Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Parenting Out of the Box

Kompas.com - 10/05/2017, 07:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Banyak orang terjebak dalam sekat-sekat virtual dalam hidup. Termasuk dalam pengasuhan anak. Kita semua pernah jadi anak, jadi remaja. Tapi kita begitu takut saat anak-anak kita tumbuh menjadi remaja. Kenapa? Karena kita sudah lupa bagaimana rasanya jadi remaja. Kita sudah bertransformasi jadi orangtua, dengan karakter yang ada pada orangtua kita dulu. Boleh jadi sosok dengan karakter itu dulu kita benci. Kini kita menjadikan diri kita sosok yang dulu kita benci.

Saya ditanya, bagaimana kita membendung pengaruh negatif gawai (gadget) terhadap anak-anak kita. Saya tanya balik, secara out of the box, mengapa yang terpikir olehmu adalah pengaruh negatif gawai? Kenapa tidak kau perkaya dirimu dengan manfaat gadget, dan dorong anak seluas-luasnya untuk memanfaatkannya?

Saya mengajari anak-anak saya gawai untuk mencari informasi, dengan Google, Youtube, Google Earth, dan banyak lagi aplikasi lain. Saya banyak menjelaskan pelajaran sekolah dengan bantuan aplikasi tersebut. Tentu saja kami juga bersenang-senang dengan gawai, dengar musik, main game, dan nonton film.

Kenapa banyak orangtua yang khawatir soal pengaruh buruk gawai terhadap anak? Karena mereka adalah korban pengaruh buruk itu. Mereka orang-orang yang terbelenggu oleh gawai, tak mampu mengendalikan diri. Mereka para orangtua yang curang. Biarlah aku jadi korban, yang penting anakku jangan.

Ini adalah orangtua yang sama curangnya dengan yang menjawab “tidak tahu” ketika anaknya bertanya soal pelajaran. Anak-anak diwajibkan tahu, sementara orangtuanya tetap nyaman menjadi orang yang tidak tahu.

Bagaimana mencegah agar anak-anak tidak jadi korban gadget? Berhentilah bertingkah sebagai korban gawai. Perbanyaklah waktu untuk beraktivitas bersama anak-anak.

Kalau semua itu Anda lakukan, akankah anak-anak Anda kena pengaruh negatif dari gawai? Kalau gawai dipegang untuk cari informasi, belajar, membaca, apa yang perlu kita khawatirkan?

Gawai ini hanya suatu produk teknologi. Sebelum ini kita sudah banyak mengalami perpindahan dari satu produk teknologi ke produk yang lain. Dari radio ke TV. Dari sepeda ke sepeda motor. Ada kalanya perpindahan itu menjadi masalah, ada kalanya tidak. Ia jadi masalah ketika kita tidak tahu cara menggunakannya dengan bijak.

Semua produk teknologi itu datang dengan tata cara penggunaan. Masalahnya, kita sering mengimpor produknya saja, minus tata cara atau etiket penggunaaannya. Contohnya, kita beli sepeda motor, tapi tidak peduli soal tata krama saat memakainya.

Anak-anak kita juga kita paparkan kepada sepeda motor tanpa kita ajarkan etiketnya. Hasilnya, mereka sudah naik motor sebelum cukup umur, memakainya untuk kebut-kebutan. Lalu kita pusing menaggung akibatnya.

Jadi, bagi saya gawai itu tidak istimewa. Ia sama saja dengan produk teknologi yang lain. Kuncinya, patuhi tata cara pemakaiannya.

Kenapa anak sibuk dengan gawai hingga kecanduan? Karena orangtuanya begitu. Mengapa anak-anak bermegah-megahan dengan gawai? Karena orangtuanya begitu.

Salah satu kebodohan orangtua adalah, mereka memberi anaknya gawai sebelum cukup umur, kemudian mereka khawatir akan efek negatifnya. Sadarkah mereka bahwa yang harus dikhawatirkan efek negatifnya bukan gawai, tapi justru diri mereka sendiri? Ya, orangtua itu bisa memberi efek yang sangat negatif terhadap anaknya.

Bagaimana dengan media sosial? Itu juga sama. Kenapa banyak orang tua yang sudah membuatkan akun medisa sosial untuk anaknya, sebelum mereka cukup umur? Mengapa orang tua takut soal efek negatif media sosial, sementara mereka sendiri sibuk menyebar hoax?

Berpikir out of the box dalam hal ini adalah dengan menyadari bahwa efek negatif yang paling besar potensi buruknya terhadap anak adalah diri kita sendiri. Jangan sibuk dengan efek negatif di seberang lautan, sebelum tuntas membuat daftar efek negatif yang bisa kita hasilkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com