Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/07/2016, 12:29 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

KOMPAS.com - Fakta membuktikan bahwa gangguan pencernaan mempengaruhi perkembangan otak balita. Bahkan, hal itu bisa berdampak buruk pada kecerdasannya.

"Saluran cerna berkaitan erat dengan otak anak. Menurut teori Gut-Brain-Axis, saluran cerna adalah otak kedua anak," kata Dokter spesialis anak dari Fakultas Kedokteran Universitar Airlangga Ahmad Suryawan, dikutip dari Kompas.com, Jumat (29/4/2016).

Wawan, biasa ia disapa, mengatakan bahwa saluran cerna dan otak aktif melakukan komunikasi dua arah. Jika saluran cerna sehat, maka sinyal yang dikirim positif.

Sebaliknya, saluran cerna yang tidak benar bisa membuat gangguan sinyal ke otak. Ini penting diketahui, karena sinyal yang dikirimkan ke otak juga mempengaruhi mikrobiota dalam saluran cerna untuk proses penyerapan nutrisi.

"Gangguan pencernaan pada balita tak bisa dipandang sebelah mata," ujarnya lagi.

Wawan mengemukakan, perkembangan otak sudah terbentuk pada masa awal kelahiran. Kemudian, dalam waktu dua tahun, perkembangan otak anak sudah mencapai 80 persen dari otak orang dewasa.

Sayangnya, beberapa gangguan tak bisa dihindari. Hal itu karena fungsi saluran cerna mereka yang memang belum sempurna.

Riset Mead Johnson Company pada 2015 menyimpulkan bahwa 92 persen ibu dari 701 responden dalam survei “Understand the habits and practice of mothers towards growing up milk” mengakui bahwa anaknya yang berusia lebih dari satu tahun pernah mengalami gangguan pencernaan. Beberapa keluhan itu diantaranya mengalami gumoh, kolik, dan konstipasi. (Baca: Kenali Gangguan Pencernaan pada Si Kecil)

Thinkstock Ilustrasi balita

Pada dasarnya, gangguan tersebut normal mengingat saluran cerna yang belum sempurna hingga balita berusia sampai enam bulan. Namun, hal itu perlu diwaspadai jika berlangsung dalam waktu yang lama dan intensitasnya tidak berkurang seiring perkembangan usia.

Antisipasinya, orangtua perlu memahami gejala gangguan pencernaan pada si kecil. Dengan begitu, penanganannya pun tepat.

Pada saat anak mengalami gumoh atau kolik, misalnya, faktor penyebab utama adalah perut yang peka akibat saluran cerna yang belum sempurna. Untuk mengatasinya, orangtua perlu memperhatikan pola makan dan asupan nutrisi yang ramah untuk perut anak.

Nutrisi yang tepat dapat membantu menjaga fungsi saluran cerna si kecil sehingga penyerapannya pun sempurna. Untuk itu, nutrisi dari susu sebagai asupan utama balita pun harus tepat pula.

Bila anak mengonsumsi susu formula, carilah yang komposisinya tidak memicu gangguan pencernaan. Kandungan laktosa dalam susu misalnya, belum tentu dapat dicerna dengan mudah, apalagi bagi mereka yang intoleransi laktosa—ketidakmampuan tubuh untuk mencerna laktosa karena (tubuh) tidak memiliki atau menghasilkan enzim laktase yang tepat untuk memecah laktosa—sehingga terjadi gangguan pencernaan seperti diare.

Padahal, laktosa tetap penting bagi balita untuk mendukung aktivitas otak dan meningkatkan penyerapan kalsium pada tubuh. Untuk menyiasatinya, cari susu formula dengan kandungan laktosa yang lebih rendah. Misalnya, Enfagrow A+ Gentle Care. Dengan laktosa yang lebih rendah, gangguan pencernaan pun dapat dihindari.

Thinkstock Ilustrasi balita

Selain menjaga pola makan, orangtua juga harus mengamati pola buang air besar anak usia 0-3 tahun. Pengamatan meliputi frekuensi, warna feses, dan konsistensinya.

Panduan dan informasi untuk pengamatan tersebut bisa didapatkan dengan mudah di situs web khusus balita, salah satunya Wikipoop. Situs ini juga memuat beragam informasi lain terkait kesehatan pencernaan si kecil, mulai keluhan hingga tips menanganinya tersedia di sana.

Namun, bila hal- hal di atas sudah dilakukan dan si kecil masih mengalami gangguan pencernaan, ada baiknya konsultasikan segera pada dokter dan ahlinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com