Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/05/2017, 09:46 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

LOMBOK, KOMPAS.com - Trail running atau lari di gunung ini bukan olahraga sembarangan. Salah satu olahraga yang bisa dikategorikan ekstrem ini memerlukan persiapan dan latihan matang. Sebab, bila kurang persiapan risikonya adalah cedera yang bisa berakibat fatal.

Dokter Yotin Bayu Merryani menjelaskan, ada beberapa resiko cedera bagi para trail runner. Pertama adalah cedera otot. Kondisi ini terjadi saat kaku otot di sejumlah bagian tubuh seperti hamstring atau belakang paha, betis dan telapak kaki.

Kaku otot terjadi karena kurang latihan secara matang. Selain itu, pelari tak melakukan latihan lain seperti bersepeda, yoga atau pun renang.

“Misalnya kalau kita mau lomba 27 kilometer, otomatis kita latihan lima kilometer per hari. Jangan latihan satu atau dua kilometer per hari. Lalu, untuk ikut lomba 50 kilometer, paling tidak kita harus latihan 10 kilometer per hari,” kata dokter yang juga aktif trail running ini kepada Kompas Lifestyle di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (6/5/2017).

Cedera tersering kedua adalah terkilir atau biasa disebut keseleo. Cedera ini dialami karena pelari salah tumpuan saat berlari di lintasan bebatuan dan tanah yang tak stabil.

Kemudian cedera ketiga adalah telapak kaki mengalami kapalan atau blister. Telapak kaki timbul benjolan berair. Untuk mengatasi itu, pelari cukup menusukkan jarum steril untuk mengeluarkan air di dalam. Setelah itu diberikan antiobiotik dan bantalan kasa serta dibalut plester.

Hal lain yang perlu diwaspadai adalah acute mountain sickness, di mana pendaki tidak bisa beradaptasi dengan suhu dingin pengunungan. Gejalanya adalah muntah dan pusing.

Bayu mengatakan, gejala muntah bukan hanya karena acute mountain sickness, namun bisa juga karena asam lambung naik. Kondisi ini terjadi karena pelari mengalami stres sebelum berlari.

Untuk menghindari kondisi tersebut, pelari perlu membiasakan diri makan dan minum obat yang sama saat latihan dan pertandingan.

“Misal untuk ikut lomba 50 kilometer, kita latihan kira-kira ada yang sekitar 21 kilometer half marathon. Saran saya, setiap lima kilometer kita telan obat obat lambung atau setiap setengah jam sampai satu jam,” kata dokter yang praktek di Rumah sakit Panti Waluya Sawahan (RKZ) Malang ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com