Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 22/08/2015, 17:00 WIB
KOMPAS.com - Di pasaran terdapat beberapa jenis obat pereda nyeri yang bisa kita beli secara bebas. Obat tersebut ada yang golongan parasetamol, ibuprofen, dan juga aspirin. Bagaimana memilih obat yang paling tepat?

Parasetamol sering menjadi pilihan utama banyak orang untuk mengobati sakit gigi, sakit kepala, demam, dan sebagainya. Obat yang mengandung parasetamol antara lain Tempra, Tylenol, atau Panadol. Obat ini biasanya dipilih karena sudah kebiasaan turun temurun.

Meski demikian, menurut Andrew Moore, peneliti nyeri dari Universtias Oxofrd, parasetamol sebenarnya kurang begitu efektif menghilangkan nyeri.

"Jika Anda mengonsumsi aspirin dengan dosis 500mg atau 1000 mg untuk dua tablet, sekitar 30 persen orang yang mengalami nyeri akut mendapat kesembuhan. Sementara untuk parasetamol dengan dosis sama, sekitar 40 persen sembuh. Untuk obat ibuprofen, dalam formulasi sekitar 400 mg atau dua tablet, yang mendapat kesembuhan sampai 50 persen," katanya.

Moore sudah melakukan sejumlah kajian terhadap beberapa obat antinyeri yang dijual bebas. Menurutnya, untuk nyeri akut atau rasa sakit yang menyerang pada kejadian spesifik, misalnya operasi, luka terpotong, atau terbakar, maka pilihannya dari yang bekerja paling efektif adalah ibuprofen, diikuti parasetamol, baru aspirin.

Sementara itu untuk nyeri kronik, misalnya sakit punggung bawah atau penyakit nyeri sendi, ibuprofen dianggap masih lebih unggul dibanding parasetamol. Beberapa penelitian memang mengungkapkan bahwa parasetamol tidak efektif mengatasi nyeri jenis ini.

Bagaimana dengan sakit kepala yang kadang-kadang kambuh? Moore menjelaskan hanya sedikit penelitian yang fokus pada nyeri kepala tipe tegangan yang tidak selalu muncul.

"Jika melihat pada data, maka obat pereda nyeri yang efektif untuk nyeri tersebut adalah tablet ibuprofen. Parasetamol tidak terlalu bagus dalam analgesik, tapi obat ini sering dipilih karena dianggap aman," paparnya.

Yang menarik, ternyata parasetamol tidak seaman itu. Menurut Philip Conaghan yang meneliti tentang efek negatif obat, beberapa penelitian mengungkap adanya kelebihan dosis pada orang yang rutin mengonsumsi pereda nyeri ini untuk sakit kronis, dan juga adanya toksisitas di liver.

Parasetamol merupakan penyebab utama penyakit gangguan liver akut di AS pada tahun 1998 - 2003. "Jangan menganggap obat yang dijual bebas pasti aman," kata Conaghan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber Vox
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com