Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/04/2017, 08:00 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Saat balita Anda menjatuhkan dot atau empeng dari mulutnya ke lantai, apakah Anda langsung mengambilnya dan merebusnya atau hanya mengelapnya dengan tisu sebelum memasukkan kembali ke mulut si kecil?

Kebanyakan orangtua akan memilih jawaban yang pertama. Ini wajar karena orangtua sangat khawatir jika ada kuman atau kotoran sampai masuk ke mulut buah hatinya.

Manusia modern juga selalu berusaha memastikan anak-anaknya hidup di dunia yang bersih, menginjak permukaan yang terkontrol, dan sebentar-sebentar mencuci tangannya.

Lebih dari satu abad, sejak manusia memahami bahwa mikroba menyebabkan penyakit, kita berusaha dengan keras melindungi tubuh dari bakteri, virus, dan jamur.

"Kita memisahkan diri dengan kuman untuk kenyamanan dan alasan takut kena penyakit," kata Jack Gilbert, direktur Microbiome Center di Universitas Chicago.

Hal itu memang berhasil. Tak perlu dipertanyakan bahwa meningkatnya standar kebersihan masyarakat telah melindungi anak-anak dari penyakit dan kematian.

Memastikan air minum yang dikonsumsi bersih atau melakukan pasteurisasi susu merupakan contoh dari upaya manusia untuk mengurangi kematian pada bayi dan balita.

Walau demikian, dalam beberapa tahun terakhir, gaya hidup yang higienis dan bebas kuman makin kebablasan. Konsekuensi yang harus ditanggung antara lain sistem kekebalan tubuh yang rendah, serta risiko alergi.

Ilustrasi furnitur dan interior
Paparan berkurang

Pembatasan interaksi antara kuman dengan manusia di era modern ini dimulai sejak sebelum kelahiran. Menurut Maria Gloria Domiinguez-Bello, ahli ekologi, setiap mamalia lahir dengan jumlah bakteri yang sangat banyak yang didapatnya dari jalan lahir," katanya.

Kemudian bayi akan mulai banyak mengalami interaksi dengan mikroba dari lingkungannya setelah mulai disapih dan berjalan.

"Hal itu terjadi pada semua mamalia, termasuk anak-anak kita yang hobi memasukkan apa saja ke dalam mulutnya," katanya.

Namun, gaya hidup manusia modern, dapat mencegah interaksi tersebut terjadi. Dimulai dengan persalinan dengan operasi sehingga bayi tidak terpapar bakteri di jalan lahir, anak mendapatkan susu dari botol, dan mereka diberi antibiotik untuk mengobati infeksi yang satu ke infeksi yang lain.

Dalam penelitian yang dilakukan Dominguez-Bello, lingkungan tempat tinggal yang semakin tertutup dan tersekat-sekat juga membuat paparan bakteri dari luar rumah makin berkurang. Pemakaian produk-produk antikuman juga semakin gencar.

"Kita makin mengurangi paparan bakteri dari luar rumah, sehingga kita menjadi sumber utama bakteri, berasal dari rambut, mulut, dan kulit. Mayoritas bakteri di rumah berasal dari tubuh kita sendiri," katanya.

Setelah bertahun-tahun, kita akan mendapatkan populasi bakteri mulut di sekitar wastafel, bakteri vagina dan feses di toilet, serta bakteri kulit di seluruh rumah.

Menurut Marsha Wills-Karp, pakar kesehatan lingkungan dari Bloomberg School of Public Health, tak perlu takut tinggal di lingkungan yang berdebu.

"Jangan menciptakan lingkungan yang steril pada anak karena sistem imun mereka tidak bisa berkembang secara normal, dan itu membuat mereka rentang menderita penyakit imun," kata Wills-Karp.

Mikroba bukan hanya menguatkan sistem imun, tapi juga sistem endokrin (hormon), bahkan perkembangan sarafnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com