Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 02/01/2013, 13:54 WIB

KOMPAS.com - Setelah masyarakat tergugah untuk turut melestarikan batik, kini giliran kain tenun menuntut perhatian. Maklum saja, kain tenun, produk budaya yang dapat ditemukan dari ujung barat sampai ujung timur Nusantara, dikhawatirkan akan segera menghilang dari kehidupan masyarakat Indonesia jika tidak segera dikampanyekan kelangsungan hidupnya.

Tenun saat ini semakin ditinggalkan oleh generasi muda. Hal ini disebabkan pekerjaan menenun dianggap tidak memberikan penghasilan yang layak, mengingat proses pembuatannya yang membutuhkan waktu berbulan-bulan. Selain itu, tenun di daerah asal pembuatannya “hanya” dianggap sebagai atribut untuk upacara adat. Tidak terbayangkan oleh para penenun bahwa hasil karya mereka dihargai begitu tinggi dalam industri fashion.

Oleh sebab itu, gerakan untuk melestarikan tenun Indonesia kini gencar dilakukan oleh berbagai pihak, seperti para perancang busana, organisasi pengadaan produk tenun, perusahaan, sampai pemerintah.

Linda Hamidy Grander, desainer asal Lombok, NTB, yang lulus Cum Laude pada 2001 dari Fashion Institute of Design and Merchandising (FIDM), San Francisco, Amerika, termasuk salah satu anak daerah yang peduli. Sebelum menggelar show di Hotel Mulia Jakarta, beberapa bulan lalu, Linda lebih dulu membawa tenun dalam berbagai produk ke Jepang atas pendampingan Jetro (Japan External Trade Organization).

Tenun Indonesia memang berpeluang besar meraih sukses di pasar internasional. Perancang Indonesia bahkan telah berusaha menyesuaikan rancangannya dengan selera internasional. Misalnya, Jeny Tjahyawati yang membuat “tiruan” kain tenun khas Nusa Tenggara Timur untuk koleksi busana bertema “Craftlore” yang diperagakannya di International Fair of Muslim World di Le Bourget, Paris, Perancis, Desember 2011. Jeny meniru model tenun NTT lalu memproduksinya melalui teknik digital printing untuk menghasilkan busana yang lebih ringan. Sebab, sebagian besar masyarakat di luar negeri lebih menyukai busana dari kain yang ringan saat digunakan.

Segala upaya pemerintah dan swasta untuk pelestarian tenun ini sedikit demi sedikit mulai menampakkan hasil. Yayasan Cita Tenun Indonesia, yang dibentuk oleh Ibu Okke Hatta, meraih anugerah bergengsi yang diselenggarakan oleh Fashion 4 Development (F4D), mitra dari United Nations Millennium Development Goals (UN MDGs) di The Pierre Hotel, New York City, September lalu.

Berita terkait:
- Luwesnya Paduan Batik dan Tenun
- Sentuhan 3 Desainer untuk Tenun Indonesia
- Kekayaan Kain Tenun Nusa Tenggara Timur
- Eksplorasi Kain Tenun NTT di Tangan Musa
- Gaya Tribal ala Indonesia dari Kilim Timur Tengah.
- Gaya Harajuku dalam Busana Tenun Edbe
- Tenun Garut Sentuhan Desainer
- Mengenal Tenun Toraja Lebih Dekat
- Cita Tenun Indonesia Raih Penghargaan Dunia
- Cintailah Tenun Toraja Sebelum Punah
- Tenun Indonesia Dihargai Tinggi di Pasar Internasional
- Jadikan Tenun Lebih Modern di Tanah Kelahiran
- Gaya Modern Koleksi Siap Pakai Tenun NTB
- Tenun Lombok dalam Persepsi Desainer Muda Binus
- Inspirasi Tenun untuk Percantik Rumah

 

 

 

 

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com