe rasa sakit yang berbeda. Namun, penelitian yang dimuat di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences ini menunjukkan, kedua tipe rasa sakit itu ternyata mirip satu sama lain.

Studi ini juga memperlihatkan bahwa semakin lama, aktivitas dalam bagian otak di balik ikatan emosional ini semakin berkurang. Artinya, rasa sakit hati itu perlahan akan pudar juga seiring berjalannya waktu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com