Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ninin Subianto: "Buku Tak Akan Tergantikan Media Digital!"

Kompas.com - 09/01/2012, 10:53 WIB

KOMPAS.com - Di toko buku Aksara, Jakarta, kami bertemu Arini Subianto. Ninin sapaannya. Dialah salah seorang pendiri toko gaya hidup itu. ”Buku tidak akan pernah hilang karena itu adalah minat kami,” kata Ninin tentang idealismenya.

Ninin baru saja begadang untuk menyelesaikan pekerjaan sebelum bertemu kami pada Rabu (14/12/2011) siang. Raut wajahnya tak memperlihatkan rasa lelah. Ia justru tampak energik. Karena kegesitannya itu, oleh teman-temannya, Ninin diibaratkan sebagai kelinci dalam iklan produk baterai. ”Mereka bilang, saya tidak akan berhenti bekerja kalau baterainya belum habis, ha-ha-ha,” kata Ninin di Aksara, Pacific Place, Jakarta.

Toko dengan koleksi buku impor, produk digital, dan sejumlah pernik suvenir itu milik Ninin bersama rekan bisnisnya, Winfred Hutabarat. Malam itu, Aksara menggelar acara rilis Moleskine, buku harian asal Italia yang telah menjadi legenda. Banyak tokoh dunia yang menuangkan catatannya dalam buku ini, seperti pelukis Pablo Picasso dan Vincent van Gogh, serta sastrawan Ernest Hemingway.

Untuk di Indonesia, Ninin memperlihatkan buku harian milik beberapa tokoh dari berbagai profesi, seperti perancang busana Biyan Wanaatmadja, pengusaha Sandiaga Uno, dan sutradara Nia Dinata. Ninin rajin mengisi buku harian dengan jadwal kegiatan sehari-hari. Buku harian mungil miliknya juga ”berwarna” dengan coretan tangan anaknya.

”Saya lebih suka membuat agenda di buku dibandingkan dalam media digital seperti banyak dilakukan orang saat ini. Menulis di buku bisa lebih kreatif, bisa memberi warna dan menempel sesuatu yang sulit dilakukan di ponsel atau komputer tablet.”

Ninin memang tak pernah meninggalkan buku. Namun, dia juga mengikuti perkembangan teknologi. Ibu dua anak ini percaya bahwa buku adalah alat belajar yang lebih baik untuk anak-anak dibandingkan dengan media digital. Berdasarkan hal inilah, Ninin dan Winfred tetap menyediakan buku anak-anak di Aksara.

”Zaman sekarang, tantangan orangtua dan sekolah untuk membiasakan anak membaca buku lebih besar. Untuk itu, saya sangat menghargai sekolah yang menugasi murid untuk membaca dan menulis karena, kalau tidak, anak-anak akan terbiasa dengan informasi pendek dari Twitter, status di Facebook, dan bahasa yang dipakai di BlackBerry. Jangan sampai kultur ini menjadi absolut,” tuturnya.

Meski demikian, Ninin tetap mengimbangi gaya hidup konsumen toko bukunya yang diterpa gaya hidup digital. Dari konsep toko buku murni ketika didirikan, Aksara kini telah menjadi ”toko gaya hidup”. Persentase buku yang tadinya mencapai 60-65 persen, saat ini tinggal 40-45 persen. Keberadaannya digantikan oleh berbagai produk digital, seperti buku digital, iPod, dan komputer tablet. ”Akan tetapi, buku tidak akan pernah hilang karena itu adalah minat kami,” kata Ninin.

Bandung-New York
Selain membaca, Ninin juga gemar menggambar sejak kecil. Ia pun menyukai desain. Meski cintanya lebih besar pada desain interior, Ninin sebenarnya tak pernah menekuni bidang ini secara formal. Setelah sempat kuliah arsitektur di Universitas Parahyangan, Bandung, selama setahun, Ninin memilih bidang mode busana. Ayahnya yang pengusaha ketika itu menawari Ninin untuk kuliah di Amerika Serikat.

”Alasannya, New York adalah kota mode. Di sana ada sekolah yang telah meluluskan perancang-perancang terkenal di Amerika Serikat. Setelah bekerja, pengalaman kerja pun mudah dicari,” ujar Ninin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com