Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seiring dengan Waktu, Arisan Menjadi Budaya Pop di Indonesia

Kompas.com - 08/12/2013, 12:12 WIB

KOMPAS.com – Bagi perempuan Indonesia, arisan bukanlah sesuatu aktivitas yang asing, sebaliknya kita semua sangat familiar, bahkan sedari kita masih remaja. Tak peduli usia, status sosial, maupun suku bangsa, bisa mendefinisikan apa arti dari kata arisan.

Menurut novel yang ditulis oleh Joy Roesma dan Nadia Mulya, yang bertajuk Kocok, menjabarkan bahwa pada dasarnya Arisan adalah sekelompok orang, umumnya kaum hawa, yang saling berkumpul dan mengumpulkan uang secara teratur tiap periode tertentu. Setelah uang terkumpul, akan diundi nama yang dinyatakan sebagai pemenang. Nah, periode putaran arisan berakhir apabila semua anggota telah memenangkan undian.

Ditelaah dari sisi sosiolog dari Universitas Indonesia, Dr. Linda Darmajanti, MT, melihat arisan sebagai mekanisme – kumpul-kumpul sebuah komunitas. “Yang dipelajari dan dianggap penting dalam sosiolog sebenarnya bukan arisan, namun komunitas. Pasalnya, komunitas adalah konsep yang paling konkret dari society,” ujar Dr. Linda, seperti yang dikutip dari Novel Kocok.

Hal lain yang membentuk dan mengumpulkan anggota arisan adalah kesamaan visi, misi, kebutuhan, dan karakter. Misalnya, seperti arisan sosialita, arisan ibu-ibu yang memiliki anak di Sekolah Dasar yang sama, arisan para dokter, dan sebagainya.

Dahulu, dalam format lokal, sejenis arisan yang menurut Linda bermanfaat dan mempunyai tujuan sosial dikenal dengan istilah ‘jimpitan’. Jimpitan ini berasal dari bahasa Jawa, jimpit, yang artinya pungutan dan dimulai dari tradisi iuran sumbangan berupa beras sejimpit dari setiap rumah tangga di masyarakat Jawa.

Hebatnya, tradisi ini tetap dilanjutkan pada zaman perekonomian yang semakin maju. Untuk mengadaptasi kearifan lokal ini ke era yang lebih modern, butiran beras diganti dengan lembaran uang yang dikumpulkan dan diambil oleh warga yang bertugas njimpit, yakni tugas mengumpulkan uang dari para peserta arisan. Berkat iuran semacam ini, banyak anak dapat  melanjutkan sekolah, juga dibangun fasilitas publik seperti jembatan, gardu keamanan, dan lain-lain. “Intinya dari kita, untuk kita,” jelas Linda.

Linda melanjutkan, dalam perkembangannya, konsep arisan yang laris manis di segala komunitas membuat kegiatan ini dilirik pihak tertentu untuk dijadikan instrumen mengembangkan komunitas. Seperti yang dilakukan dinas kesehatan di berbagai daerah untuk menyosialisasikan dan meningkatkan fasilitas sanitas dan perilaku sehat warga dari strata sosial menengah bawah di desa-desa; setiap kepal keluarga atau bebeapa rumah tangga diminta menyumbangkan sedikit uang setiap bulan.

Kemudian, mereka yang mendapatkan arisan bulan tersebut akan dibangunkan toilet di rumahnya, dan hasilnya fantastis. Berkat sistem ini, terjadi kenaikan pengguna WC bersih di suatu desa di Sulawesi Selatan, dari 45 persen pada 2008, menjadi hampir 80 persen pada 2011.

Seiring dengan waktu, beragam modifikasi dilakukan sesuai strata sosial dan kemampuan ekonomi suatu kelompok. Karena itu, di Jakarta dan berbagai kota besar di Indonesia mulai digemari arisan berbasis gaya hidup mapan. 

Sumber : Novel Kocok, karya Joy Roesma dan Nadia Mulya 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com