Ini adalah alasan mengapa para ahli kesehatan tidak merekomendasikan fluktuasi berat badan yang terlalu drastis.
- Berisiko kanker endometrium
Pada tahun 2013, penelitian yang dimuat dalam European Journal of Cancer menunjukkan, wanita yang turun berat badan kemudian berat badannya naik kembali berisiko dua kali lebih besar menderita kanker endometrium (dinding rahim). Risiko ini terutama mengincar mereka yang obesitas dan turun berat badan sampai 10 kilogram, tetapi naik kembali 10 kilogram.
- Mengganggu metabolisme
Wanita yang berat badannya berfluktuasi akan mengalami penurunan pengeluaran energi saat istirahat (jumlah kalori yang terbakar saat tidak melakukan aktivitas). Jika metabolisme berjalan lambat, maka kesempatan lemak tertimbun dalam tubuh juga makin besar. Penelitian juga menunjukkan, ketika wanita ini kembali naik berat badan, penumpukan lemak terutama terjadi pada lengan dan kaki.
- Membuat perut lebih lapar
Orang yang mengalami diet yoyo cenderung memiliki level grelin lebih tinggi, atau hormon yang memicu rasa lapar. Ini terjadi karena, berusaha terus-menerus menurunkan berat badan akan membuat tubuh melawan balik dengan memicu rasa lapar.
Menurunkan berat badan bukanlah usaha yang bisa terjadi secara instan. Pilihlah metode pelangsingan yang sehat. Ini berarti memperbanyak serat, mengurangi lemak dan karbohidrat sederhana, serta tentunya wajib berolahraga. Tidak perlu target muluk-muluk supaya pola makan ini bertahan dalam jangka panjang. Anda mungkin tidak akan mendapatkan hasil yang cepat, tetapi tentunya lebih sehat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.