Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Helsinki yang Pertama, dan Pasti Bukan yang Terakhir

Kompas.com, 25 Juli 2012, 16:36 WIB

KOMPAS.com - Ketika kondisi negara ini masih serba susah dan Bung Karno sebagai nakhoda, Indonesia sudah mampu menorehkan prestasi membanggakan pada sejumlah cabang olahraga di olimpiade.

Salah satunya adalah ketika Indonesia untuk pertama kalinya ambil bagian dalam Olimpiade Helsinki 1952. Ajang itu berlangsung hanya berselang beberapa tahun setelah Indonesia diterima sebagai anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC).

Dari hasil Pekan Olahraga Nasional (PON) I-1948 yang digelar di Stadion Sriwedari, Solo, dan Asian Games I-1951 di New Delhi, India, Indonesia akhirnya bisa mengirimkan tiga atlet terbaiknya.

Mereka adalah Maram Sudarmodjo yang saat itu masih berusia 24 tahun. Sudarmodjo turun di cabang atletik, nomor loncat tinggi. Kemudian ada Habib Suharko (23) di cabang renang dan Thio Ging Hwie (28) yang diturunkan pada cabang angkat besi.

Yang istimewa dari tim kecil Merah Putih di pesta olahraga dunia itu adalah apa yang dicapai Sudarmodjo. Saat itu, Sudarmodjo adalah alumnus Tentara Pelajar. Kemudian dia membaktikan diri di TNI AU, pensiun sebagai Letnan Kolonel Navigasi. Sudarmodjo wafat pada 2006 akibat penyakit lever.

Dalam buku Sejarah Olahraga Indonesia, Sudarmodjo mampu bertarung hingga putaran final bersama 24 peloncat tinggi lain. Babak itu dia capai setelah di penyisihan meloncati mistar 180 dan 184 sentimeter dalam kesempatan pertama serta mistar 187 sentimeter di loncatan ketiga.

Di final, kembali dia langsung meloncati mistar 180 sentimeter. Tawaran untuk melalui mistar 170 sentimeter dia abaikan. Sayang, Sudarmodjo tiga kali gagal meloncati mistar 190 sentimeter dan harus puas berada di urutan ke-20. Medali emas nomor itu jatuh pada atlet AS, Walter Davis, dengan pencapaian 204 sentimeter.

Itulah pertama kali atlet Indonesia menggapai putaran final olimpiade. Menurut Sudarmodjo, ketika diwawancarai Kompas, Agustus 1992, bukan hanya dirinya yang mencapai final. ”Dengan peraturan yang berlaku saat itu, kami bertiga mampu bertanding hingga ke final sekalipun tidak ada yang meraih medali,” katanya.

Tigor M Tanjung, Sekjen PB Persatuan Atletik Seluruh Indonesia sekarang, mengakui keistimewaan Sudarmodjo. Pencapaian final dan mistar 187 sentimeter itu ditorehkan cuma berselang dua tahun setelah PASI didirikan. Ketika itu, PASI belum mampu menyentuh serta melakukan pembinaan yang didasari oleh ilmu keolahragaan seperti saat ini.

Itu sebabnya, prestasi yang telah dicapai Sudarmodjo di Helsinki 1952 dinilai sebagai prestasi terbaik dari atlet cabang atletik Indonesia yang pertama. Yang pasti, itu bukan pula yang terakhir di olimpiade.

Jadi, siapa yang siap menyusul? (NIC)

 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang

Baca tentang


    Terkini Lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
    QR Code Kompas.com
    Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Komentar di Artikel Lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Apresiasi Spesial
    Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
    Kolom ini tidak boleh kosong.
    Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
    Apresiasi Spesial
    Syarat dan ketentuan
    1. Definisi
      • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
      • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
    2. Penggunaan kontribusi
      • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
      • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
    3. Pesan & Komentar
      • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
      • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
      • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
    4. Hak & Batasan
      • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
      • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
      • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
    5. Privasi & Data
      • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
      • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
    6. Pernyataan
      • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
    7. Batasan tanggung jawab
      • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
      • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
    Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
    Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
    Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
    Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau