Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 06/03/2013, 20:42 WIB

KOMPAS.com - Banyak orangtua lebih senang memiliki anak yang aktif berbicara ketimbang yang diam-diam saja. Tapi sejalan dengan usia, anak-anak bisa menjadi terlalu aktif berbicara, bahkan saking cerewetnya bisa tidak kenal lagi tempat dan waktu.

Bukan tak mungkin kita mendapat laporan dari guru di sekolah yang mengatakan bahwa anak sering tidak memerhatikan pelajaran akibat selalu mengobrol dengan teman sebangkunya. Atau, kita mendapati anak sedang bercerita pada seorang ibu di supermarket tentang perdebatan Anda dengan suami semalam sebelumnya.

Wah, sepertinya cerewetnya anak sudah mulai kelewatan, ya. Lantas bagaimana kita bisa mengajarinya untuk menahan diri?

Menurut Gary Direnfeld, seorang pekerja sosial di Dundas, Ontario, Kanada, orangtua perlu melihat ke dalam dan menemukan, sebenarnya apa yang mendorong anak untuk jadi begitu cerewet.

"Apakah anak Anda ini sangat butuh perhatian karena tidak ada orang yang mendengarkannya? Atau apakah ada sesuatu yang secara biologis terjadi di dalam otaknya, sehingga dia tidak bisa mengerem mulutnya? Hal ini yang perlu dicari tahu oleh orangtua," papar Direnfeld.

Ditinjau dari perkembangannya, anak-anak akan mulai mengajukan banyak pertanyaan ketika memasuki usia tiga atau empat tahun.

"Mereka akan selalu bertanya, 'kenapa?', 'kenapa?', dan tidak akan berhenti sebelum mendapatkan jawaban. Ini adalah bagian dari perkembangan perilaku yang normal," papar Direnfeld.

Namun pada usia lima tahun, mereka akan mulai mengembangkan keahlian sosial lainnya, yaitu belajar untuk berbicara dan menyimak orang lain secara bergantian. Jika pada usia 7-8 tahun anak terlihat masih berusaha memonopoli percakapan, menyela saat orang lain bicara, atau menimpali orang yang sedang berbicara, hal ini tentu akan sangat mengganggu.

Sebagai orangtua, kita akan berusaha menangani masalah ini dengan sebaik-baiknya. Anda bisa memulainya dengan mengajak anak bicara dan berdiskusi seputar kebiasaannya bicara tiada henti itu. Cobalah membuatnya memahami apa dampak terburuk dari kebiasaannya itu, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya, rencanakan bersama apa yang bisa dilakukan untuk mengingatkan anak saat dia mulai "kebablasan" lagi waktu berbicara. Misalnya, Anda akan menepuk punggungnya atau menaruh jari telunjuk ke bibir sewaktu melihatnya memonopoli percakapan atau menginterupsi pembicaraan orang.

"Anda boleh menerapkan sistem 'reward and consequence' pada anak, dan bersiap untuk memberikan umpan balik yang positif sewaktu dia mulai terlihat tertekan," Direnfeld menerangkan.

Namun, jika setelah Anda berusaha berbicara dengannya tapi tidak ada perubahan perilaku dari anak, mungkin ada alasan lainnya. "Bila demikian, Anda sebaiknya mulai berkonsultasi dengan pakar perilaku," anjur Direnfeld.

Siapa tahu, ada beberapa masalah neurologis yang menjadi penyebabnya, seperti gangguan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder), sindrom asperger, atau gangguan belajar nonverbal. Yang terakhir ini disebabkan oleh kurangnya fungsi otak kanan, sehingga anak-anak dengan gangguan ini biasanya "berkicau" tiada henti, namun kalau disimak seperti tidak ada atau sedikit sekali intinya.

Ciri-ciri lain dari anak dengan gangguan ini adalah memiliki kemampuan verbal yang tinggi, perbendaharaan kosa kata, serta kemampuan mengingatnya sangat baik, dan sudah bisa membaca sejak usia muda.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com