Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pedagang Jamu Gendong Pun Harus Perhatikan Penampilan

Kompas.com - 08/04/2015, 16:13 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Penulis

KOMPAS.com – Dahulu, orang Jawa menyebut pengobatan herbal yang merupakan hasil ramuan tumbuh-tumbuhan asli dari alam, tanpa kandungan bahan kimia sebagai aditif.

Pada peradaban modern seperti sekarang, jamu dikonotasikan sebagai ramuan dan pengobatan tradisional. Sebab, memang jamu telah dikenal sejak zaman nenek moyang dan merupakan warisan leluhur.

Salah satu cara jamu diperdagangkan adalah dengan cara dijajakan oleh para penjual jamu gendong, dan biasa disebut mbok jamu.  Perguliran tren minum jamu yang terus beranjak lebih modern, tidak membuat para penjual jamu gendong pesimis dan menyerah. Sebab, ternyata jumlah para mbok jamu di Jakarta masih sangat banyak.

Namun para penjual jamu ini belum terhimpun tanpa panduan yang jelas terkait produksi produk, pengemasan, hingga pemasaran."Perlu diberi pengarahan tentang standarisasi bahan baku, cara membuat, dan higienitas. Belum pernah ada organisasi untuk pedagang jamu gendong karena mereka dianggap tidak berpendidikan," ujar Heru, CSR Manager PT Martina Berto pada acara Deklarasi Laskar Jamu Gendong di Patra Kuningan, Senin (6/4/2015).

Heru menyayangkan belum adanya organisasi yang menghimpun para pedagang jamu gendong di Tanah Air. Pasalnya, mereka berkontribusi sangat besar dalam hal penjualan dan pemasaran jamu tradisional. Di samping itu, pasar jamu tradisional pun sangat besar.

Oleh karena itu, Martha Tilaar Group tergerak untuk mendirikan Paguyuban Laskar Jamu Gendong Indonesia yang anggotanya merupakan penggiat jamu gendong. Selain sebagai sebuah organisasi, para anggota juga diberikan berbagai edukasi dan pelatihan terkait jamu gendong.

Menurut Heru, edukasi yang diberikan tidak hanya soal pengolahan jamu tradisional, namun juga pemasaran. Para penggiat jamu gendong, lanjut dia, diajarkan mengenai bahan baku, pengolahan hingga pemasaran. Bahkan, para penggiat jamu gendong juga diajak untuk menjaga penampilan mereka ketika memasarkan jamu agar memperoleh tanggapan positif dari konsumen.

"Mereka diajarkan tentang jamu, bahan bakunya, dan bagaimana menggabungkan dosis. Mereka juga diminta untuk menjaga higienitas, jangan sampai saat membuat jamu ada helai rambut yang jatuh dan akhirnya tercampur. Pelatihan itu mutlak agar mereka juga harus pandai," jelas Heru.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com