KOMPAS.com -- Seperti yang dilaporkan sebelumnya, kehadiran tas Berliano di Jakarta International Handicraft Trade Fair (Inacraft) 2017 sempat membuat kehebohan dan memaksa label ini hengkang pada hari pertama pameran demi menjaga keamanan.
(Baca juga: Hebohkan Inacraft 2017, Label Tas Yogyakarta Ini Terpaksa Hengkang)
Sebenarnya, apa istimewanya label tas kulit asal Yogyakarta yang disebut sebagai pelopor kulit motif batik Indonesia ini?
Melalui pesan singkat yang diterima Kompas.com pada hari Jumat (28/4/2017), Febri Purnomo Puspo bercerita bahwa dia baru mendirikan Berliano pada tahun 2011.
Sebelumnya, lulusan Akademi Teknologi Kulit pada tahun 2008 ini berprofesi sebagai penyamak atau tukang bikin kulit yang berspesialisasi pada bahan kulit jaket.
“Karena pasar jaket kulit agak sepi, saya coba-coba buat tas kulit. Dulunya hanya produksi untuk melayani reseller (penjual kembali), tetapi setelah masuk ke online jadi banyak yang mengenal saya langsung. Lalu, diputuskan fokus ke online,”ujarnya.
Lalu, Febri juga menerapkan motif batik yang telah diaplikasikannya pada dompet pria pada tahun 2008 sebagai ciri khas Berliano agar tidak termakan perubahan-perubahan.
“Yang lain berpikir pun belum, saya sudah jualan produknya,” katanya.
Namun, motif tersebut baru populer kembali pada tahun 2015 ketika diangkat oleh Febri dan diterapkannya pada produk-produk kulit wanita.
Dia pun mematenkan motif-motif batik untuk produk kulitnya, mulai dari parang, truntum, kawung, megamendung, hingga motif-motif Toraja seperti pa’ulukarua, pa’daun paria, dan pa’tedong.
Keunikan tersebut membuat tas ini menjadi buruan penggemar tas kulit nusantara dan untuk memenuhi permintaan pasar yang kian hari kian meningkat, Febri pun memperkerjakan 20 pegawai yang membantunya untuk membuat setiap produk dari huru ke hilir.
“Ada yang bertugas di penyamakan kulit, cat kulit, jahit, hingga tenaga-tenaga lain yang membantunya di kerajinan kecil-kecilan,” ucapnya.
Kini, Febri memproduksi sekitar 300 dompet dan 200 tas, dan menghabiskan sekitar empat hingga lima ton setiap bulannya. Dia pun mendapatkan omset kotor rata-rata Rp 200 juta setiap bulan dari hasil penjualan produk kulit tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.