Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/05/2017, 09:28 WIB
Penulis Dimas Wahyu
|
EditorLatief

KOMPAS.com - Nasi dan ikan disebut sebagai dua makanan yang terus ada dari zaman ke zaman di Indonesia sejak masa Paleolitikum (50.000 hingga 100.000 tahun lalu), seperti dicatatkan dalam buku Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia.

Pada masa itu, makanan di Asia Tenggara telah terbentuk berdasarkan karakter geografisnya, termasuk padi-padian yang tumbuh subur di barat, sementara umbi-umbian subur di timur.

Saking suburnya, lahan tani di Jawa menjadi sumber beras bagi pulau-pulau lainnya, seperti yang terpantau oleh Thomas Raffles, Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jawa (1811-1816), yang menuliskan kekaguman akan suburnya tanah Jawa dalam buku The History of Java.

Di sisi lain, faktor kerekatan masyarakat Indonesia dan nasi juga punya catatan tersendiri. Konsumsinya jauh tidak berimbang, setidaknya tercatat pada abad ke-19.

Saat itu, Dr CL van der Burg, ilmuwan yang merintis persoalan kesehatan dan higienitas di Hindia, mendapati konsumsi nasi (karbohidrat) orang Indonesia lebih banyak dibanding orang Eropa di Hindia Belanda, berdasarkan catatan Jejak Rasa Nusantara: Sejarah Makanan Indonesia.

Orang Eropa mengonsumsi protein 15,4 persen, lemak 31,3 persen, dan karbohidrat 53,3 persen. Sementara itu, pribumi (orang Indonesia) hanya mengonsumsi protein 9,3 persen, lemak 9,9 persen saja, sedangkan karbohidrat terlampau tinggi hingga 80,8 persen.  

Memang, ada banyak faktor yang membuat konsumsi nasi di Indonesia tinggi. Lahan pertaniannya subur dan melimpah, seperti sudah disebutkan di atas. Ada juga faktor kemiskinan sehingga nasi rentan digunakan untuk mengenyangkan diri.

Lalu faktor lainnya adalah kurang informasi di antara masyarakat soal pilihan karbohidrat. Oleh karena itu, tidak heran jika Presiden Soekarno pada 1960-an kemudian berpandangan untuk melahirkan buku Mustika Rasa.

Buku tersebut menjelaskan bahwa masyarakat punya alternatif makanan selain beras sebagai sumber karbohidrat, bahkan menciptakan makanan-makanan baru yang bahannya berasal dari daerah masing-masing, seperti juga negara lain memanfaatkan kacang kedelai sebagai penganan.

Internet dan isu diabetes

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman:
Sumber kompas.com
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com