Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melecehkan Diri Sendiri

Kompas.com - 24/05/2012, 15:58 WIB
Halo Prof

Konsultasi kesehatan tanpa antre dokter

Temukan jawaban pertanyaanmu di Kompas.com

KOMPAS.com - Kita biasa membaca kasus pelecehan terhadap diri orang lain. Namun kali ini saya menulis tentang banyaknya kasus pelecehan terhadap diri sendiri. Dalam kamus bahasa Indonesia online melecehkan berarti : “memandang rendah (tidak berharga), menghinakan atau mengabaikan”. Biasanya, orang yang cenderung melecehkan diri sendiri adalah mereka yang memiliki harga diri yang rendah alias minder.

Ijinkan saya membagi beberapa kasus dan pengalaman bersama klien. Ada beberapa kasus individu merendahkan dirinya sendiri dengan berkata, “ah, saya jelek…mana ada yang mau jalan dengan saya”. Atau, “Ah, saya ini bodoh dan tidak bergelar mana bisa mendapat pekerjaan yang baik”. Kadang orang yang bisa bicara dan memimpin berkata: “Saya ini mana bisa memimpin saya jadi anak buah sajalah…!”

Biasanya, mereka lebih fokus hanya pada kekurangan diri, dan mengabaikan kelebihan dan kekuatan diri mereka. Ini tentu menghambat kreativitas dan produkvifitas hidup mereka. Berpusat pada kekurangan diri dan mengabaikan kekuatan diri akan menggoda individu merendahkan dirinya sendiri. Ini tidak sama dengan rendah hati.

Kecenderungan ini bisa jadi berasal dari masa kanak-kanak yang sering dikritik dan direndahkan. Jarang mendapat pujian dari orangtua. Akibatnya, individu lebih fokus pada kelemahan. Takut disalahkan, akhirnya takut tampil atau memulai sesuatu ide yang baru. Kasus ini lebih sering kita jumpai pada remaja.

Dalam bimbingan dan konseling, baik mengajak klien untuk melihat diri lebih objektif. Mengajak individu melihat kesukaan, hobi, bakat, kemampuan lebih saat di sekolah, minat, relasinya dengan orang tertentu yang ia sukai atau yang menyukai dirinya, dan lain-lain. Minta dia mencatat dan mengucapkan secara verbal. Lalu konselor memberikan apresiasi kepada klien atas kelebihan atau kekuatan yang dia pernah dan atau sedang miliki.

Disamping itu, konselor perlu mendorong keluarga terdekat, terutama orangtua, kakak dan guru memberikan apresiasi yang tulus secara rutin kepada klien. Kita tetap mendengarkan dan menerima kekurangan, kecemasan klien akan dirinya. Namun kita mengajak dia tetap fokus pada kelebihan dan kekuatan. Mengingatkan klien tidak ada manusia yang sempurna.

Jika kecenderungan ini terjadi hingga masa dewasa awal, akan membawa implikasi pada sulitnya membangun relasi hingga menemukan dan mempertahankan teman dekat (pacar). Perasaan cemas akan diri membuat individu takut memulai hubungan, atau mudah dibakar perasaan cemburu (buta) karena takut ditinggalkan. Hal ini membuat pasangannya tidak nyaman dan memutuskan hubungan.

Pelecehan pada diri sendiri bisa juga pada klien yang mengabaikan dirinya sendiri. Sebut saja ada klien yang kurang pandai berias atau dandan. Karena merasa dirinya jelek dan tak pantas berdandan. Enggan merawat tubuh. Akibatnya lawan jenis enggan mendekati.

Ada juga kasus klien yang terlalu sibuk bekerja. Sehingga tidak sempat merawat diri, kurang beristirahat hingga berekreasi. Bahkan, tak jarang tidak menjaga jam makan dan waktu tidur dengan baik. Akibatnya mudah terserang penyakit, hingga meninggal di usia yang muda.

Klien atau individu seperti ini perlu dibantu untuk melihat tubuh sebagai ciptaan Tuhan yang perlu dihargai, dijaga dan dirawat dengan sebaik mungkin. Bagi orang percaya, tubuh adalah BaitNya. Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Mengajak klien memahami bahasa cinta tubuhnya sendiri , dan menikmati hidup dengan seimbang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com