Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/10/2012, 07:41 WIB
Halo Prof

Konsultasi kesehatan tanpa antre dokter

Temukan jawaban pertanyaanmu di Kompas.com

KOMPAS.com - Mendengkur bukan lagi tidur yang nyenyak, bukan juga hanya suara yang mengganggu di malam hari. Kini, masyarakat Indonesia sudah menyadari bahaya dari dengkuran yang berkaitan dengan henti nafas saat tidur alias sleep apnea. Tak tanggung-tanggung, sleep apnea mengakibatkan penurunan kualitas hidup, berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah hingga membahayakan nyawa.

Sleep apnea kini telah diakui secara global sebagai masalah kesehatan masyarakat karena jumlah penderitanya yang banyak. Ia juga meningkatkan angka kematian akibat hipertensi dan penyakit jantung-pembuluh darah.

Sleep apnea disebabkan oleh saluran nafas yang menyempit saat tidur akibat melemahnya dinding-dinding saluran nafas atas saat tidur. Penyempitan mengakibatkan saluran nafas tersumbat hingga walau tetap terdapat gerak nafas, udara sama sekali tak dapat lewat. Akibat sesak, mekanisme pertahanan tubuh membangunkan otak sejenak agar dapat bernafas. Penderita tidak mengingat episode bangun ini walau terjadi berulang kali sepanjang malam. Akibatnya tentu saja penderita sleep apnea bangun tak segar dan selalu mengantuk di siang hari.

Sayang, penelitian selama ini lebih berfokus pada kelompok usia produktif. Sementara kelompok usia lanjut masih belum mendapat perhatian. Padahal sleep apnea di kelompok usia ini juga tak kalah berbahayanya.

Apalagi, masih banyak orang yang menganggap wajar ngorok di usia lanjut. Terus mengantuk dan mudah tertidur juga dianggap normal saja pada kelompok usia ini. Padahal kenyataannya tidak demikian. Dengan memperbaiki sleep apnea, kakek dan nenek kita dapat tetap sehat dan lebih menikmati berbagai aktivitas sepanjang hari tanpa diganggu lemas dan kantuk.

Penelitian

Sebuah penelitian di Spanyol, mengkhususkan untuk mengamati penderita sleep apnea pada kelompok usia lanjut. Mereka mengikuti penderita sleep apnea berusia lebih dari 65 tahun, sejak tahun 1998 hingga tahun 2007.

Mereka diperiksakan di laboratorium tidur lalu digolong-golongkan berdasarkan tingkat keparahan henti nafas (AHI) untuk kemudian diikuti perkembangannya. Kelompok dengan henti nafas  lebih dari 30 kali per jam termasuk dalam kategori sleep apnea berat, AHI 15-30 kali perjam masuk dalam kelompok sedang. Sementara kelompok dengan AHI kurang dari 15  kali per jam termasuk ringan dan dijadikan kontrol.

Penelitian yang dipublikasikan pada the American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine menunjukkan bahwa kelompok dengan henti nafas yang parah penggunaan Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) diamati dapat menurunkan risiko kematian akibat gagal jantung maupun stroke, hampir sama dengan kontrol atau menderita sleep apnea ringan. Sedangkan lansia dengan sleep apnea parah dan tidak mendapat perawatan memiliki risiko 2,25 kali lipat untuk mengalami kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah.

Ngorok di usia berapa pun memiliki risiko yang tak ringan. Jangan anggap remeh dengkuran pada usia lanjut. Sleep apnea pada lansia yang tak dirawat telah terbukti meningkatkan risiko kematian kardio-vaskuler, sedangkan perawatan dengan CPAP ternyata mengurangi resiko tersebut secara signifikan.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com