KOMPAS.com – Puasa pada bulan Ramadhan seperti yang dijalani umat Muslim pada Mei-Juni 2017 ini berarti tidak menerima asupan makanan dari subuh hingga maghrib. Biasanya, “jam-jam kritis” akan terasa, yakni pada sore hari menuju waktu berbuka puasa.
Kenapa rasa lapar dan lemas muncul pada “jam-jam kritis”?
Pada saat puasa, tubuh beraktivitas sehingga menyerap energi dari makanan yang kita peroleh saat sahur. Sejalan dengan itu, stok sebagian energi dari makanan sudah terserap ke dalam sel-sel tubuh sehingga ada sensor untuk menyatakan lapar.
“Karena energi sudah terserap, maka organ-organ yang menjadi sensor, seperti hati, jantung, memberikan komando untuk melakukan penghematan sehingga kita merasa (lemas dan) mengantuk,” ujar dr Ram Choudhary dari Rajasthan Medical Council dalam tanya jawab di healthcaremagic.com pada artikel “Why do We Feel More Sleepy and Tired During Fasting”.
Maka dari itu, seperti juga dikatakan dr Ram Choudhary, ilmu teologi menunjukkan bahwa proses tersebut membuat kita terkontrol untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak perlu.
Di samping kontrol sikap, puasa pun sejatinya berefek serupa dengan diet. Dokter dari UCLA Longevity Institute, Min Wei, bersama rekan-rekannya menguji efek diet dengan meniru puasa, lalu memantau pengaruhnya pada berbagai faktor risiko diabetes, penyakit jantung, kanker, dan penyakit-penyakit lain.
Baca: Puasa Lima Kali Sebulan Terbukti Menyehatkan
Takaran makan
Pada saat sahur tubuh membutuhkan 40 persen dari jumlah asupan makanan dalam sehari. Sisanya yang sebesar 60 persen bisa dipenuhi saat berbuka puasa, seperti dikatakan Fiastuti Witjaksono, dokter spesialis gizi klinis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI).
Makanan sahur sendiri sebaiknya yang mencukupi cadangan kalori dan protein tinggi, seperti telur, keju, atau kacang-kacangan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.