Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/12/2013, 11:07 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis


KOMPAS.com — Dari posisi kecewa dan marah kepada Tuhan, Gracie Melia Christanto berubah menjadi ibu yang kuat dan mensyukuri kehadiran Aubrey, putri pertamanya yang mengidap cacat bawaan akibat virus Congenital Rubella Syndrome. Ia juga mendirikan komunitas orangtua yang memiliki anak dengan kelainan yang sama.

Perasaan bahagia dan bersyukur akan kehadiran Aubrey Naiym Kayacinta pada 19 Mei 2012 dirasakan Gracie dan sang suami Aditya Saputra. Namun, ketika Aubrey menginjak usia 6 bulan, Gracie merasa curiga dengan banyaknya gangguan kesehatan yang dialami putri pertamanya.

Pada awalnya, Gracie tak memahami penyakit apa yang diderita buah hatinya. Baru ketika ia memeriksakan putrinya ke rumah sakit, dokter menanyakan mengenai pemeriksaan Torch ketika hamil. "Saya memang tidak melakukan pemeriksaan itu saat hamil," kata wanita berusia 24 tahun ini.

Infeksi Torch, yakni toksoplasmosis, rubela, cytomegalovirus, dan herpes simplex, sebenarnya bisa dideteksi dengan melakukan penapisan Torch pada trimester pertama kehamilan atau sebelum hamil sehingga jika ada infeksi bisa diobati.

Ubii, panggilan sayang untuk Aubrey, mengalami kebocoran jantung, gangguan pendengaran berat, retardasi psikomotorik, mikrosefali, gangguan berat badan, dan encephalitis (pengapuran otak). Gangguan-gangguan tersebut menyebabkan kemampuan motorik Ubii sangat terlambat. Pada usianya yang sekarang sudah masuk 19 bulan, Ubii baru bisa tengkurap sendiri. Berat badannya juga baru 8 kilogram.

Kemudian, setelah dilakukan pemeriksaan darah, ternyata Ubii positif mengidap virus Rubella, bahkan jumlahnya cukup banyak. Sejumlah pemeriksaan lain pun dilakukan pada hari itu, antara lain USG kepala.

"Semua hasilnya tidak bagus. Saya sangat sedih pada hari itu dan menangis di depan dokter dan sepanjang perjalanan pulang dari rumah sakit. Saya masih muda, mengapa saya diberi cobaan ini, bagaimana jika saya tidak kuat," demikian pikirnya.

Bila boleh memilih, tentu Gracie akan meminta kondisi yang berbeda dari yang saat ini. Ia masih ingin aktif bekerja dan mengambil gelar master. Bersama sang suami ia juga masih mengumpulkan uang demi keluarga kecil mereka. Tetapi, tampaknya Tuhan sudah memilihkan jalan ini untuknya.

Gracie kemudian mencoba mengingat-ngingat dari mana Ubii mendapatkan virus tersebut. Ternyata di kehamilan trimester pertama, Gracie pernah jatuh sakit. Gejalanya mirip dengan gejala flu; mata berair, lemas, nyeri pada otot, dan rasa mengantuk terus-menerus. Beberapa hari kemudian muncul bintik-bintik merah di sekujur tubuhnya.

"Saya tidak tahu kalau itu adalah Rubella atau cacar Jerman. Ketika itu dokter bilang kalau itu gatal biasa dan orang Jawa biasa menyebutnya gabagan. Saya baru tahu kalau itu Rubella setelah mencocokkan apa yang saya alami dengan artikel kesehatan tentang dampak Rubella pada ibu hamil," katanya.

Virus Rubella sebenarnya tidak berbahaya jika diidap anak-anak. Tetapi, virus ini sangat berbahaya jika diidap ibu hamil karena akan ditularkan pada janinnya.

Motorik Ubii yang terlambat membuat putri kecilnya ini harus digendong ke mana-mana. Padahal, sebagai ibu, Gracie sudah memimpikan bisa berjalan bergandeng tangan dan berkejar-kejaran dengan putri kecilnya ini.

Terapi

Meski mengaku sempat menyangkal kondisi buah hatinya, berkat dukungan suami dan keluarga besar, Gracie mulai bangkit dan bersemangat untuk mengobati Ubii. Gracie yang awalnya berprofesi sebagai guru bahasa Inggris untuk para pekerja tambang ini kemudian memilih meninggalkan pekerjaannya demi total mengurus Ubii.

Ubii melakukan fisioterapi di rumah sakit tiga kali seminggu, masing-masing selama satu jam. Putri kecil ini juga mengonsumsi obat-obatan untuk menurunkan kekakuan tubuhnya dan meningkatkan kerja sarafnya. Di usianya yang belum genap setahun, Aubrey harus mengonsumsi 7 obat dalam sehari.

Di rumah, Gracie dengan telaten melatih motorik dan pendengaran Ubii melalui modul yang ia dapatkan di internet. "Baru-baru ini saya mewarnai beras untuk melatih motorik halus pada tangan Ubii dan juga untuk mengenalkan warna," kata wanita yang berdomisili di Yogyakarta ini.

Informasi yang ia dapatkan dari internet kemudian ditulis ulang di buku latihan, termasuk latihan untuk merangsang pendengaran Aubrey.

Perlahan tetapi pasti banyak kemajuan yang dialami Aubrey, antara lain Aubrey sudah mulai berlatih duduk dari yang awalnya hanya bisa berbaring kaku. "Buat saya kemajuan ini sudah sangat luar biasa," kata wanita yang tampak selalu ceria ini.

Meski sempat kesulitan membiayai terapi Aubrey, ia merasa ada banyak pertolongan dari orang-orang di sekitarnya. "Pernah juga saya iseng mengikuti kuis dan ternyata mendapat hadiah yang lumayan, pokoknya ada saja rezeki Ubii," katanya.

Komunitas

Karena cukup aktif menulis tentang keadaan Aubrey di blog letters-to-aubrey-with-rubella.blogspot.com atau situs komunitas ibu dan anak, cukup banyak ibu-ibu yang memiliki anak dengan gangguan yang sama menghubunginya. "Kebanyakan dari mereka curhat kalau mereka merasa sendirian sehingga mereka merasa minder," ujarnya.

Kondisi itu membuat Gracie terpicu untuk membuat komunitas bagi para orangtua yang memiliki anak luar biasa seperti Ubii. Ia juga makin menyadari kurangnya perhatian para calon orangtua terhadap pentingnya pemeriksaan Torch dan vaksin MMR. "Salah satu misi kami di komunitas ini adalah menyosialisasikan pentingnya Torch," katanya.

Komunitas Rumah Ramah Rubella yang didirikannya memang kebanyakan berkomunikasi dengan para anggota melalui Facebook. "Kami belum sempat melakukan gathering karena anggotanya hampir dari seluruh Indonesia, termasuk dari Papua," katanya.

Ia juga rutin menerjemahkan materi latihan fisioterapi yang kebanyakan berbahasa Inggris. Belakangan, ia mulai diundang untuk mengisi sesi sharing di seminar ataupun talk show. Kisah Ubii yang ditulisnya juga memenangkan kisah terbaik dalam kampanye Titik Balik yang diadakan oleh perusahaan asuransi Manulife.

Untuk mengisi waktunya, Gracie kini membuat bando (headbands) bayi kreasinya sendiri. "Awalnya saya membuat hanya untuk Ubii, ternyata banyak yang pesan. Sekarang saya memiliki online shop sendiri. Hasilnya memang tidak banyak, tapi lumayan untuk membeli susu dan fisioterapi," katanya.

Kini Gracie merasa tak pernah lagi merasakan sesal, sedih, atau kecewa. Yang ada hanyalah perasaan bersyukur dan semangat untuk mendorong tumbuh kembang Ubii setiap harinya.

"Keinginan saya tidak muluk-muluk. Saya nggak berharap Aubrey bisa berprestasi di bidang ini atau itu, menjadi dokter atau apalah. Saya hanya berharap Aubrey bisa mencintai dirinya sendiri apa adanya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Saya berharap Aubrey juga bisa mencintai saya seperti saya mencintainya," ujarnya.

Dalam salah satu suratnya ketika Ubii berulang tahun ke-18 bulan, di blognya Gracie menulis:

Mami harap Ubii diberi kemampuan untuk melihat setiap cobaan menjadi tantangan, setiap kesulitan menjadi perjuangan yang harus diselesaikan, dan setiap ejekan menjadi motivasi untuk bertahan. Tidak mudah, memang. Tapi yakinlah, Ubii bisa. Pasti bisa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com