Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/12/2013, 08:45 WIB

Kompas.com - ”Kalau orang pergi ke Solo atau Yogya, mereka bisa bawa batik murah. Kami juga ingin kalau orang datang ke Jambi, mereka bisa pulang dengan oleh-oleh, ini lho batik Jambi,” kata Sri Purnama, Kepala Taman Budaya Jambi, yang menggelar pameran seni rupa bertema ”Batik Jambi”, pada 3-7 Desember 2013.

Ada keramaian di Taman Budaya jambi, pekan lalu. Sekitar 150 siswa SMP, SMA, dan SMK melukis dengan tema motif batik Jambi. Sementara di dalam gedung digelar pameran dan bazar batik jambi. Dua kegiatan itu punya satu tujuan sama, yakni menghidupkan dan memopulerkan batik jambi.

Dengan antusias, anak-anak muda itu merampungkan lukisan berupa motif-motif batik khas jambi. Tersebutlah antara lain motif Angso Duo, Durian Pecah, Manggis, dan Batanghari. Sebanyak 150 siswa menghasilkan rangkaian lukisan sepanjang 150 meter. Aktivitas itu ditempuh Taman Budaya jambi untuk memperkenalkan batik jambi kepada kaum muda.

”Kami ingin tahu sejauh mana apresiasi kaum muda terhadap batik Jambi kuno. Merekalah yang nanti akan meneruskan,” kata Sri Purnama.

Sementara itu, di ruang bazar, sejumlah perajin batik memajang produk mereka. Sebagian besar dari perajin datang dari Kota Seberang yang terletak di seberang Sungai Batanghari, sentranya perajin batik jambi. Sebagian besar perajin memulai usahanya pada awal 1980-an. Ketika itu, Gubernur jambi Maschun Sofwan menggiatkan kembali pembuatan batik Jambi. ”Batik jambi waktu itu ada, tapi hampir tenggelam,” kata Buhari (57), perajin Batik Zhorif.

Gubernur ketika itu mengadakan pelatihan pembuatan batik dengan mendatangkan instruktur dari Solo dan Yogyakarta. Sebagian besar perajin batik jambi saat ini merupakan alumni pelatihan era awal 1980-an tersebut. ”Saya dulu mulai dari nol. Saya belajar mulai dari cara membuat motif, membatik, pewarnaan, pencelupan, dan seterusnya. Mulai dari situ saya dapat rezeki,” kata Sania (48), perajin yang memiliki usaha bernama Batik Jambi Rezeki.

Dan benar, batik jambi memberikan penghidupan kepada Sania yang menikah tahun 1983. Dari usaha batik itu, Sania bisa menghidupi keluarga dengan lima anak. ”Saya bisa biayai anak sampai lepas kuliah. Jadi ya cukuplah hasilnyo,” kata Sania dengan logat Jambi.

Usaha rumahan itu menghasilkan sekitar 20 lembar kain dalam seminggu. Adapun untuk batik tulis diperlukan waktu lebih lama. Terkadang untuk selembar batik tulis diperlukan proses pengerjaan sampai sebulan. Usaha Sania dibantu lima tenaga, masing-masing untuk pengerjaan tulis, cap, celup, colet, dan tukang tembok atau proses pewarnaan setelah dicolet.
Generasi kedua

Ketika mulai belajar membuat batik, Sania dan rekan seangkatannya rata-rata masih gadis remaja. Kini, dari ”generasi” pertama itu telah muncul generasi kedua perajin batik jambi. Tersebutlah antara lain Hanifani (28) yang mempunyai nama usaha Batik Diana dan Siti Fatimah (39), perajin Batik Nora.

Mereka melanjutkan usaha yang dirintis orangtua masing-masing. Ibu dari Hanifani, yaitu Rogayah, adalah angkatan pertama peserta pelatihan pembuatan batik pada awal era 1980. Di rumah Rogayahlah dulu pelatihan pembuatan batik jambi itu dilakukan pada awal 1980-an. ”Jadi, kami ini semua bertetangga, bahkan serumpun (berkerabat),” kata Hanifani.

Saat ini, ada sekitar 40-an perajin batik jambi yang tergabung dalam koperasi Kajang Lako. Usaha mereka pernah terimbas krisis ekonomi pada akhir 1990-an. Produksi mereka pelan-pelan merambat naik, terutama empat tahun lalu, menyusul adanya imbauan dari pemerintah daerah kepada PNS untuk mengenakan pakaian daerah.

Sejumlah perajin mendapat pesanan pembuatan hem batik jambi dan tengkuluk atau kain penutup kepala. ”Kami dapat banyak pesanan tengkuluk. Itu membangkitkan usaha perajin,” kata Sania.
Motif khas

Batik jambi mempunyai kekhasan dalam motif. Siti Fatimah mencatat, setidaknya ada sekitar 30 motif. Yang cukup populer sampai saat ini, antara lain Angso Duo, Angso Daun, Durian Pecah, Wayang Genseng, Batanghari, dan Kapal Sanggat atau kapal kandas. Angso Duo atau dua angsa adalah ikon khas Jambi yang diangkat dari legenda setempat.

Setiap motif bermuatan makna. Motif Duren Pecah misalnya dimaknakan sebagai kesigapan bekerja yang dilandasi kematangan iman dan pengetahuan, yang diharapkan akan memberi hasil bagi kehidupan orang sekeliling. Dalam katalog pameran disebutkan, motif tersebut digunakan pada selendang yang dikenakan perempuan di Kabupaten Merangin dan Sarolangun sebagai simbol tanggung jawab perempuan kepada keluarga dan masyarakat.

Motif perahu melambangkan penghidupan nelayan yang merupakan bagian dari pekerjaan masyarakat Jambi yang dilalui Sungai Batanghari. Motif badan tampuk buah manggis yang dikitari bunga melati bermakna bahwa seseorang tidak boleh dilihat dari penampilan raga semata, tetapi juga dari perbuatan dan tingkah laku.

Motif-motif tersebut masih digunakan oleh perajin batik sampai hari ini. ”Kami tetap menggunakan rancangan dengan pola tradisi, tapi kita tambah dikit-dikit…” kata Sania.

Batik jambi dengan modifikasi motifnya berkembang di tengah kecenderungan di berbagai daerah untuk menampilkan kain khas masing-masing daerah. Jambi sudah mempunyai kekhasan motif batik, dan perajin yang setia mengembangkan usaha batik.

Sri Purnama melihat tren tersebut sebagai peluang yang bisa diambil oleh perajin batik jambi. Gaya hidup orang bepergian yang ingin membawa oleh-oleh khas juga memberikan peluang bagi batik jambi. Jadi, jika ke Jambi, jangan lupa oleh-oleh batik jambi lho...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com