Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/05/2013, 18:28 WIB

KOMPAS.com - Dalam menerapkan kebiasaan pola makan, anak kerap hanya dijadikan objek di mana ia harus menyukai makanan yang disodorkan orangtua. Kadang ada unsur paksaan juga di dalamnya. Padahal, jika anak mengenal gizi sejak dini, maka ia akan dengan sadar menikmati makanannya, dan itu tentu akan menjadi lebih baik di masa-masa mendatang.

Atas dasar itu jugalah program “Ayo Melek Gizi” yang diusung Sarihusada sejak tahun 2009 berkembang dengan adanya pembuatan Kebun Nutrisi. Di program ini, anak-anak diajak mengenal makanan sehat seperti sayur dan buah yang mereka tanam, panen, dan masak sendiri.

“Kami ingin mengubah perspektif bahwa anak tidak harus selalu disodori makanan, tapi mereka juga bisa mengenal dan menyukai makanan bergizi dari diri mereka sendiri,” ujar Arif Mujahidin, Head of Corporate Affairs Division Sarihusada, saat diskusi Nutritalk, “Menumbuhkan Kecintaan Anak pada Gizi Sejak Dini” di restoran Kembang Goela, Sudirman, Jakarta, Selasa (21/5/2013).

Sebagai tahap awal, pembangunan Kebun Nutrisi mini ini dilakukan di PAUD Rumah Srikandi Kemudo, Klaten, perbatasan Jogjakarta. Anak-anak berusia 2-4 tahun di sana sudah diajari menanam dan merawat tanaman pangan seperti kangkung, bayam, tomat, sawi, dan terong.

“Dengan terlibat langsung dalam proses menanam dan memelihara tanaman, anak-anak bisa belajar sekaligus bermain,” ujarnya.

Dalam pelaksanaan program Ayo Melek Gizi (AMG) sendiri, Sarihusada sudah mendukung 13 PAUD atau Pendidikan Anak Usia Dini yang menjadi percontohan di Jogjakarta. Kegiatannya beragam, dari mulai pembinaan tenaga pengajar hingga pengembangan materi pengajaran tambahan berbasis nutrisi.

Diskusi Nutritalk termasuk salah satu program AMG sebagai penyebarluasan informasi pada media. Selain Arif, turut hadir Nunuk Sri Mulyani, kepala sekolah PAUD Rumah Srikandi Kemudo, Dr Elvina Karyadi MSc, PhD, SpGK, ahli gizi dan direktur Micronutrient Initiative Indonesia (MII), dan Prof Dr Lydia Freyani Hawadi, selaku Direktur Jendral Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI).

Disampaikan Arif, program AMG sudah berjalan empat tahun dan telah melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, serta organisasi masyarakat di daerah.

“Tiap tahun ada empat juta generasi baru lahir, sementara persiapan untuk menjadi orangtua dan mendidik anak masih kurang, termasuk mengenai gizi dan nutrisi,” ungkapnya beralasan.

Oleh karena itu juga, program ini memberi fokus utama pada kesehatan ibu dan anak. Sejak awal diselenggarakannya program ini, diketahui juga bahwa masalah gizi tidak melulu karena uang, tapi juga ketidaktahuan ibu akan gizi. Karenanya, berbagai upaya seperti merilis buku Ayo Melek Gizi, penyuluhan, serta edukasi keliling dengan mobil sehat, sudah pula dilakukan.

Dr Elvina menambahkan, masalah gizi pada anak biasanya erat kaitannya dengan kelaparan tersembunyi, yakni kebutuhan gizi mikro yang tidak tercukupi. Kebanyakan orang berusaha memprioritaskan pemenuhan gizi makro, yakni karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan gizi mikro yang terdiri atas vitamin dan mineral, sering terlupakan.

“Mengenalkan enaknya buah dan sayur sejak dini kemudian menjadi penting buat anak-anak, jangan sampai dipaksakan dan membuat mereka trauma, lalu enggan mengonsumsinya,” paparnya.  

Prof Freyani, atau yang biasa disapa Prof Reni menambahkan, dirinya mengakui kalau selama ini belum ada program Kebun Nutrisi yang diwajibkan di PAUD. Hal ini bisa diusulkan untuk dimasukkan ke dalam kurikulum di masa yang akan datang, karena efeknya baik untuk anak sekaligus sang ibu dalam hal mengenal gizi seimbang.

“Upaya untuk mengatasi masalah gizi dengan edukasi sejak dini mungkin sudah pernah ada, tapi belum banyak dan maksimal. Inisiatif ini diharapkan dapat menjadi inspirasi,” ungkap Arif.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com