Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 05/11/2015, 09:45 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com -  Asma merupakan penyakit yang sudah lama dikenal. Diperkirakan 2-5 persen penduduk Indonesia menderita asma. Meski begitu sering terjadi salah kaprah pengobatan asma.

Salah satu mitos yang dipercaya masyarakat adalah bahwa pengobatan inhaler untuk melegakan saluran napas dapat membuat ketagihan.

Padahal, menurut Prof.dr.Hadiarto Manggunegoro, SpP(K), pengobatan dengan inhaler merupakan penanganan yang paling tepat dan efektif karena bekerja langsung ke saluran napas tanpa efek samping yang berarti.

"Fakta yang juga memprihatinkan, banyak pasien lebih percaya pengobatan alternatif yang tidak ada bukti efektivitasnya daripada obat asma yang sudah terbukti khasiatnya dan sudah digunakan oleh berjuta-juta pasien asma di seluruh dunia," kata Direktur Asthma-COPD Center RS Siloam Asri Jakarta ini.

Dalam pengobatan asma dikenal dua jenis obat, yaitu obat pengontrol dan obat pelega asma.

Menurut dr. Rahmawati, MCH, SpP(K), dari Rumah Sakit Siloam Asri, obat pengontrol asma adalah obat untuk mencegah timbulnya asma. Sedangkan obat pelega asma ialah obat yang digunakan saat asma kambuh.

“Obat kontroler efektif untuk mencegah timbulnya serangan asma sehingga tetap dalam keadaan terkontrol. Sedangkan obat reliever (pelega) efektif pada saat terjadi serangan asma. Obat reliever akan bekerja dengan cepat dalam melebarkan saluran napas saat asma terjadi dan menghilangkan sesak napas,” papar Rahmawati.

Obat pengontrol seharusnya dipakai rutin walaupun tak terjadi serangan asma. Hal ini untuk mengatasi peradangan pada saluran napas dan membantu mencegah reaksi berantai yang menyebabkan gejala asma.

Sedangkan obat pelega asma dipakai saat serangan terjadi. Obat ini bertindak cepat untuk mengendurkan otot yang mengetat di sekitar saluran napas ketika serangan asma. Tetapi obat ini tidak mengurangi peradangan yang terjadi di saluran napas.

Selain obat, pasien asma dianjurkan untuk memonitor penyakitnya dengan membuat catatan harian (diary asma). Pasien bisa mencatat keadaan jalan napas pada pagi dan malam hari, serta jumlah kebutuhan obat setiap hari.

"Catatan ini dapat diberikan pada dokter pada saat pemeriksaan asma, sehingga walau serangan asma tidak terjadi dokter tetap dapat mendiagnosa penyakit tersebut," ujarnya. (Gibran Linggau)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com