Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - Diperbarui 05/12/2022, 12:26 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Saat Pak Wardoyo masih aktif bekerja dan ditugaskan di daerah Jawa Barat, hampir tiap hari ia disuguhi makanan dengan berbagai jenis lalapan.

Seperti halnya kebiasaan masyarakat Sunda yang selalu makan nasi dengan berbagai dedaunan sebagai lalapan, salah satu yang disertakan dalam lalapan adalah jengkol dan pete.

Rupanya, inilah awal dari penyakit batu ginjal yang diderita pria yang kala itu berusia 64 tahun itu.

Mengapa bisa demikian?

Baca juga: Kandungan Jengkol dan Manfaatnya bagi Kesehatan Tubuh

Jengkol atau jering (Archindendron pauciflorum) adalah tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara.

Bijinya disukai masyarakat yang tinggal di Malaysia, Thailand, dan Indonesia sebagai bahan pangan.

Bukan hanya sebagai lalapan, jengkol pun bisa dimasak menjadi berbagai macam masakan, seperti semur jengkol atau rendang jengkol.

Saat pemasakan, bisa dipastikan jengkol membuat kehebohan tersendiri.

Karena, menimbulkan bau tak sedap. Bukan hanya saat memasak, dari mulut dan urin yang mengonsumsi pun keluar bau tak sedap.

Penyebab bau itu sebenarnya asam amino yang terkandung dalam biji jengkol.

Asam amino pada jengkol didominasi oleh asam amino yang mengandung sulfur (S).

Baca juga: Cara Menghilangkan Bau Mulut Setelah Makan Jengkol

Ketika terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil, asam amino itu akan menghasilkan berbagai komponen flavor yang sangat bau karena pengaruh sulfur tersebut.

Salah satu gas yang terbentuk dengan unsur itu adalah gas H2S yang terkenal sangat bau.

Saat dicerna, jengkol menyisakan zat yang disebut asam jengkolat (jencolid acid) yang dibuang ke ginjal.

“Satu-satunya bahasa Indonesia yang diterima di dunia kedokteran, ya asam jengkolat ini."

Demikian kata Dr. dr. Parlindungan Siregar, SpPD.,KGH, saat aktif di Bagian Ginjal dan Hipertensi, Departemen Penyakit Dalam, FKUI, dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lampau.

Nah, saat inilah efek yang sering ditakuti orang terjadi, yaitu jengkoleun atau jengkolan.

Konsumsi jengkol berlebihan menyebabkan asam jengkolat yang memang sulit larut dalam air mengendap dalam ginjal, membentuk kristal padat.

Tentu saja ini juga tergantung pada kondisi tubuh tiap orang.

 

Baca juga: Mantan Atlet Sukses Bisnis Rendang Jengkol, Diekspor hingga ke AS

Jika pH darah normal, asam jengkolat aman-aman saja, tapi jika cenderung asam (pH kurang dari 7) asam jengkolat membentuk kristal tak larut.

Kristal tak larut pada ginjal ini yang mengakibatkan susah buang air kecil.

"Banyaklah minum air putih," demikian anjuran Parlindungan.

Tapi bila tak keluar juga, maka banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengeluarkan kristal yang mengendap dalam ginjal tersebut, seperti dengan pembedahan atau laser.

"Jangan sampai keadaan berlanjut, hingga akhirnya menyebabkan ginjal mengalami kerusakan, dan tidak berfungsi, yang akhirnya harus menjalani hemodialisis," lanjut Parlindungan.

"Sesuatu yang berlebihan itu memang tidak baik. Makanya bila menyukai suatu makanan, makanlah secukupnya," tutup Parlindungan. (Intisari.grid.id/K.Tatik Wardayati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com