Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setetes Darah untuk Kehidupan

Kompas.com - 19/08/2011, 14:04 WIB

KOMPAS.com — Akhir-akhir ini mungkin Anda sering menerima pesan melalui ponsel atau e-mail yang mencari siapa pun yang bersedia menjadi donor darah. Tak jarang pula pasien yang membutuhkan darah tersebut dikabarkan meninggal dunia tak lama berselang karena tidak adanya persediaan darah yang sesuai.

PMI memang sering mengalami defisit persediaan darah, terutama di bulan Ramadhan dan setelah Lebaran. Menurut data PMI, kebutuhan darah di Indonesia per tahun rata-rata 4,8 juta kantong, tetapi persediaannya hanya sekitar 1,9 juta kantong, yang berarti terdapat defisit 2,9 juta kantong darah per tahunnya.

Padahal, kebutuhan darah harus dipenuhi karena menyangkut nyawa. Dr Ari Fahrial Syam, Sp PD, ahli penyakit dalam dari RSCM Jakarta, bercerita, dalam seminggu terakhir ini ia kembali mendapatkan lagi kasus pasien yang perlu transfusi darah, tetapi kehabisan stok darah di PMI.

"Saat ini di Jakarta untuk mendapatkan 400 cc darah perlu dua orang pendonor, padahal di bulan puasa ini jumlah pendonor merosot drastis," katanya.

Kesulitan mencari darah juga terjadi di beberapa rumah sakit, salah satunya di RSUD Fatmawati Jakarta. "Kami beberapa kali membutuhkan darah dengan golongan A juga cukup sulit," kata dr Lia Partakusuma, dari bagian Humas RS Fatmawati, dalam surat elektronik.

Ari menjelaskan, darah yang dibutuhkan saat ini antara lain packed red cell (PRC) atau darah untuk menaikkan hemoglobin. "Penurunan hemoglobin terjadi karena berbagai sebab, misalnya karena luka kecelakaan, perdarahan saluran cerna atas atau pun bawah, atau perdarahan pada kasus kebidanan. Selain itu, juga diperlukan darah untuk persiapan operasi besar," paparnya.

Terkendala mitos
Meski kita sudah sering mendengar berita mengenai pelaksanaan donor darah di berbagai kegiatan sosial, nyatanya kegiatan donor darah belum menjadi gaya hidup. Buktinya sudah jelas, banyak pasien yang butuh darah harus pontang-panting mencari donor darah.

Selain itu, masih banyak mitos yang menghalangi calon pendonor untuk memberikan darahnya, antara lain, kekhawatiran tekanan darah akan naik pascadonor darah hingga soal penularan penyakit.

Padahal, menurut Ari, mitos-mitos tersebut tidak terbukti kebenarannya. "Tidak benar bahwa orang yang mendonorkan darahnya akan menjadi hipertensi," tepisnya.

Malahan, donor darah secara rutin akan membuat tubuh lebih sehat karena berkaitan dengan pengurangan kadar besi (Fe) karena kadar besi yang berlebihan akan menambah risiko berbagai penyakit, termasuk penyakit jantung dan pembuluh darah.

Ketakutan akan penularan penyakit juga tidak terbukti karena PMI memiliki standar prosedur kesehatan. Para petugas PMI yang melakukan pengambilan darah juga telah melalui training, termasuk dalam hal penggunaan alat jarum suntik yang steril dan sekali pakai.

Menjadi donor darah memang ada syaratnya, yakni berbadan sehat, tidak sedang sakit, tekanan darah normal, tidak sedang hamil, haid, atau menyusui, serta tidak menderita penyakit kronis dan menular, seperti hepatitis, sifilis, atau HIV/AIDS.

Untuk mengembalikan stamina, sangat disarankan untuk mengonsumsi protein setelah donor darah. Selain itu, konsumsi cukup cairan untuk mengembalikan cairan tubuh yang dikeluarkan selama proses transfusi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com