Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beatrice Ang, Dari Pasien Wangi sampai Kaum Papa

Kompas.com - 31/07/2013, 14:45 WIB
KOMPAS.com - Di tempat praktiknya, Beatrice Ang (26) tampil cantik dengan mengenakan sepatu berhak tinggi. Praktiknya memang di tempat elite, di FHL Dental Clinic, Gedung BRI II Jalan Sudirman, juga di H2E Dental Clinic, Menara Kuningan.

Namun, gadis bersapaan Bea ini juga turun ke jalan dan menemui pasien pemulung di belantara beton Jakarta. Kadang dia juga blusukan menyapa pasien di pelosok Nusa Tenggara Timur (NTT).

Menghadapi pasien dari kalangan urban Jakarta, Beatrice suka menerima permintaan ”aneh-aneh”. Ada pasien yang tiba-tiba meminta agar giginya dibuat menjadi seperti gigi kelinci. Itu lho, yang seperti gigi milik tokoh utama Bella Swan dalam film Twilight yang diperankan Kristen Stewart.

Butuh kesabaran ekstratinggi untuk mendengarkan, melayani, lalu membuatkan model gigi kelinci. Jika si pasien berkenan, proses veneer atau melapisi gigi dengan porselen pun segera dilakukan. Trennya, pasien di Jakarta cenderung ingin giginya dibuat seindah gigi bintang Hollywood. Semakin aneh permintaan pasien, keahlian sebagai dokter gigi makin terasah.

Pasien lainnya meminta agar gigi taringnya dibuat tajam dan runcing. Sama persis seperti gigi Bea yang memang tampil mencolok karena runcing tajam di bagian taringnya. Gigi pasien pun lantas diasah untuk dudukan tambalan veneer.

”Kalau saya sendiri malah suka yang alami. Natural,” kata dokter gigi bernama lengkap Agnes Beatrice Angliwarman ini.

Kealamian itu antara lain juga tampak dari alisnya yang dibiarkan tumbuh tebal. ”Orang sering geregetan kalau saya dandan. Mereka pengin nyukur alis saya. Lebih bagus natural. Apa adanya,” ujar Bea, pemilik mata bulat besar ini.

Ingin lebih nyentrik? Layanan estetika gigi, seperti pemasangan berlian di gigi, pun bisa dilakukan. Kebanyakan pasien perkotaan menginginkan perawatan sederhana untuk memutihkan gigi dengan whitening atau bleaching.

”Mengasyikkan jadi dokter gigi. Perasaan kita jadi senang kalau pasien puas dan giginya bagus. Tiap kali senyum pasti dilihat giginya,” kata Bea.

Di sela-sela melayani pasien, ketenangan pun bisa diraih ketika lagu-lagu Michael Buble kegemaran Bea mengalun.

Kawasan kumuh
Bea tidak hanya melayani pasien kelas atas Jakarta yang wangi-wangi. Ia juga setia melayani kaum papa yang tak punya tradisi ke dokter gigi. Salah satu ladang pelayanannya di Jakarta terletak di wilayah Dadap, Cengkareng, Jakarta Barat.

Di kawasan kumuh padat penduduk itu, dokter gigi dituntut kreatif menyiasati keterbatasan. Kondisi tempat yang minim penerangan, misalnya, harus disiasati dengan mengandalkan penerangan senter. Yang wajib ada adalah kursi sebagai tempat duduk pasien dan ember untuk membuang ludah.

”Kita melayani dengan kasih. Itu intinya. Mau dia sejorok apa pun, kita enggak akan merasa jijik lagi,” ujar Bea.

Hal serupa juga dilakukan ketika menggelar pengobatan gratis bersama Tim Amazing Grace yang rutin digelar di NTT minimal dua tahun sekali. Di NTT, tim dokter ini antara lain membagi pengetahuan tentang pentingnya gosok gigi. Operasi kecil seperti pengangkatan gigi pun sering kali dilakukan hingga pelosok pedesaan.

Higienitas mulut dan gigi di pedesaan cenderung lebih rendah karena kesadaran masyarakat masih kurang. Satu sikat gigi kadang kala masih digunakan beramai-ramai untuk satu keluarga. Kesehatan gigi seseorang juga terkait erat dengan asupan gizi sejak masih bayi.

Jika kerusakan gigi dibiarkan, kata Bea, produktivitas hidup anak-anak menjadi berkurang. Karena sakit gigi, mereka menjadi malas makan dan berdampak pada gizi buruk. Kuman-kuman dari gigi bolong bahkan bisa tertelan dan memengaruhi kesehatan organ tubuh seperti jantung.

”Saya ingin meluangkan lebih banyak waktu untuk kegiatan sosial. Kondisinya cukup memprihatinkan,” kata Bea yang juga mulai aktif terlibat dalam kegiatan pelayanan pasien Lepra di Gempita atau Gerakan Masyarakat Peduli Bangsa dan Dunia tanpa Lepra.

Bingkai kasih
Kecintaannya terhadap warga di pelosok pedesaan—terutama NTT—dibangun dari pengalaman pribadi. Ia tumbuh besar di Ruteng, NTT, di mana kemiskinan membekap mayoritas warga.

Dulu, Bea sering kali pergi ke pelosok pedesaan NTT dengan menumpang oto atau angkutan umum pedesaan Ruteng yang usahanya digerakkan oleh orangtuanya. Alam perbukitan NTT yang indah itu pulalah yang membingkai hatinya menjadi penuh kasih.

Cita-cita sebagai dokter gigi dipupuk sejak sering mengantarkan kedua orangtuanya memeriksakan diri ke dokter gigi. Kota Jakarta kemudian menjadi ”rumah” kedua setelah lulus kuliah kedokteran gigi dari Universitas Trisakti.

Bea mengawali kariernya sebagai dokter gigi dengan membantu masyarakat miskin yang ingin berobat gigi di Klinik Kana di Gondangdia. Setahun setelahnya, Bea sempat pindah ke Klinik Smile Studio Dental di Pedurenan.

Kebanyakan pasien menjadi trauma ke dokter gigi karena pengobatan yang menyakitkan. Gigi harus dibor, dicabut dengan tang, hingga ditusuk jarum-jarum perawatan root canal untuk mematikan saraf gigi.

Dental unit atau kursi pasien yang dilengkapi dengan beragam alat pengobatan gigi sampai disebut sebagai kursi panas pasien. Karena mayoritas pasien pasti dihinggapi kecemasan kala duduk di kursi tersebut.

Bea wanti-wanti agar orang tidak trauma ke dokter gigi. Selain rajin menggosok gigi, dibutuhkan idealnya pemeriksaan rutin minimal empat bulan sekali ke dokter gigi. Jika saran itu dijalankan, niscaya bertemu Bea di klinik justru menjadi pengalaman ”mendebarkan”. Cukup buka mulut dan Bea akan merawat dalam bingkai kasih....

”Baby Face”
Bea sering dijuluki baby face. Ketika ia berpraktik sebagai dokter gigi, pasiennya sering kali tidak percaya bahwa ia adalah seorang dokter. Bea bahkan pernah disangka sebagai anak SMP ketika akan membuka praktik.

Tantenya yang dipanggil dengan julukan sayang "Iik" ternyata punya resep jitu. Agar Bea bisa tampil lebih matang dan dewasa, bukan imut, Iik menyarankan agar Bea mengenakan pakaian dan berdandan ala orang dewasa.

”Gimana caranya Iik supaya aku terlihat mature?” kata Bea menirukan keluhannya kepada si tante yang tinggal bersamanya di sebuah apartemen di Kuningan.

Pakaian-pakaian yang kini dipakainya terinspirasi dari sang tante. Untuk memperkaya referensi mode, Bea sering menonton beragam peragaan busana yang banyak digelar di Jakarta. Ia lantas melengkapi diri dengan aneka aksesori dari merek berkelas.

”Saya sangat menghargai barang branded. Suka kualitas dan pembuatannya pasti tidak simpel, melibatkan banyak orang,” tambahnya.

Barang-barang berkelas itu biasanya dipakai ketika ia jalan-jalan bersama teman atau menghadiri seminar. Waktu luang Bea di Jakarta biasa diisi dengan nonton film. Di akhir pekan, ia lari pagi bersama enam rekan anggota komunitas Run for Life dari depan Kantor Bursa Efek Indonesia menuju Bundaran Hotel Indonesia lalu kembali ke BEI.

Tidak kangen NTT? Bea langsung bersemangat menceritakan kerinduannya menyantap makanan rumahan khas NTT, seperti kompyang, ikan asin, dan sondai alias daun singkong. ”Daun singkong di NTT rasanya lebih manis lho,” kata Bea.

Agnes Beatrice Angliwarman
Lahir: Ujung Pandang, 8 November 1987
Pendidikan:
    SLTP Immaculata, Ruteng, Flores, NTT
    SMUK Cor Jesu, Malang, Jawa Timur
    Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Trisakti, Jakarta

Orangtua: Yohanes Suherman, Yasinta Susanti Wijaya

Pengalaman:
* Bakti Sosial Peduli Bangsa: pengobatan gratis umum, gigi, dan anak di Kecamatan Kosambi, Tangerang
* Bakti Sosial KAG Pengobatan Umum dan Gigi Gerakan Masyarakat Peduli Bangsa dan Dunia Tanpa Lepra Gratis di kecamatan Rangga, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT
* Bakti sosial KAG Pengobatan Umum dan Gigi Gratis di Borong, Kabupaten Manggarai Tengah, Flores, NTT

Pengalaman Kerja:
* Klinik Kana, Cikini, Jakarta
* Smile Studio Dental Clinic, Kuningan, Jaksel
* FHL Dental Clinic, Jakpus - H2E Dental Clinic, Kuningan, Jaksel

Kegiatan:
* Parlemen Usakti Kedokteran Gigi
* Gerakan Masyarakat Peduli Bangsa dan Dunia Tanpa Lepra (Gempita)

(Mawar Kusuma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com