Karya tenun mereka berupa syal dapat langsung dijual dengan harga Rp 15.000 - Rp 40.000.
Selain itu, hasil tenun mereka dijual ke Jakarta dan uangnya dikumpulkan untuk beasiswa para penenun cilik di NTT.
Para perajin tenun cilik ini muncul berkat ide Yovita Meta Bastian, seorang ibu sekaligus pekerja LSM Tafean Pah.
Wanita yang akrab disapa mama Yovita tersebut, mulai khawatir melihat sedikitnya jumlah generasi muda yang mau melestarikan kerajinan tenun.
"Semua anak disuruh sekolah, sedangkan disekolah tak ada kurikulum menenun. Hanya anak-anak yang tak mampu bersekolah (kondisi ekonomi kurang baik) yang menenun," ujar mama Yovita di acara jumpa pers Cerita Tenun Tangan di Bentara Budaya Jakarta, Jakarta, Selasa (15/3/2016).
Akhirnya, mama Yovita mengajukan surat ke pemerintah untuk membuka kurikulum khusus menenun dan melakukan pendekatan ke berbagai sekolah.
"Tidak mudah awalnya, ada sekolah yang menolak, tapi ada juga yang menyambut baik," imbuhnya.
Kini, ada tiga sekolah yang dibimbing oleh mama Yovita dan rekan. Sebanyak 16 siswa SMP dan 55 anak SD mendapatkan beasiswa untuk membantu biaya sekolah.
"Mereka sangat senang bisa mendapat uang. Masalahnya, uangnya sering habis untuk jajan. Jadi, kami bilang boleh jajan tapi setengahnya disimpan untuk membeli bahan tenun," terangnya dan disambut tawa para tamu yang hadir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.