Awalnya sih, saya tidak merencanakan apa-apa. Semuanya terjadi begitu saja. Suatu hari telepon genggam saya rusak gara-gara dibanting anak kedua saya. Setelah mendapatkan yang baru, saya memutuskan untuk tidak mengunduh aplikasi media sosial di HP terbaru. Dan akhirnya, tepat tanggal 1 Mei, saya resmi tidak mempunyai akses ke akun media sosial saya dan memulai eksperimen kecil-kecilan tentang hidup tanpa media sosial.
Sebenarnya percobaan ini adalah tindak lanjut dari keputusan saya sebelumnya untuk menghentikan menggunakan Facebook di ponsel. Sejak awal tahun ini, saya membatasi akses ke akun Facebook saya hanya di laptop dan komputer.
Setelah itu, saya merasa hidup saya baik-baik saja, bahkan menjadi lebih produktif karena waktu yang terbuang untuk melihat Facebook bisa saya gunakan untuk hal yang lain. Dari hasil yang positif ini, saya mencoba menantang diri saya ini untuk melakukannya pada akun media sosial yang lain: Twitter, Path dan Instagram.
Saya melakukan eksperimen sosial ini karena didorong oleh kepenatan saya hidup di dalam putaran media sosial. Hari-hari saya didominasi dengan ritual membuka akun media sosial yang satu ke akun media sosial yang lain. Ritual ini dimulai sejak saya membuka mata sampai siap berangkat tidur.
Kebiasaan ini pun merubah menjadi sesuatu yang instingtif. Tanpa sadar, ketika membuka telpon genggam, hal yang pertama saya lakukan adalah mengecek akun-akun saya untuk melihat perkembangan terkini. Bayangkan, betapa banyak waktu yang terbuang jika kita habiskan 5 menit saja untuk setiap akun media sosial yang kita miliki?
Alasan kedua, saya ingin men-detox saya dari energi negatif penggunaan media sosial. Saya tidak menyangkal bahwa media sosial juga memiliki banyak manfaat mulai dari memberi informasi sampai menginspirasi, tapi saya pernah merasa sedih, resah dan tidak berguna setelah melihat akun orang-orang yang memaparkan kehidupan mereka yang lebih sukses dan bahagia.
Parahnya, saya tidak kenal mereka. Mulai dari temannya teman yang nampak bahagia dengan karier dan keluarga mereka sampai artis-artis yang memamerkan hidup sempurna mereka. Mungkin ini yang namanya Facebook Envy (Kecemburuan gara-gara Facebook). Sebuah penelitian di Denmark menunjukkan 4 dari 10 orang iri terhadap kesuksesan yang orang lain tunjukan di Facebook.
Penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa orang akan cenderung lebih bahagia ketika tidak memakai Facebook selama seminggu.
Belum lagi teror online shopping yang begitu kental di sosial media. Untungnya saya bukan orang yang gampang diteror. Tapi, ada teman kantor yang memutuskan untuk menutup akun Instagramnya untuk menghindar dari setan online shopping.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.