Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/08/2012, 13:17 WIB

KOMPAS.com - Mariska Adriana, perempuan kelahiran Jakarta, 9 Maret 1990 ini memilih profesi yang belum banyak digeluti anak muda Indonesia, yakni desainer produk. Alumni Universitas Pelita Harapan Fakultas Desain dan Teknik Perencanaan, Jurusan Desain Produk, yang lulus cum laude ini ingin membuktikan, profesi di bidang kreatif juga punya potensi.

Perempuan muda yang bekerja sebagai young designer dan berprofesi sebagai asisten dosen ini juga mendirikan Studio Desain tem(u)an bersama teman seprofesinya, Hans, pada Juli 2012. Melalui berbagai cara, Mariska ingin membuktikan, profesi desainer produk membuka banyak peluang. Simak perbincangan Kompas Female bersamanya di sela kegiatan Jakarta Souvenir Design Award 2012 di Senayan City Jakarta beberapa waktu lalu.

Apa sih tugas desainer produk?
Desainer produk merancang benda pakai lebih kepada detil, fungsi, produk 3D, hal-hal kecil namun mendasar dan banyak orang tidak sadar pentingnya fungsi tersebut. Misalnya, kenapa tutup botol harus dibuka ke arah kanan atau mengapa pada botol air mineral dibuat dengan desain seperti bergerigi, itu ada maksud dan fungsinya, supaya tidak terlepas dari tangan dan mudah dipegang. Setiap benda diciptakan dengan memerhatikan fungsinya.

Berbeda dengan desain interior yang lebih mendesain keseluruhan konsep ruang, desain produk lebih kepada hal-hal detil bagian dari interior tersebut. Berbeda juga dengan desain grafis yang lebih kepada 2D. Bidangnya beririsan tapi tetap punya perbedaan.

Latar belakang pendidikan?

Di Indonesia, universitas yang punya jurusan desain produk memang belum terlalu banyak. Di Jakarta sendiri hanya sekitar empat sekolah, di Bandung dan Yogyakarta ada beberapa, tidak lebih dari dua.

Banyak yang masih menganggap bidang kreatif, desain terutama desain produk ini skupnya kecil. Jadi banyak yang tidak tertarik. Pada angkatan saya pun mahasiswanya sedikit, satu angkatan hanya 30 orang.

Untuk melanjutkan S2 ada beberapa sekolah yang membuka program Master Desain, di ITB dan Trisakti.

Sementara kalau di luar negeri, banyak sekolah desain. Jurusan Desain Produk di luar negeri disebut Industrial Design. Sekolahnya ada di Milan, Belanda, Jerman, Spanyol, Inggring, Hong Kong dan Jepang juga mulai berkembang.

Ruang lingkup pekerjaan dan kariernya seperti apa?
Sebenarnya, ruang lingkup kerja desain produk itu banyak. Semua hal yang terkait 3D dan produk yang bisa pakai dan dipegang dengan tangan.

Perusahaan furnitur, keramik, ritel fashion, otomotif, keramik juga membutuhkan tenaga desainer grafis biasanya untuk tim Research and Development. Namun banyak juga yang memutuskan mandiri menjadi creativepreneur.

Kalau memilih bekerja di perusahaan, jenjang karier pun terbuka luas. Biasanya berawal dari young designer, lalu bisa meningkat menjadi konsultan desain. Profesi lain yang juga bisa digeluti adalah visual merchandiser. Banyak juga yang memilik bekerja sebagai jurnalis di sejumlah media yang fokus pada bidang desain terutama majalah bidang interior.

Bagaimana dengan penghasilan?
Penghasilan relatif ya, tapi pasti bisa sukses dari profesi ini dan mampu mencukupi hidup asalkan mau belajar. Penghasilan pemula sama seperti industri lainnya di level ini sekitar Rp 2,5-3,5 juta jika bekerja pada perusahaan.

Banyak juga yang akhirnya membuka studio desain atau usaha mandiri, seperti di Bandung. Wirausaha kreatif di sana sudah lebih berkembang.

Tantangannya?
Membuat barang, menciptakan konsep barang buat saya menarik. Dari kecil saya memang suka seni. Ketertarikan dengan seni tinggi. Sejak SMA juga sudah aktif di teater menjadi sutradara, konseptor, tim artisik. Waktu SD saya juga ikut lomba tingkat Jakarta, membuat bangunan dari kertas. Jadi saya menyukai dunia desain ini.

Tantangannya saat ini, kita harus peka lihat kebutuhan dan tren. Harus open minded, melihat tren global tapi tetap angkat dan gali potensi lokal. Indonesia punya banyak sentra produksi seperti Jepara, Bali, Yogyakarta. Sumber inspirasi bisa datang dari mana saja, dari luar negeri dan dari potensi Indonesia itu sendiri.

Bagi saya yang juga jadi tantangan adalah karena kita masih menjadi bangsa konsumtif, belum jadi bangsa produsen. Ini juga yang membuat desain produk belum populer di Indonesia. Saya sendiri ingin produk Indonesia terdesain dan terjual dengan baik.

Menurut saya, produk kita cenderung dibuat asal-asalan, meniru produk luar dan membuatnya di sini yang penting instan. Industri kita juga masih minim apresiasi terhadap desainer produk karena merasa tidak membutuhkannya, lantaran bisa memproduksi saja apa yang jadi tren di luar.

Ini menjadi tantangan bagi saya. Meski masih banyak yang brand minded, kita bisa menunjukkan produk Indonesia juga tak kalah kreatif dan berkualitas. Jadi saya ingin menciptakan desain produk yang fresh, orisinal, tapi juga bisa diaplikasikan.

Potensi ke depan seperti apa?

Industri kreatif sedang berkembang saat ini, iklim berwirausaha juga baik walau presentasi entrepreneur-nya masih kecil. Anggapan bahwa bekerja di bidang kreatif tidak bisa menghidupi, menurut saya itu salah. Saya pikir kita bisa sukses asal punya passion dalam bekerja.

Di bidang desain produk, kita bisa membangun bisnis, bisa juga bekerja di perusahaan bidang industri kreatif. Yang penting kita bekerja dengan passion dan yakin bahwa apa yang kita kerjakan bisa menghasilkan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com