Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/01/2014, 21:11 WIB
Unoviana Kartika

Penulis

KOMPAS.com - Mungkin pernah Anda mendengar, orang yang hobi makan benda-benda bukan makanan, seperti tanah, pasir, kapur, sabun hingga obat nyamuk. Ternyata, aktivitas tersebut bukan sekedar kebiasaan yang aneh, tetapi sebuah jenis gangguan makan yang biasa disebut pica.

Pica dikarakterisasi sebagai nafsu makan untuk substansi tidak bergizi dalam jumlah besar, seperti es batu, tanah liat, kotoran, atau pasir. Seseorang dinyatakan menderita pica jika melakukan aktivitas tersebut lebih dari satu bulan, serta bukan dari bagian dari tradisi atau kebudayaan yang ada di lingkungannya.

Makan seharusnya adalah aktivitas yang bertujuan memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh. Namun ketika sesuatu yang dimakan tidak bernutrisi, tentu pencukupan nutrisi tubuh akan bermasalah. Meskipun bukan berarti orang dengan pica hanya makan benda-benda bukan makanan. Sebaliknya, orang dengan pica biasanya juga makan makanan bernutrisi lainnya.

Selain itu, mengonsumsi benda-benda bukan makanan yang umumnya keras juga menimbulkan sejumlah risiko. Misalnya makan es batu diketahui berisiko tinggi untuk gigi pecah, terkikisnya enamel gigi, dan tegangnya sendi rahang.

Efek negatif lainnya juga ada pada sistem pencernaan yaitu melambatnya hingga berhentinya gerakan peristaltik. Keadaan itu menyebabkan berat badan naik dengan cepat dan sulit bahkan tidak mungkin untuk menurunkan berat badan.

Tak hanya itu, pica juga dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lebih besar misalnya keracunan. Khususnya pada anak-anak, kondisi tersebut akan menghambat perkembangan fisik dan mental mereka. Pica juga dapat menyebabkan seseorang menjalani operasi darurat karena kerusakan usus dan kekurangan gizi.

Pica dapat dipicu oleh banyak faktor seperti lingkungan, keinginan untuk memperoleh rasa, dan mekanisme neurologis seperti kekurangan zat besi atau ketidakseimbangan kimia tubuh. Pica dikaitkan dengan gangguan mental, dan biasanya orang dengan pica juga mengalami komordibitas psikotik atau timbulnya gejala penyakit lain secara bersamaan.

Selain itu, pemicu pica antara lain adalah gangguan selama kehamilan, masalah keluarga, kelalaian orang tua, kemiskinan, serta struktur keluarga yang tidak teratur. Pica lebih umum terjadi pada wanita dan anak-anak, khususnya wanita hamil, anak kecil, dan mereka dengan keterbelakangan mental, juga autisma.

Menurut Robin Elise Weiss, bidan asal Kentucky, Amerika Serikat, pica kerap dihubungkan dengan anemia. Namun ketika seseorang makan benda bukan makanan, hal itu justru menimbulkan masalah dalam penyerapan nutrisi.

"Ini konsekuensi yang ironis. Pasalnya keadaan anemia justru akan bertambah buruk dengan pica," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com